Thalita tampak sedang chating dengan seseorang yang membuatnya selalu tersenyum. Renald yang melihat, timbul rasa usilnya.
"Hayo, chat sama siapa tuh, kok pakai senyum-senyum sendiri kayak orang kesambet?"
"Biasa, chat di group kok. Kamu beneran gak lapar?"
Renald tampak menggeleng, kemudian kembali asik dengan ponselnya. Thalita beranjak, memesan semangkok nasi soto dan segelas es teh.
"Nih makan! Biar kuat menghadapi kenyataan!" kata Thalita sambil meletakkan gelas dan mangkok di depan Renald.
"Tapi, Tha, tadi kan aku bilang kalau belum lapar, kenapa kamu malah repot-repot beliin aku soto ayam?"
"Karena aku mendengar cacing-cacing di perutmu pada demo, mereka gak kamu kasih makan. Ini aku pesan soto karena kasian sama mereka, kalau kamu mah, bodo amat."
Renald tertawa ngakak mendengar kata-kata Thalita, gadis itu memang paling bisa mencairkan suasana.
"Kalau begitu, mewakili mereka, aku ucapkan terima kasih banyak sama kamu. Tanpa kamu, mereka bakal mati kelaparan."
"Iya, sama-sama Cing."
"Cing?"
"Kan yang ngucapin makasih, Cacing, bukan kamu."
"Ah ya, lupa," kata Renald sambil menepuk jidatnya.
Thalita kembali sibuk dengan ponselnya, dan Renald sibuk dengan isi mangkok dan gelas di depannya. Untuk beberapa saat, mereka tak lagi bicara.
"HOREEE!"
Tiba-tiba Thalita tersenyum girang, dan Renald melongo memperhatikan sahabatnya itu.
"Ada apa, Tha? Kok seneng banget kelihatannya, sampai bersorak begitu."
"Novelku yang berjudul 'Playing Victim', dapat tawaran untuk dibukukan, Re. Seneng banget aku nih, nambah lagi buku cetak dari tulisanku."
"Wah, selamat ya, Tha! Ada gunanya juga kamu traktir cacing-cacing di perutku, berkat doa mereka berkatmu melimpah."
"Amin. Makasih ya, Cing. Besok-besok, kalau lapar lagi jangan sungkan, ya! Berkat doa kalian nih, aku mendapat keberuntungan begini," kata Thalita sambil cengengesan.
Thalita dan Renald memang pasangan sahabat yang ajaib. Sering sekali mereka terciduk saling ber*ntem, tapi dalam hitungan menit, mereka sudah akur lain. Belum lagi mereka yang lebih sering terlihat berdua terus, persis pasangan kembar siam yang tak terpisahkan, dimana ada Thalita di situ ada Renald juga.
"Emang kalau dibukukan gitu, komisinya gede, Tha?"
"Paling 15℅ dari hasil penjualan buku. Tapi mayan sih, kalau yang beli ada banyak, bisa buat beli seekor kambing."
"Bagus kalau gitu, Tha. Asal jangan beli kambing yang jantan aja, beli yang betina terus jangan disuruh KB juga kambingnya. Kalau perlu, cepat aja dinikahkan dini, biar cepat berkembang biak."
"Iya, nanti kambingku mau ku nikahkan sama Dini, Re."
Renald cemberut sambil menggigit kerupuk dengan kasar, membuat Thalita tergelak. Sungguh pasangan yang aneh bin ajaib.
"Ngomong-ngomong, gimana tuh kabarnya cowok online mu itu?"
"Kabar dia mah baik kok, Re. Sehat dan gak sakit."
"Bukan gitu maksudnya, Tha!" Renald makin cemberut.
Thalita menghela napas, pertanda dia dalam mode serius, tak lagi bercanda seperti tadi.
"Entahlah, Re. Jujur aja, aku mulai ilfil sama dia."
"Lha kenapa?"
"Kamu ingat cewek yang kemarin nelpon dan m"ki-m*aki aku kan?"
"Iya, kenapa dengan cewek itu?"
"Aku merasa ada yang disembunyikan dari aku. Sebenarnya cewek itu dan Bang Gideon kayak ada main belakang gitu lho, Re. Paham gak, maksudku?'"
"Kayak di depan kamu mereka kelihatan musuhan, tapi sebenarnya di belakang kamu mereka akrab. Begitu kan?"
"Iya, aku merasa seperti itu. Kamu tau kan, Re, kalau feelling aku tuh biasanya tepat?"
"Ku akui, kamu emang bakat jadi cenayang kok. Terus, apa yang akan kamu lakukan sekarang?"
"Belum ada rencana sih, mengalir aja seperti air, ngikutin arus! Tapi aku udah mulai gak sreg pacaran sama Bang Gideon, udah minta putus juga, tapi belum di acc sama dia."
"Yaelah, Tha, udah kayak ngajuin proposal aja, pakai di acc segala."
Thalita hanya nyengir, mendengar candaan sahabatnya itu. Renald memang sahabat yang baik, selalu perhatian pada Thalita, hingga perubahan sekecil apapun pada Thalita, tak luput dari pengamatan Renald."
"Ku lihat sekarang kamu sibuk banget nulis ya, Tha?"
"He em. Daripada galau mulu, mending ku salurkan lewat tulisan, Re. Selain biar galaunya hilang, kan bisa dapat cuan, lumayan buat nambah uang jajan."
"Cowokmu gak marah? Kamu bilang kan dia itu manja, minta selalu diperhatikan, gak mau dicuekin?"
"Ya aku tinggal bilang ke dia lagi sibuk, tugas kuliah numpuk, jadi gak bisa nemenin dia ngobrol lama-lama."
"Padahal?"
"Padahal aku sibuk nulis. Kan kuliahku santai, gak banyak tugas juga kan?"
"Menurutku juga mending kayak gitu, Tha, menghasilkan. Timbang kamu sibuk bucin sama dia via online, malah ngabisin duit buat beli kuota."
"Kan pake wifi, Re. Di kampus juga tinggal minta hotspot ke kamu."
"Kalau gitu, aku ganti password hotspot ahh, dari pada kamu manfaatin buat bucin gak jelas. Masih mending kalau minta hotspot buat nulis novel, aku masih kecipratan reward, lha kalo bucin, dapat apaan?"
"Asal kamu tau aja, ide buat nulis kan kadang dari hasil bucin online juga, jadi masih ada kaitannya lho sama reward nulis. Tuh yang kamu makan barusan, kan sebagai tanda terima kasih, kamu udah sering bagi hotspot."
Renald hanya bisa mengurut dada, mempunyai teman antik kayak Thalita ini harus kuat-kuat mental. Jarang bikin happy malah seringnya bikin ngenes.
"Aku punya ide nih, Tha."
"Ide apaan? Jangan aneh-aneh lho, nanti kayak kemarin lagi, ide bikin rujak buah tapi jambunya ny*l*ng punya ibu kost. Niat banget biar aku diusir dari situ."
Kali ini Thalita yang cemberut, karena berhasil dikerjai oleh Renald. Disuruh bikin bumbu rujak buah, kirain Renald yang bawa buahnya, ternyata malah metik jambu kristal di halaman kost, tentu saja Thalita dapat SP satu dari ibu kost.
"Masih ingat aja kamu, Tha," kata Renald sambil ngakak.
"Gimana bisa lupa, kan aku yang alamat terusir dari kost. Kamu kira cari kost baru gak ribet? Ya udah, ide kamu apa?"
"Gini, Tha. Kan kemaren aku udah ngaku jadi pacar kamu, ke si Tante itu. Gimana kalau kamu minta putus aja sama pacar online kamu itu, dengan alasan udah dapat pacar di duta!"
"Nice, aku juga kepikiran ide itu sih. Apalagi waktu Bang Gideon baru tau kemarin, kalau ternyata Rere itu cowok, dia kan sewot," kata Thalita sambil nyengir.
"Nah, kalau dia beneran mau putus gimana tuh, gak nyesel?"
"Gak lah, ngapain juga nyesel. Kan tadi udah ku bilang juga, aku ilfil sama dia. Tapi kalau dia gak mau putus, gimana tuh?"
"Tar aja dipikirin selanjutnya kalau dia gak mau. Sekarang ke kelas, tar lagi aku ada kuis."
"Siap, bosque."
Keduanya segera berlalu dari kantin, masuk ke kelas.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments
Ririn Santi
somplak nih sepasang sahabat, bikin ngakak aja, apalagi dialog sama para cacing
2023-02-22
0