Memangnya muka saya kenapa?” Ardy tidak mengerti dengan yang dibicarakan oleh Putri.
“Itu sudah mirip kek kanebo,” ujar Putri.
Seketika Ardy mendelik kan matanya ke arah Putri karena sejujurnya, apa yang dikatakan oleh Putri itu ada benarnya. Bahwa dirinya sedang kalut dengan perasaannya sendiri. Entah mengapa saat kali pertama melihat Denise, jantungnya berdekup sangat kencang. Mungkinkah ia ada rasa atau hanya sebatas mengagumi.
Tanpa terasa Denise sudah selesai memakan bubur yang berada di mangkoknya, lalu dengan segera ia mengajak Putri untuk pulang.
Pada saat Denise akan membayar namun, suara Ardy menghentikan langkahnya untuk menghampiri penjualnya.
“Biar saya saja yang membayar!” Denise langsung menoleh ke arah sumber suara tersebut.
“Aku bisa membayarnya sendiri. Jadi, kamu tidak perlu untuk membayarnya. Denise menolak karena dirinya masih mampu untuk membayar, lagi pula dirinya baru kenal sehari tidak mungkin dirinya langsung menerima.
“Tidak apa-apa. Anggap saja saya sedang mentraktir kalian berdua,” ujar Ardy pada Denise yang masih tetap berdiri di sisi rombong tersebut.
“Sudahlah Nes, jangan menolak rezeki karena itu tidak baik.” Putri ikut menimpali karena jarang-jarang ada orang membayari makanannya.
“Ya sudah.” Akhirnya Denise menyerah dan pasrah karena ia sudah cukup berdebat dengan pria, yang tadi pagi dikenalnya.
Pada akhirnya Ardy lah yang membayar bubur mereka berdua.
“Punya kalian sudah saya bayar dan sekarang saya pamit pulang,” ucap Ardy pada mereka berdua.
“Iya terimakasih.” Jawab Putri pada Ardy.
Sebelum benar-benar pergi, Ardy menatap ke arah Denise dan itu membuatnya sedikit risih dan sangat tidak nyaman untuknya.
“Jika ada yang kamu katakan, maka katakan. Jangan menatapku seperti itu.” Sengaja Denise mengatakan itu pada Ardy supaya ia cepat mengatakannya, dengan begitu ia juga akan pergi dari pandangannya.
“Nanti malam sibuk tidak?” tanya Ardy sedikit ragu jika ada penolakan dari Denise.
“Tidak, memangnya kenapa?” jawab Denise bingung dan datar.
“ Ada yang ingin aku bicarakan, apa bisa kamu meluangkan waktu untuk saya.” Ardy berharap jika Denise mau dan tidak akan menolak ajakannya.
“Boleh, jam berapa?” tanya Denise pada Ardy singkat.
“Jam tujuh kalau tidak keberatan,” ucap Ardy.
“Baiklah, nanti malam.” Jawab Denise datar.
Sedangkan Ardy merasa senang ternyata Denise bersedia dan tidak menolak ajakannya.
Sedangkan Putri yang bingung hanya bisa memandangi mereka secara bergantian. Terlihat wajah bahagia yang tercetak dari raut Ardi, sedangkan yang satunya. Tatapannya datar-datar saja.
“Apa sudah, jika sudah tidak ada lagi yang dibicarakan, kami juga akan pamit pulang karena kita sebentar lagi akan berangkat bekerja.” Putri berkata sembari membenarkan tas yang ia bawa karena ia dan Denise, akan langsung berangkat bekerja dan berpamitan pada Ardy, untuk mengajak Denise pergi.
##############
Tiga puluh menit kemudian mereka sudah di perjalanan dari kos ke pabrik, sekarang mereka sudah berada di parkiran saat ini sudah jam tujuh pagi tepat.
Seperti biasa sesampainya di pabrik semua arwah sudah menyambutnya di atas sana, dengan berbagai bentuk.
“Kebiasaan, apa sehari saja tidak bisa melihat penampakan, apa ada yang terasa kurang?” batin Denise bertanya-tanya karena merasa muak, hari-harinya dipenuhi oleh arwah yang terus menampakkan diri pada Denise.
Denise mencoba mengabaikan para arwah yang bergelantung di atas sana dan ada juga, yang mengikuti langkahnya.
"Bisa tidak kamu tak mengikutiku!" sergah Denise pada makhluk yang cukup lumayan menyeramkan.
Ia lah sosok anak kecil dengan wajah yang terbelah, lalu sekujur tubuh dipenuhi oleh darah. Bau anyir akibat dari sosok hantu kecil itu, membuatnya ingin sekali muntah.
"Nes, kamu ngomong sama siapa? jangan bilang kalau dengan arwah." Putri menyahuti umpatan Denise yang tak sengaja Putri mendengar.
"Memang aku sedang ngomong sama arwah. Arwah ini terus mengikutiku dan oh, lihat lah. Rasanya ingin sekali aku muntah." Denise menjawab ucapan dari Putri dengan sesekali bergidik.
"Nes, serius jangan membuat aku takut." Putri memekik ketakutan karena ucapan Denise.
“Hye bocah kenapa kamu terus membuntuti aku,” ucap Denise pada arwah bocah yang terus menarik baju Denise dengan wajah memelas.
“Aku mau ice krim.” Jawab hantu bocah tersebut, serta rengekan membuat Denise merasa risih.
“Jika aku membelikanmu, apa kamu tidak akan mengikuti aku lagi,” ujar Denise pada arwah bocah tersebut.
“Iya, aku ingin ice krim.” Jawab arwah itu lagi.
"kamu berjanji," ucap Denise.
"Aku berjanji, setelah itu aku akan pergi." Janji arwah bocah tersebut.
“Oke nanti aku membelikan kamu. Jadi, kamu harus sabar menunggu sampai nanti sore ya,” ucap Denise menjelaskan karena ia sekarang akan bekerja dulu.
“Kenapa harus menunggu sampai nanti sore?” tanya bocah itu tidak sabar.
“Karena Kakak masih berkerja.” Jawab Denise dengan diiringi senyuman.
“Baik, aku akan menunggu sampai kamu selesai kerja.” Akhirnya bocah itu mau menunggu Denise yang sedang bekerja sampai pulang nanti.
“Nes, jangan buat orang-orang menganggap kamu gila jika bicara sendiri.” Putri menyahut dan memberi tahu agar Denise berhenti bicara dengan sosok arwah.
“Iya, Put.” Jawab Denise patuh dan kali ini dirinya sudah berada di dalam. Jadi, ia mengakhiri percakapannya dengan arwah bocah tersebut, meski arwah itu masih setia membuntuti Denise hingga sampai di dalam.
Maka seperti biasa Denise melakukan pekerjaan yang setiap harinya di kerjakan sesuai tugas yang di berikan oleh atasan.
Samar-samar terdengar suara dhuhur di kumandangkan. Waktu istirahat pun sudah datang dan mereka berdua seperti biasa akan ke kantin, untuk mengisi perut setelah setengah hari berkutat dengan pekerjaan.
“Nes, apa arwah bocah itu masih ada sama kamu?” tanya Putri pada Denise.
Denise tidak menjawab namun dengan anggukan dan sebuah senyum menandakan kalau, kode itu menandakan jika masih.
“Makanya terasa berat dan hawanya sedikit berbeda,” ujar Putri.
“Itu bocah mau makan ice krim, makanya masih ngikut dan sepertinya dia hantu yang baik dan tidak jahat.” Ucapan Denise membuat arwah bocah kecil itu menoleh ke arah Denise.
“Aku memang nak baik Kakak, hanya saja tuhan lebih sayang denganku. Makanya dia ambil aku dari ibu,” sahut arwah tersebut dan itu membuat hati Denise merasa perih karena ia teringat akan, kakak serta ayahnya yang meninggal secara tragis.
“Kenapa kakak sedih?” tanya bocah yang sekarang berubah menjadi arwah cantik dari yang sebelumnya wajah hancur, serta tubuh yang di penuhi oleh darah.
Denise tidak menimpali ucapan arwah itu dan dirinya hanya diam karena teringat akan kenangan bersama keluarganya yang dulu.
Putri yang melihat Denise menjadi murung, mencoba mencari jawaban. Apa yang sebetulnya yang terjadi pada sahabatnya itu.
“Denise, apa ada hal yang ingin kamu katakan dengan,” ucap Putri pada Denise sembari tangan Putri mengelus lembut punggung Denise.
“Hanya teringat bapak sama kakak ku,” tukas Denise.
“Memangnya sekarang ke mana mereka?” tanya Putri yang masih tidak tahu dengan keluarga dari Denise.
“Mereka sudah tenang, kalau saja waktu itu aku tidak merengek meminta kue … Mereka tidak akan pergi dengan cara tragis,” ujar Denise berkata dengan mata yang sudah berkaca-kaca.
“Semua itu sudah takdir, tidak ada yang mampu melawan. Jadi jangan menyalahkan diri kamu,”
Denise diam dan hanya mengaduk-aduk makanan yang ia pesan di kantin.
Sedangkan arwah bocah itu tidak mengerti dengan orang dewasa yang berada di sebelahnya, nyatanya ia masih bocah yang kisaran umur tujuh tahunan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments