Playing Victim
"Dasar manusia tak tau balas budi, sudah ditolong malah menikam dari belakang!!"
"Iya, bener tuh, kurang ajar emang."
"Kamu yang sabar ya, Clara, hukum karma pasti berlaku kok, itu si Bocah pasti akan menerima balasan!"
Clara sedang menangis tersedu, mengadukan perlakuan Thalita pada teman-teman se-genk nya.
Wajahnya menunjukkan, bahwa dia sangat terluka dan menderita. Teman-temannya berusaha menghibur dan memberi dukungan, entah tulus atau cuma modus.
"Kamu kenal tuh Bocah dimana sih, Cla? Kok freak banget gitu anaknya, mana wajahnya keliatan songong, pengen ku hih aja kalau ketemu," kata Rikka yang berusaha memprovokasi.
"Kenal di komunitas riddle-riddle gitu lho, yang suka bikin dan jawab teka-teki. Tuh Bocah emang songong sih, dari pertama kenal aku juga udah eneg."
"Terus? Kok bisa akrab sama, kamu?" tanya Renny.
"Dia tuh punya otak, awalnya sih aku cuma pengen manfaatin dia aja. Jadi dia yang jawab pertanyaan di group itu, tapi aku yang ngakuin. Kan dengan begitu aku jadi terlihat pinter."
"Lha, dia sendiri gak jawab?" tanya Dinda.
"Gak sih, kan gak ada hadiahnya juga, cuma buat seru-seruan gitu lho. Aku kasih aja dia duit kuota, dan dengan senang hati dia jawab tuh riddle buat aku."
"Kok kayak kamu yang bego ya, Cla? Apa untungnya coba, kamu kayak gitu? Buang-buang duit aja."
Rikka yang terkenal suka ceplas-ceplos, to the point mengatakan pendapatnya. Menurut Rikka, Clara terlalu bodoh, hingga bisa dimanfaatkan oleh bocah bernama Thalita.
"Kan kamu tau, Rik, kalau aku tuh naksir berat sama Vano, jadi pengen kelihatan pinter, biar dia melirik. Vano kan jago riddle di group itu, dan dia juga suka sama cewek yang pinter."
"Ceritanya, kamu cuma mau manfaatin bocah itu, biar terlihat pinter?" tanya Dinda.
Clara hanya mengangguk, cewek itu kembali memasang wajah sedih, setelah sejenak lupa kalau cuma berpura-pura.
"Makanya, Cla, jadi orang tuh jangan terlalu baik, nanti malah kamu dimanfaatkan. Kayak tuh Bocah, jadinya kurang ajar kan?"
Clara hanya mengangguk, mendengar nasehat teman-temannya, tapi dalam hati cewek itu bersorak, sandiwaranya berhasil. Ya, Clara hanya berpura-pura saja, untuk mendapat simpati.
"Apa rencana kamu selanjutnya, Cla?" tanya Dinda.
"Aku akan membuat Bocah itu menderita, hingga dia merasa enggan untuk hidup. Sakit hati banget aku sama dia, orang yang sudah sangat ku percaya, ternyata berkhianat."
Binar di mata Clara melukiskan dendam yang mendalam, pada cewek yang bernama Thalita Adelia. Seolah apa yang dilakukan bocah itu, membuat Clara sangat menderita.
"Tunggu-tunggu! Dari tadi tuh aku bingung, tapi mau nanya kok gak enak. Sebenarnya, apa sih yang dilakuin Thalita ke kamu, Cla? Kok kamu jadi sedih kayak gitu?" tanya Renny.
Kedua temannya, Rikka dan Dinda, melotot ke arah Renny. Teman mereka satu itu memang terkenal lemot, lama untuk dapat memahami sesuatu.
"Dari tadi kamu gak nyimak ya, Ren?" tanya Rikka kesal.
"Ya nyimak, cuma aku tuh masih bingung. Emang kamu gak bingung, Rik?"
"Ya enggaklah, kan aku punya otak, gak kayak kamu, lemot!"
"Kalau kamu memang punya otak, kamu pasti tau dong, apa yang bikin Clara sedih?"
"Ya tau lah. Itu si bocah Thalita, gak tau terima kasih, gak mau balas budi. Clara udah baik sama dia, tapi balasannya malah sebaliknya. Seperti kata pepatah, air susu dibalas dengan air tuba," jawab Rikka penuh semangat.
"Ya kalau itu sih, aku udah tau, Rik. Yang aku tanyain kan, apa tindakan yang dilakukan si Thalita itu?"
"Kan udah dibilang dari tadi, Bocah itu tak membalas budi."
Renny menggaruk kepalanya yang tak gatal, kemudian menghela napas kesal. "Kalau itu aku udah tau, Rikka. Sebenarnya, ini yang bego, aku apa kamu sih?"
"Udah-udah, kalian berdua ini, ada teman sedih bukannya dihibur, malah berantem!" sungut Dinda kesal.
"Habis dia bego," runtuk Rikka.
"Ya kamu itu yang bego."
"Kamu lah, kan yang gak ngerti itu kamu, bukan aku."
"Kalau kamu emang pinter, coba kasih tau, apa yang dilakukan Thalita!?"
"Kan udah dari tadi dibilang, Bocah itu tidak tau membalas bu---"
"Kalau jawabannya itu, semua juga udah tau, Oon! Yang kutanya, Thalita itu ngapain?"
Rikka hendak menjawab pertanyaan Renny, namun dicegah oleh Dinda. "Dari pada kalian berantem, coba tanya sama Clara, Bocah itu ngapain?"
Clara yang tiba-tiba ditanya, merasa gugup. Dia tidak tau pasti, apa yang dilakukan Thalita, tadi dia kan hanya mengarang cerita.
"Ayo jawab, Cla! Kok kamu malah bengong sih?" tanya Dinda.
"An...anu, dia berusaha memfitnah aku."
"Fitnah bagaimana?"
"Iya, Cla, jelasin yang sejelas-jelasnya, Thalita itu ngapain gitu. Biar temanmu yang bego ini paham!" kata Renny sambil melirik Rikka yang bermuka masam.
"Ya...ya, Bocah itu bilang ke orang-orang di group, kalau aku tuh cuma manfaatin dia."
"Lha kan emang kenyataannya seperti itu, terus fitnahnya dimana?" tanya Renny lugu.
"Kan...kan aku sudah bayar dia, berarti namanya bukan manfaatin dong," jawab Clara sewot.
"Ya tetap aja, Cla, kamu manfaatin kepintaran dia, buat menjawab soal, terus kamu yang ngakuin. Itu namanya memanfaatkan."
Renny tetap berpegang pada pendapatnya, membuat ketiga temannya merasa kesal. Mereka melotot pada Renny, tapi Renny malah memainkan cincin di jari manisnya, tidak melihat ke arah mereka.
"Kamu itu di pihak siapa sih, Ren?" Rikka bertanya dengan sedikit membentak.
"Di pihak yang benar lah, masa di pihak yang salah?"
"Au ahh, udah jangan ngurusin si Renny, gak jelas tuh anak. Mending kita bahas aja, rencana selanjutnya, untuk ngasih si Bocah itu pelajaran!" kata Rikka dongkol.
"Ya sudah, kalau gitu aku pulang aja, toh udah gak dibutuhkan juga di sini."
Renny mengambil tasnya, kemudian meninggalkan teman-temannya yang merasa kesal. Setelah Renny pergi, ketiga orang itu merencanakan sesuatu, sesuatu untuk membalas dendam pada Thalita.
Tak lama, kata sepakat telah mereka capai, dan mereka bertiga melakukan tos dengan gembira.
"Kamu gak usah sedih lagi ya, Cla, aku dan Dinda akan selalu mendukung kamu."
"Iya, Rik, makasih ya," Clara mengusap matanya yang mulai berembun.
"Iya, Cla, kamu bisa kok, mengandalkan kami berdua. Kami mendukungmu tanpa pamrih, gak seperti si bocah Thalita itu."
"Iya, Din. Aku juga berterima kasih sama kamu, tanpa kalian berdua, aku bukan apa-apa."
Clara kembali mengusap mata, dan terus berakting sedih sampai keduanya pamit pulang.
"Dasar teman-teman bego, mau aja kalian ku manfaatin," kata Clara seraya nyengir.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments