Clara semakin geram mendengar Gideon mengakui Thalita sebagai pacarnya, karena tadi cowok yang mengambil alih ponsel Thalita, juga mengaku sebagai pacar cewek itu. Dengan cepat Clara menekan nomor Rikka dan Dinda, call group.
"Halo, Gaes...ada apa nih, kok ngajak call group?" tanya Rikka.
"Iya, Ra. Ada gosip terbaru kah?" Dinda ikut kepo.
"Kalian tau gak, aku baru saja telponan dengan dua cowok yang pada ngaku pacarnya si Cabe. Kira-kira, mereka dibayar berapa ya, buat bikin drama kayak gitu?"
"Seriusan, Ra? Siapa aja tuh cowok?" Rikka tampak antusias.
"Yang satu sih aku gak kenal, karena dia lagi bareng sama si Cabe, tetangganya kali, atau bisa aja driver ojol. Kalau yang satu, kalian tau gak siapa?"
"Ya mana kami tau, Ra. Kamu kira kami dukun?" Dinda sedikit kesal.
"Yang satu itu si Gideon, Sis. Moderatornya group riddle, gila gak tuh?"
"Kamu gak bohong kan, Ra? Masa si Gideon bisa masuk perangkapnya si Cabe, sih? Perasaan dia itu orangnya lempeng, masa mau diajak drama?" Rikka tak habis pikir.
"Aku juga gak percaya, Rik. Tapi ini yang ngomong tuh si Gideon sendiri lho. Masa iya dia bohong sih?"
"Tunggu-tunggu! Bukankah Gideon dan Thalita itu beda keyakinan, ya? Masa mereka pacaran, sih? Becanda kali, Ra," Dinda bertanya.
"Itulah, mungkin ini hanya prank aja. Atau Gideon itu dibayar sama si Cabe buat pasang badan buat dia. Jadi kan si Cabe gak ketahuan kalau lagi modus ke cowokku, Vano."
"Licik juga ya si Cabe itu. Terus, gimana rencana kamu berikutnya, Ra?"
"Nah, itu tujuanku ngajakin kalian call group, Rik. Aku pengen minta pendapat kalian, enaknya gimana nih?"
"Kalau menurut hematku nih, Ra, mending kamu jangan usik si Thalita deh. Biarin aja dia mau pacaran sama siapa, selama itu gak ganggu kamu. Kamu fokus aja tuh, sama Vano," nasehat Dinda.
"Kamu ini gimana sih, Din? Kan ada hubungannya sama si Clara, si Cabe itu modus ke Vano, Din!"
"Kan gak ada buktinya juga, Rik. Itu cuma kecurigaan si Clara aja, belum ada bukti otentik Thalita lagi dekat sama Vano."
"Kalau gak ada bukti, gak mungkin si Clara kebakaran jenggot kayak gitu, Din. Udah ada buktinya, si Cabe emang ganjen sama Vano."
"Mana buktinya, Rik? Kan kita cuma dengar dari dugaan si Clara aja, belum lihat bukti juga."
"STOP!! Kalian ini ngomongin aku, seolah aku ini batu aja. Aku di sini woooeeyyy!! Yang ku bilang itu bukan hoax, Din, emang bener."
Clara merasa sebal, kedua sahabatnya berdebat seolah dia tak mendengar.
"Mana buktinya, Ra?"
"Buk...buktinya ya..."
"Ya apa? Kamu gak bisa kasih bukti kan?" Dinda mencibir.
"Buktinya, waktu aku mencoba telpon mereka berdua, si Cabe dan Beb Vano, mereka berada di panggilan lain. Pasti mereka lagi teleponan tuh."
"Kalau cuma itu, gak bisa dong dijadikan bukti. Bisa aja kan mereka berdua lagi telponan sama orang lain?"
"Itu bukti udah cukup, Din! Siapa lagi yang nelpon si Vano, kalau bukan si Cabe?" Rikka masih aja membela Clara.
"Ya mungkin mereka lagi telpon sama pacarnya masing-masing."
"Hellooooo, pacar Vano itu kan aku, Din. Dan aku gak sedang telpon sama Vano malam itu," Clara merasa kesal.
"Tunggu deh, Ra! Kamu yakin, udah beneran jadian sama Vano? Vano udah pernah menyatakan cinta?"
"Cinta itu gak perlu diungkapkan dengan kata-kata, Din. Tiap hari kami chat, itu udah jadi bukti kalau kami pacaran."
Clara semakin kesal, Dinda meragukan omongannya, tidak seperti Rikka yang percaya pada bualan yang dikarang Clara.
"Ya gak bisa gitu, Ra! Belum tentu kan Vano punya perasaan yang sama kayak kamu, bisa jadi dia ngeladeni kamu chat cuma sebagai teman?"
"Kok kamu ngomong gitu sih, Din? Kamu mau membelot kayak Renny?"
"Maksudmu apa, Ra?"
"Ya itu, kamu ngomong kayak gitu, berarti kan kamu gak percaya sama aku."
Clara semakin kesal karena Dinda membantah omongannya.
"Jujur aja, aku emang ragu, Ra. Karena menurutku bukti yang kamu kasih itu gak valid. Gak menunjukan kebenaran, kalau Thalita punya maksud buruk buat kamu."
"Apa-apaan sih kamu, Din? Kenapa kamu jadi meragukan Clara kayak gitu? Ingat, Din! Kita ini teman!" Rikka turut merasa emosi.
"Karena kita teman, makanya aku mengingatkan. Kalau bukan teman, aku bodo amat lah, Rik. Jangan karena teman, maka akan membiarkan aja kalau salah, itu namanya menjerumuskan."
"Bener kata Clara, Din. Lama-lama kamu ketularan si Renny yang otaknya kurang sejengkal itu deh."
"Terserah apa katamu, Rik. Aku cuma mengingatkan, kalau dipakai ya syukur, enggak juga gapapa kok. Toh nanti yang menjalani dan menerima akibatnya juga Clara, bukan aku."
"Akibat apa maksud kamu, Din?" tanya Clara.
"Ya akibat kamu nuduh-nuduh Thalita tanpa bukti kayak gitu. Bisa aja kan Thalita membela diri, dan ternyata Vano malah dukung dia, karena merasa gak ada hubungan sama kamu."
"Jadi, kamu mau bilang kalau Vano bakalan lebih milih si Cabe itu daripada aku?"
"Ya bisa jadi juga kan? Ingat, Ra! Usia kamu sama Vano itu bedanya jauh, lebih dewasa kamu juga. Sedang usia Thalita masih di bawah Vano, lebih pantes aja kalau mereka yang jadian."
Clara semakin merasa geram dengan Dinda, demikian juga Rikka, mereka berdua menganggap Dinda tak punya rasa setia kawan.
"Ohhh, berarti kamu mengibarkan bendera pertentangan dengan aku, Din?"
"Bukan gitu maksudku, Ra. Aku cuma mengatakan apa yang aku pikirin. Ini Indonesia, ada timur lebih condong kalau pasangan itu lebih baik tua di cowok dari pada di cewek."
"Kamu lupa? Gideon juga tadi ngaku pacaran sama si Cabe. Usia mereka malah beda lebih jauh, sepuluh tahun."
"Tapi kan tua cowoknya, Ra? Masih bisa diterima lah di sini kalau begitu."
"Usia bukan halangan kok, Din. Yang penting, aku dan Vano yakin, kami memang saling mencintai."
"Terserah kamu aja deh, Ra. Maaf nih, aku mau lanjut kerjaan dulu, bye semua."
Dinda langsung mematikan panggilan, karena kesal dengan sikap Rikka dan Clara. Bucin memang bikin orang tak ada otak, batinnya.
Clara masih ingin melanjutkan obrolan dengan Rikka, tapi cewek itu tampaknya juga turut mematikan panggilan. Clara segera menelepon ke nomer Rikka, dan ternyata hanya memanggil, tidak berdering.
Di seberang sana, Rikka sedang mengumpat pada ponselnya, yang tiba-tiba saja mati karena kehabisan daya. Cewek itu juga merasa makin sebal, karena tak bisa menemukan charger ponselnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments