Thalita sedang asik mengetik naskah novel di ponselnya, ketika ada yang meneleponnya, Gideon, ketua dari group riddle yang diikutinya.
"Ya, Bang? Ada apa?
" Kamu sibuk gak, Tha?"
"Masih aja nanya, sebagai MABA dan author di platform novel online, masa sih gak sibuk? Emang ada apa, Bang?"
"Abis aku lihat, kamu jarang nimbrung di group, gak pernah ngerjain case juga, makanya Abang nanya."
"Aku ngerjain kok, Bang. Tapi..."
"Tapi kenapa? Kok gak pernah kirim jawaban kalau emang ngerjain?"
"Tapi jawabanku cuma ngasal, makanya gak ku kirimkan. Tar malah diomelin lagi sama Abang, kan Abang hobinya ngomel."
"Mana ada Abang hobi ngomel, kan cuma senam mulut aja, abis gak enak kalau gak ngomelin kamu."
"Au ahh, Bang. Bisa gak sih, gak bikin aku kesel? Mood ku buat nulis part baru di novelku jadi berantakan nih. Kalau udah gak ada yang diomongin, Thalita tutup ya telponnya?"
"Eh, jangan dulu, masih ada yang pengen Abang omongin sama kamu!"
"Ayo cepat, mau ngomong apa? Jangan berbelit-belit, time is money!"
"Anu...Tha, kamu lagi nulis novel apa sekarang?"
"Novel yang terinspirasi dari kisah nyata, judulnya, Playing Victim."
"Kisah nyatanya siapa?"
"Kisah nyata dari Thalita Adelia."
"Kamu?"
"Emang ada lagi, Thalita Adelia yang Abang kenal?"
"Ya...ya gak ada sih."
"Makanya, baca aja novelku di NovelToon, biar gak penasaran!"
"Aku belum punya aplikasinya, Tha."
"Curhat?"
"Ya bukan curhat juga, kan aku bilang belum punya aplikasinya, gimana mau baca coba?"
"Masa sih harus ku jelasin juga, kalau gak punya aplikasinya itu bisa download di play store? Kan Abang ini ketua group riddle, masa sih oon gitu?"
"Kamu nih ya, Tha, ngeselin. Kamu ku kick dari group ku, bye."
Tuuuuttt
Sambungan telpon pun terputus, menyisakan Thalita yang bengong karena sikap ajaib Gideon. Thalita hendak menelepon balik, tapi panggilannya hanya memanggil, dan PP Gideon tak tampak lagi di aplikasi hijau milik Thalita, diblokir.
"Cowok kok baperan, dikit-dikit mainnya blokir. Awas aja kalau add aku lagi ke group, kontakmu akan ku hapus, biar gak bisa add, kita lihat saja, yang bakal butuh dulu siapa."
Sambil menggerutu, Thalita menghapus kontak Gideon dari ponselnya, juga semua chat dengan cowok itu. Thalita tak mau memblokir, dan gak bakal menghubungi lebih dulu, karena kontak dan chat yang sudah dihapus, membuatnya tak mempunyai jejak Gideon.
Thalita melanjutkan mengetik part baru untuk novelnya, ketika ponselnya kembali berdering. Kali ini Clara yang menghubunginya, namun Thalita mengabaikannya, sampai akhirnya ponsel itu kembali diam.
Belum genap seratus kata yang berhasil Thalita ketik, ketika ponsel itu kembali berdering, Clara lagi yang menghubunginya.
"Ngapain sih si Tante ini nelpon mulu? Gak tau apa kalo ini masih jam di kampus? Katanya pernah kuliah, kok gak paham-paham juga sih?" gerutu Thalita sebal.
Gadis itu menganti pengaturan dering ke nada senyap, kemudian memasukkan ponsel ke dalam tas. Thalita melangkah menuju kantin kampus, moodnya untuk lanjut menulis, buyar sudah. Mending juga ke kantin, menikmati mie ayam kesukaannya.
"Tumben tuh wajah kusut banget, Tha? Kayak kain sarung yang belum disetrika," kata Renald, sahabat Thalita dari masa SMA, yang kebetulan lagi makan di kantin.
"Lagi badmood. Nitip tas ya, Re, mau pesan mie ayam dulu!"
Renald cuma mengangguk, kemudian meneruskan makannya yang tadi sempat tertunda, soto ayam dengan toping kacang goreng. Tak lama, Thalita datang membawa semangkok mie ayam dan segelas es teh.
"Gak nambah, Re? Kok sepertinya masih kelaparan gitu?"
"Maunya sih, cuma aku lagi bokek, maklum tanggal tua, belum ditransfer sama Bapak."
"Minta deh sana, biar aka yang traktir, abis dapat transferan royalti nih!"
"Wah, makasih banget ya, Tha! Kamu memang sahabat terbaikku."
"Heleh gayamu, kalau ditraktir aja bilangnya sahabat terbaikku. Coba enggak, boro-boro kamu bilang kayak gitu."
Thalita tampak manyun, sementara Renald tertawa senang. Cowok itu bergegas meninggalkan Thalita, untuk memesan mie ayam juga, melihat Thalita yang sangat lahap, membuat Renald tergoda.
Tak lama Renald kembali sambil membawa semangkok mie ayam seperti punya Thalita, cowok itu segera menyantapnya dengan lahap.
"Kamu dapat royalti banyak ya, Tha? Kok pake traktir aku segala?"
"Ya lumayan sih, Re, meskipun cuma receh kalau sumbernya gak cuma satu bisa jadi banyak juga."
"Maksudnya?"
"Maksudnya aku gak cuma nulis satu cerbung, ada beberapa di platform yang berbeda. Ada juga karyaku yang dibukukan, yang kamu bantu promo itu. Nah, karena ini dapat royaltinya dari buku yang kamu bantu promo, makanya aku traktir," kata Thalita sambil nyengir.
"Ah aku lupa, prinsip hidupmu kan tak ada yang gratis di dunia ini. Tau gitu, ogah aku cuma ditraktir mie ayam," Renald merasa sebal.
Thalita hanya tersenyum menanggapi protes sahabatnya itu, tangan Thalita juga masih sibuk mengetik di ponselnya. Tak lama, senyum itu memudar, dan berubah menjadi gerutuan.
"Ada apa sih si Tante ini, gak suka banget liat orang seneng, ganggu aja."
"Siapa sih, Tha?"
"Itu lho, Re, teman online yang sering ku ceritain ke kamu. Yang udah tante-tante tapi sukanya ngejar berondong."
"Emang dia ngapain, kok kamu kayak kesel gitu?"
"Ya dia nelpon-nelpon gak tau waktu, kalau diladeni ya bisa berjam-jam. Pernah tuh dia nelpon sampai delapan jam, udah macam kerja satu ship aja kan?"
"Gila bener, emang ngobrolin apa aja tuh?"
"Paling curhat kalau berondong yang dia taksir, cuek ke dia. Balas chat singkat atau kadang malah dibaca doang tapi gak dibales."
"Waduh, parah dong kalau begitu. Terus, ngapain kok si Tante jadi rese ke kamu?"
"Ya awalnya kan aku selalu ngeladeni dia, selalu dengar curhatannya, mau-mau aja dia suruh nyampaiin pesan ke itu berondong."
"Terus, sekarang?"
"Ya aku udah males aja, bosen, curhatnya gitu-gitu mulu, gak kreatif. Mending kan nulis novel atau cerbung, bisa dapat cuan buat traktir kamu, kan?"
"Kok ujung-ujungnya gak enak ya? Kayak kamu tuh gak iklhas aja traktir aku. Mana bisa jadi daging kalau begini mah."
Renald menampakkan wajah cemberut yang justru membuat Thalita tertawa.
"Kalau aku jadi kamu, ku blok aja tuh nomer si Tante, Tha. Dari pada kesel mulu bawaanmu, tar ngaruh ke mood kamu nulis lho."
"Yah boleh juga tuh ide mu, Re. Emang lama-lama gerah juga ngeladeni orang ini."
"Nah, gitu aja deh. Dengan begitu, bukan cuma hidupmu yang tenang, tapi hidupku juga. Capek aku jadi korban pelampiasan kekesalan mu," kata Renald sambil menyuap mie ayam terakhir ke mulutnya.
Thalita hanya menggeleng, kemudian memblokir nomer Clara di ponselnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments