"Denise buruan sebelum pagi kita sudah harus ada di rumah!" teriak Kunti pada Denise.
Mereka berdua berlari menyusuri hutan yang sangat menyeramkan, di tambah para manusia, tepatnya hantu yang merubah wujud.
Semua mata memandang, Dia dan Kunti tidak menggubris tatapan itu. Yang ada di pikiran mereka hanya lah ingin segera pulang.
Cukup jauh mereka berjalan, hingga menemukan satu rumah di depan pohon yang sangat besar.
Hawa dingin membuat semakin mencekam, suara burung gagak. Kian menambah ketakutan mereka.
Akan kah mereka bisa kembali?
Akan kah mereka bisa keluar dari hutan tersebut.
Hutan belantara yang di penuhi oleh danur.
Saat mereka berdua berada di depan rumah satu-satunya yang mereka lihat, sesosok perempuan tua tengah duduk di depan rumah dengan wajah menunduk. Akan tetapi saat mereka menoleh ke arah nenek tersebut, telunjuknya mengarah ke pohon yang ada di samping mereka.
"Kun, apa kamu tahu maksud nenek itu?" Denise bertanya pada Kunti, akan kah orang itu tengah memberi petunjuk, atau lain sebagainya? Atau mereka di tunjukkan akan arah jalan pulang.
"Sepertinya itu jalan pulang, Nes." Jawab Kunti.
" Cepat lah ke arah cahaya yang berada di pohon itu, sebelum matahari muncul." Suara nenek itu terdengar menakutkan, namun mereka juga sangat berterimakasih pada nenek penghuni rumah tersebut.
Akhirnya Denise dan Kunti pergi ke arah pohon besar tersebut, dan mendekati setitik cahaya putih yang berada di tempat, hingga akhirnya mereka menghilang.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Uhhhh.
Denise terbangun dan sudah berada di atas tempat tidur, dengan di temani sang ibu.
"Denise akhirnya kamu bangun juga sayang," ucap Bu Lasmi dengan penuh haru.
"Memangnya aku kenapa, Bu?" tanya Denise heran.
"Kamu dari semalam pingsan." Jawab Bu Lasmi.
Ya, sekarang aku inget. Kemarin malam niat mau nutup jendela tapi ada sosok yang menyeramkan, batin Denise yang langsung teringat kejadian malam itu.
Sedangkan Kunti teman baru Denise, juga ikut pulang ke rumah dan sekarang sudah berada di atas lemari.
Bu Lasmi yang melihat Denise terus menatap ke arah lemari pun akhirnya bertanya.
"Nes, kamu lagi ngeliatin apa?" tanya Bu Lasmi penasaran.
"Tidak sedang melihat apa-apa kok Bu," ucap Denise yang tak ingin mengetahui kalau di atas lemari ada sosok kunti.
"Ya sudah, tetapi kenapa kamu bisa pingsan sih. Kamu sudah membuat Ibu kuatir saja, kenapa?" rentetan pertanyaan di ajukan oleh sang ibu, membuat Denise sedikit bingung harus menjawab apa.
"Tadi malam, anu Bu...."
"Anu apa!" Bu Lasmi yang sabar memilih memotong ucapan Denise yang belum sempat di lanjutkan.
"Kepalaku pusing, dan tiba-tiba pandangan kabur. Akhirnya pingsan," ucap Denise berbohong.
Bu Lasmi menelisik wajah sang anak, guna mencari kebohongan. Itu di karenakan beliau sempat mendengar Denise berteriak sangat kencang.
Sedikit lama namun, Bu Lasmi mencoba sedikit percaya dengan apa yang di katakan oleh sang anak.
"Jika kamu bohong awas ya," ucap B Lasmi pada Denise.
"Tidak Bu, emang bener." Jawab Denise menyakinkan sang Ibu.
"Ya sudah kamu di rumah saja, tidak perlu ikut ke warung buat bantu Ibu." Bu Lasmi menyuruh Denise untuk beristirahat di rumah saja, karena beliau tidak tega kalau harus ikut menemaninya ke tempat jualan.
Denise mengangguk patuh, namun saat sang Ibu sudah berada di ambang pintu ia teringat akan sesuatu.
"Bu!" Denise harus sedikit berteriak saat memanggil ibunya, karena jarah mereka kini sudah cukup jauh.
Bu Lasmi yang mendengarkan suara teriakan, langsung berhenti dan memutar badan.
"Ada apa!"
"Bu, boleh tidak aku bekerja." Setelah berkata Denise tertunduk.
"Bu Lasmi sedikit terkejut, karena baru kali ini anaknya meminta bekerja.
" Mau kerja apa?" tanya sang Ibu.
"Di kota sebrang, kebetulan di pabrik konveksi lagi butuh karyawati." Jawab Denise.
"Dengan siapa?" tanya Bu Lasmi datar.
"Teman ku Bu, yang bernama putri."
Saat Denise meminta izin untuk bekerja dan ingin hidup secara mandiri, ia berusaha menyakinkan sang ibu untuk bisa pergi meninggalkan desa, demi tidak bergantung lagi pada orang tua tunggal yang kini bersama Denise.
Pada akhirnya, dengan rasa berat hati Bu Lasmi melepaskan anak nya untuk bekerja di kota, yang tidak begitu jauh dari tempat tinggalnya saat ini.
Setelah Denise mendapat izin ia langsung menghubungi Putri, dan temannya berkata besok dirinya harus berada di kota. Namun sebelum itu Denise di suruh menunggu di kos di mana Putri berteduh.
Kruk.
Kruk.
"Itu suara apa?" tiba-tiba suara Kunti mengagetkan Denise.
"Bisa tidak kamu datang memberi tahu udah kek hantu saja," sungut Denise yang sedikit terkejut.
"Apa kamu lupa? kalau aku memang hantu," ucap Kunti dengan nada kesal.
"Oh iya, aku lupa." Jawab Denise dengan di iringi senyuman.
"Itu tadi perutku, sekarang aku mau makan." Ucapan Denise seketika membuat Kunti membayangkan soal makanan karena ia juga sangat lapar.
"Nes tunggu! aku juga ikut makan."
Denise pun berhenti menatap Kunti.
Apa hantu juga bisa lapar, dan butuh makan, batin Denise dalam hati.
"Hye, aku juga sama seperti kalian. Punya rasa lapar dan kami juga butuh makan," ujar Kunti menjelaskan.
Denise malah berdiri dan tak kunjung berjalan lagi, mengapa bisa Kunti tahu apa yang ada di dalam hatinya, lebih tepatnya isi hati Denise.
"Dasar setan aneh," gerutu Denise.
Setelah sampai di meja makan, Denise mengambil dua piring dan isi dengan nasi beserta lauknya.
"Nih, buruan makan." Denise menyodorkan sepiring nasi pada Kunti.
"Kamu pikir aku hantu apa! caraku makan di ambil sarinya dengan di hirup," ucap Kunti pada Denise.
"Lha kan tinggal di hirup apa susahnya sih." Jawab Denise enteng.
Sedangkan Kunti mendengus kesal karena Denise tidak tahu apa makanan yang ia makan.
"Aku mau makan bunga."
Uhuk.
Uhuk.
Seketika Denise tersedak oleh nasi yang ia makan.
"Kamu jadi setan lama-lama ngelunjak ya!" seru Denise menatap kesal ke arah Kunti.
"Memangnya ada sejarahnya setan sejenis aku makan nasi?"
Denise Diam dan tidak menjawab, memang kalau di pikir-pikir gak ada sejarahnya setan jenis kuntilanak makan nasi.
"Terus aku cari di mana itu bunga, adanya bunga kertas kamu mau." Denise menawarkan bunga yang ada di pelataran rumahnya, namun di tolak oleh Kunti.
"Di depan sana ada penjual gerabah, dan kembang. Belikan aku bunga tujuh rupa," ucap Kunti.
"Nanti lah, ini masih makan." Jawab Denise dengan menikmati masakan yang sudah di sediakan oleh sang ibu.
Sedangkan Kunti yang tidak bisa menahan lapar, akhirnya menghirup makanan yang ada di meja.
"Ah, kenyang." Kunti bersuara lirih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
@Kristin
hahaha nangkring di atas lemari si Kunti nya😱
2022-12-15
1