Vano yang merasa chat yang dia kirim diabaikan oleh Thalita, segera menelepon cewek itu melalui aplikasi hijau. Berada di panggilan lain, cewek itu berarti sedang bertelepon. Beberapa saat kemudian, Vano mengulang panggilannya, masih sama, berada di panggilan lain.
"Lu ngobrol sama siapa sih, Tha? Kok lama banget, bahas apaan coba?" sungut Vano.
Di saat yang bersamaan dengan Vano memanggil Thalita, Clara juga menelepon Vano, nada sibuk. Dan itu pun berulang sampai beberapa kali, suatu kebetulan.
"Ngapain sih si Vano ini, nadanya sibuk mulu. Jangan-jangan dia lagi nelepon cewek nih," kata Clara menahan cemburu.
Kedua manusia di tempat yang berbeda itu, mengalami kegalauan yang sama, meski dengan alasan yang berbeda. Setelah Thalita mematikan data, secara bersamaan, Vano dan Clara mengirim chat pada Thalita.
/ Eh, B*ngke! Lu gua telpon sibuk mulu, lagi nelpon sama siapa sih, elu?/
Bunyi chat Vano, yang seperti menunjukkan kejengkelan pengirimnya. Centang satu, tandanya Thalita baru saja off.
/Eh Cabe, jangan bilang kamu lagi telepon sama ayang Vano ya!/
Bunyi chat Clara yang mengira Thalita sedang bertelepon dengan Vano. Centang satu, berarti bukan Thalita yang sedang bertelepon dengan Vano, Clara merasa lega. Wanita itu kemudian menelepon Vano kembali, berdering, Clara tampak tersenyum senang.
"Halo," jawab suara berat Vano.
"Halo juga Zeyenk, belum tidur?" tanya Clara dibuat lembut.
"Blom, ada apa?"
"Kok ketus amat sih, Zeyenk? Kan aku lagi kangen sama kamu, dari tadi aku telponin, kamu sibuk mulu."
"Iya, gua abis telponan sama cewek gua, Mbak."
Tanpa sadar, Clara menghentakkan kaki kesal mendengar jawaban Vano. Rasa cemburu membakar dadanya, membuatnya sesak untuk menarik napas.
"Ka...kamu udah punya cewek, Van?"
"Mbak Clara kira, aku gak laku?" tanya Vano geram.
"Bu...bukan gitu, Van. Ta...tapi---"
"Aku ngantuk, Mbak."
Vano memutuskan hubungan telepon setelah memotong ucapan Clara. Clara yang kembali meneleponnya berkali-kali, tak diangkat. Vano sudah tidur setelah menukar ponselnya ke mode senyap.
Clara yang masih kesal, segera menelepon Gideon untuk curhat, biasanya cowok itu belum tidur. Benar saja, tak lama Gideon menjawab panggilannya.
"Halo, Mbak! Ada apa malam-malam gini telpon aku?"
"Belum ngantuk kan, Yon? Aku pengen curhat."
Gideon menghela napas, tapi ada rasa sungkan yang membuatnya tak mematikan sambungan telepon, Clara lebih tua dari dia.
"Udah ngantuk sih, Mbak. Tapi kalau mau curhat, curhat aja, asal jangan lama-lama! Ada apa?"
"Aku kan barusan nelpon Vano, Yon. Tapi ponselnya sibuk terus dari tadi abis event di group. Pasti cowok aku itu sedang ditelepon si Cabe deh."
"Si Cabe? Siapa, Mbak?"
"Ya itu, si Thalita. Siapa lagi?"
"Mbak yakin, Vano sedang teleponan dengan Thalita? Jangan menuduh tanpa bukti, itu namanya fitnah, Mbak!" kata Gideon kalem.
"Aku gak perlu bukti lagi, Yon. Cuma si Cabe itu doang yang suka ganggu-ganggu hubungan orang, aku yakin itu."
"Hubungan siapa yang diganggu Thalita, Mbak?"
"Ya hubunganku sama Vano lah, Yon. Gimana sih kamu ini? Kan dari tadi kita bahas si Cabe itu sama Ayang aku."
Kembali Gideon menghela napas untuk menahan emosi. Andai dia tak baru saja bertelepon dengan Thalita, mungkin cowok itu akan termakan oleh omongan Clara. Percaya Thalita memang sedang bertelepon ria dengan Vano.
"Terus, Mbak mau aku bagaimana? Negor Vano?"
"Kok Vano? Kan yang salah itu Thalita, dia yang keganjenan nelpon Vano. Kalau Vano mah gak mungkin melirik Thalita, masih mending aku kemana-mana."
Gideon semakin kesal, Clara semakin menjelekkan pacarnya. Tapi cowok itu juga penasaran, sampai sejauh mana Clara akan mengh*sutnya.
"Ya kalau aku yang negor Thalita, jadi aku yang salah, kan gak ada hubungannya sama aku juga. Tegur aja sendiri lah, Mbak!"
"Aku udah chat si Cabe, centang satu, berarti aku diblok."
Thalita sedang memakai photo profil asli, pasti itu hanya terlihat kontak, dan Thalita tidak menyimpan nomer Clara, Gideon paham sekali akan hal itu.
"Haduh, aku ngantuk banget nih, Mbak. Tidur dulu ya, Mbak."
Gideon mematikan sambungan telepon sekaligus daya ponsel, agar Clara tak lagi bisa menggangunya. Tak habis pikir dengan wanita itu, kenapa begitu benc* dengan Thalita. Masa cuma karena cemburu buta?
Entahlah, Gideon juga tak memahaminya.
"Kenapa sih si Gideon ini? Matiin telpon gak pamit, gak sopan banget jadi orang! Ini pasti gara-gara si Cabe nih, orang-orang yang dekat dia jadi pada ngeselin. Bener-bener toxic tuh si Cabe!!"
Clara meluapkan kekesalan dengan memukul bantal dan gulingnya. Dia pengen sekali curhat, tapi genk Rumpies juga tak bakal mengangkat kalau ditelpon olehnya, sekarang sudah jam dua dini hari.
"Ah, tidur aja, biar kesalnya ilang. Siapa tau nanti ketemu Vano dalam mimpi, kan lumayan buat obat kangen," kata Clara sambil tersenyum.
Clara dan Vano belum pernah bertemu, meskipun mereka tinggal di satu daerah yang sama. Bahkan Clara belum pernah melihat foto Vano, di akun sosmed Vano selalu memakai foto avatar, tak pernah foto real. Jadi, seandainya Clara bertemu Vano dalam mimpi, itu cuma wajah Vano dalam angan Clara.
Malam sudah berganti pagi, seperti biasa, Thalita menemui Sang Khalik terlebih dahulu, kemudian memeriksa tugas-tugas kuliahnya.
"Semua tugas udah beres, waktunya nulis di platform," kata gadis itu girang.
Senyum Thalita semakin lebar, melihat data statistik pembaca novel onlinenya, juga hasil reward yang didapatnya dari situ.
"Wih, lumayan nih, bisa buat beli sepatu baru, sepatu lamaku kan udah minta adik."
Dengan hati riang, Thalita menekan tombol tarik di aplikasi NovelToon, dan tak lama ada notifikasi ada transferan masuk ke akun m-banking miliknya.
"Bikin cerita baru ahh, berdasar kisah Tante Clara sepertinya bisa dibikin tulisan yang bagus. Daripada aku curhat, tar disampaikan ke si Tante lagi, bisa makin gak suka dia sama aku. Kalau dibikin tulisan kan beda lagi, semakin si Tante kepo, dan mengajak teman-temannya membaca, semakin banyak cuan yang ku dapat. Duh, Thalita, pinter banget sih kamu?"
Thalita tersenyum dengan candaannya untuk diri sendiri. Sejenak gadis itu tampak berpikir, mencari ide untuk judul dan outline buat tulisannya.
"Hemm, si Tante ini kan sukanya berpura-pura jadi korban, padahal dia itu pelaku. Judul yang cocok apa ya, kira-kira?"
Thalita mengetuk kepalanya dengan jari, tampak berpikir, tak lama gadis itu tersenyum senang.
"Ah, ya! Judulnya yang cocok itu, Playing Victim. Sip nih, udah paling cocok," kata Thalita sambil mulai mengetik di ponselnya. Tak lupa, senyum ceria tersungging di bibirnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments
Ririn Santi
pinteeer...
2023-02-22
0