Thalita kembali joint ke group chat via whatssap yang dimoderatori oleh Gideon. Tapi Thalita mengambil sikap tak seperti biasanya. Dia lebih sering menyimak daripada ikut nimbrung dalam obrolan, bahkan group itu sengaja Thalita arsipkan. Terlihat membaca chat cuma sekedar hapus-hapus pesan saja.
Gideon juga lebih sering tag Thalita, agar melibatkan diri dalam obrolan seperti dulu, tapi jarang mendapat respon dari Thalita. Malam itu, Gideon sengaja menelepon Thalita.
"Ya, Bang. Ada apa?" tanya Thalita sambil menguap.
"Dih, gak sopan banget, menguap di depan Abang, mana bau pete lagi."
Gideon mencoba mengajak Thalita bercanda, tapi gadis itu sudah merasa capek dan lelah, hingga enggan meladeni.
"Hemm," jawab Thalita.
"Kamu kenapa sih, Sayang? Kok gitu banget tanggapannya?"
"Thalita capek aja, Bang. Dari kampus banyak tugas, terus di platform juga lagi coba crazy up."
"Apaan tuh, crazy up?"
"Update 3 bab setiap hari."
"Satu bab harus berapa kata?"
"Minimal sih seribu kata aja kok."
"Seribu kata ngomongnya pakai aja, ya? Berarti, tiap hari kamu harus ngetik tiga ribu kata aja kan? Easy mah itu buat seorang Thalita."
"Abang kalau ngajak ribut, jangan sekarang, Thalita lagi capek, ngantuk, pusing juga."
"Gimana gak capek, ngantuk and pusing? Pikiran diforsir mulu kayak gitu. Kapan kamu istirahatnya, Tha? Mana gak pernah muncul di group lagi, gak ada gunanya Abang joinin kamu lagi kalau kayak gini."
Terdengar Thalita menghela napas, pasti ujung-ujungnya yang dibahas Gideon group lagi group lagi. Thalita sudah merasa tak nyaman di group itu, karena adanya Clara dan teman-temannya. Capek cuma alasan aja bagi Thalita.
"Ya kan udah sering Thalita bilang juga kan ke, Abang, dari hasil nulis Thalita bisa dapat uang jajan. Dan itu jauh lebih bermanfaat dari pada nulis chat panjang-panjang di groupnya Abang, dapat cuan kagak, malah dapat celaan."
"Kok kamu ngomongnya gitu, Tha?"
"Abang nyadar gak sih? Sejak si Tante dan kawanannya Abang joinkan ke group, banyak member lain yang sepertinya mulai musuhi Thalita. Mana pakai nyindir-nyindir segala lagi, Abang pikir Thalita gak peka? Thalita tuh gak bego-bego amat, Bang," jawab Thalita sinis.
"Lalu, maunya Thalita, Abang harus gimana? Kick mereka dari group?"
"Ya terserah Abang lah, itu kan group punya Abang, Abang admin tunggal, Abang juga yang bikin group. Mau dibawa kemana itu group, terserah Abang, Thalita mah bodo amat."
"Jujur sama Abang, sebenarnya ada apa, Sayang?"
"Gak ada apa-apa kok."
"Ayolah! Gak mungkin gak ada apa-apa tapi kamu kayak gini. Ini jelas ada apa-apa, cepat bilang sama Abang!"
"Oke, Abang emang gak pernah bisa dibohongin. Itu si teman-temannya si Tante, kirim chat yang ngata-ngatain Thalita, dan bikin Thalita sebal."
"Ngata-ngatain gimana, Sayang?"
"Macem-macem, yang banyak disinggung sih, Thalita ini orang yang gak tau balas budi, udah dibaikkin tapi malah gak tau diri. Pokok intinya kayak gitu, Thalita juga gak tau, maksudnya apa."
"Kenapa gak coba nanya ke mereka?"
"Nanya? Setiap habis kirim chat berisi makian, mereka berdua blok nomor Thalita. Tar dibuka lagi bloknya kalau mau maki-maki lagi."
"Sini, kirim ke Abang SS nya, biar Abang ada bukti buat tegur mereka."
"Gak ada."
"Apanya gak ada?"
"Ya SS nya, kan tuh chat ku laporkan ke pihak WA, auto ke hapus kan?"
"Berarti kamu hanya membual, Tha. Gak ada chat kayak gitu berarti, itu cuma karangan kamu saja."
Thalita merasa semakin emosi, Gideon orang yang dianggap respek padanya, ternyata bersikap sama saja. Pasti Clara sudah melakukan aksinya, mempengaruhi pikiran Gideon, juga member-member lainnya.
"Abang lupa, kalau aku ini seorang penulis novel? Jelas aku pandai mengarang cerita. Oh iya, aku ingatkan juga, novelku itu kisah misteri, detektif, jadi alur ceritanya harus masuk akal. Jadi Abang bisa kan menggambarkan, seberapa pandai aku mengarang cerita?"
Setiap kali menggunakan kata ganti aku, menunjukkan Thalita sudah terbawa emosi, Gideon paham itu. Thalita selalu bersikap sopan, pada orang-orang yang lebih tua.
"Makanya, Tha, Abang butuh bukti. Tanpa bukti, semua itu hanya hoax."
"Terserah Abang aja, aku gak ada bukti, jadi mau percaya apa enggak, terserah. Aku ngantuk, Bang, besok kuliah pagi. Selamat pagi!"
Thalita mematikan panggilan telepon, sekalian mematikan daya ponselnya. Jam di dinding sudah menunjukkan pukul 2 dini hari, dan berdebat dengan Gideon bisa berlangsung sampai pagi jika diladeni.
"Au ahh, bodo amat. Pasti si Tante sudah mulai menebar racunnya di group si Abang. Kalau besok saat nyalain ponsel aku udah dikick dari group itu, berarti tuh Tante udah menabuh genderang perang, dan aku akan melawan, gak bakalan aku mundur," kata Thalita geram.
Thalita mencharger ponselnya, kemudian beranjak tidur. Harus menyiapkan banyak energi untuk menyambut hari esok. Kesusahan sehari, biarlah untuk sehari, besok ada kesusahannya sendiri.
Gideon menggaruk kepala dengan kesal, Thalita mematikan panggilan begitu saja, gadis itu benar-benar bisa membuat emosinya naik turun dengan cepat.
"Thalita-Thalita, bisa gak sih gak bikin tensi Abang naik? Jadi orang kok ngeselin banget. Coba kamu dekat, Sayang, udah Abang bejek-bejek kamu sampai bonyok!" gerutu Gideon kesal.
Pemuda itu merebahkan diri, berusaha menghapus wajah Thalita dalam angannya, tapi bayangan gadis itu tetap menari-nari di sana. Seorang gadis yang selalu membuatnya kesal, tapi juga membuatnya kangen.
Tiba-tiba, ponsel Gideon kembali berdering, sang pemilik mengira Thalita menghubunginya kembali, senyum lebar segera menghiasi wajahnya.
"Halo, Sayang...kalau masih kangen, jangan matiin telponlah, gitu aja gengsi," sapa Gideon tanpa melihat siapa yang menelponnya.
"Maksud kamu apa, Dion?"
"Eh...maaf-maaf Mbak! Aku kira dia yang nelpon balik."
"Dia siapa hayo? Kok panggilnya pakai sayang-sayang?"
"Ah, kepo aja sih, Mbak. Ada apa, Mbak Clara kok nelpon subuh-subuh gini?"
"Aku lagi gak bisa tidur, Dion, terus lihat kamu baru saja online, jadi aku telpon saja."
"Tapi aku sudah ngantuk banget nih, Mbak," kata Gideon sambil menguap.
"Tanggung, tar lagi juga subuh, dari pada kamu ketiduran lho, Dion."
Gideon memutar otak, malas rasanya harus meladeni telepon dari Clara. Toh yang dibahas kalau bukan Vano yang jelek-jelekin Thalita, Gideon tak suka hal yang kedua. Thalita adalah orang istimewa yang memenuhi hati Gideon saat ini.
"Ya udah, Mbak Clara mau ngobrol apa, nih?"
"Itu lho, Dion, si Cabe kok makin hari makin ngeselin gitu lho. Dia gak pernah muncul di group, cuma baca doang,---"
Clara merasa kesal, tiba-tiba teleponnya terputus, di layar ponsel ada tulisan menghubungkan ulang. Clara mengirim chat pada Gideon, menanyakan apakah sinyalnya lagi buruk, centang satu. Tentu saja, karena Gideon mematikan data sambil nyengir.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments