"Kenapa ketawa? Kesambet?" tanya Thalita ketus.
"Kamu tuh lucu banget deh, Tha. Kok bisa ada mahluk kayak kamu gitu."
Renald belum berhenti tertawa, melihat ulah sahabatnya itu. Mengerjai pacar onlinenya dengan wajah tenang dan meyakinkan.
"Sebenarnya, niat kamu pacaran virtual tuh apa sih? Kenapa gak cari yang real aja? Banyak lho cowok di sini yang naksir kamu," tanya Renald penasaran.
"Gak ada niat apa-apa sih, Re. Cuma buat seru-seruan aja, toh gak bakal ketemu juga kan? Jauh, berat di ongkos."
"Nah, kan sia-sia tuh artinya, buang-buang waktu. Mending waktumu kamu pakai buat fokus tugas kampus, nulis, atau cari duit bareng aku, Tha!"
Thalita tampak menghela napas, seperti ada sesuatu yang menganggu pikirannya, tapi ragu untuk menceritakannya pada Renald.
"Ngomong aja, gak usah sungkan, kayak sama siapa aja kamu itu!"
"Entahlah, aku tuh nyaman aja sih sama Bang Gideon, aku bisa cerita banyak hal sama dia tanpa ragu, kayak udah percaya banget gitu."
"Kamu cinta sama dia?"
Thalita menggeleng, "kamu kan tau aku, Re. Gak mungkin aku jatuh cinta sama mahluk yang belum pernah lihat penampakannya. Yang lama masih belum tergantikan, meski udah lama putus, tapi waktu kami jadian lebih lama lagi, lima tahun."
"Apa yang bikin kamu nyaman?"
"Entah, aku juga gak tau."
Tiba-tiba, banyak notifikasi masuk dari aplikasi hijau milik Thalita, gadis itu mengerutkan kening heran. Semua group Thalita atur mode bisu, dan banyaknya notifikasi masuk, berarti dia di tag.
"Ada apa?"
"Tunggu, Re!"
Thalita membuka group di aplikasi hijau, di sana sudah ada ratusan chat yang belum terbaca. Dengan pelan, Thalita membaca semua chat itu, dan wajahnya berubah menjadi kesal.
/Hai, Cabe! Lu gak laku ya? Sampai gangguin cowok orang? @Thalita/
/Wajar sih, wajah lu kan cuma pas-pasan, @Thalita/
/Kalau mau jadi pel*kor tuh ngaca @Thalita!!! Wajah bur*k aja belagu/
Masih banyak chat-chat lain yang membuat wajah Thalita merah setelah membacanya. Dan semua chat itu, dikirim oleh Clara dan Rikka. Renald yang sudah mengetahui kebiasaan Thalita, tau kalau cewek itu sedang marah. Segera Renald merebut ponsel yang masih dipegang Thalita, dan membaca chat di group itu.
"Siapa ini, Tha? Kok kasar banget bahasanya?"
"Namanya Clara, dia menuduh aku deketin gebetan dia. Ada kok cowoknya di group itu, namanya Vano."
Renald melihat Vano sedang mengetik pesan, cowok itu menyerahkan ponsel pada pemiliknya.
/Hee...Setan! Ini group, bukan tempat pr*man pasar lagi koar-koar. Bisa sopan gak lu, B*ngs*t?/
Bunyi pesan chat Vano yang me-reply chat Clara. Dahi Thalita tampak berkerut, kenapa Vano bisa sekur*ng ajar itu pada Clara?
/Zeyenk...kenapa kamu belain Cabe itu? Udah dapat apa kamu dari dia? Dapat pap **?/
Wajah Thalita tampak kembali geram, benar-benar Clara sudah menabuh genderang perang dengannya, tidak bisa dibiarkan. Tampak Vano hendak mengetik balasan buat Clara, tapi group berubah mode menjadi hanya admin yang dapat mengirim pesan.
Thalita menutup aplikasi hijau miliknya, gadis itu tau, Gideon akan mengambil alih untuk menghadapi Clara. Tak perlu lagi Thalita capek-capek meladeni mahluk astral satu itu, itu gunanya punya pacar admin group.
"Kok kasar gitu sih, Tha? Ada masalah apa sebenarnya?" tanya Renald hati-hati.
"Dia itu bisa dibilang perawan tua gitu lho, Re. Nah, dia naksir sama salah seorang anggota group yang lebih muda dari dia, selisih sekitar delapan tahun, kalau tak salah."
"Terus? Apa hubungannya dengan kamu, Tha?"
"Kamu tau sendiri gimana aku kan, Re? Katamu kan aku terlalu ramah, jadi gitu deh, intinya itu si Tante cemburu sama aku."
"Tapi kan ya gak kasar kayak gitu juga, kan? Apalagi itu tadi chat di group lho? Mana tuh sopan santun?" Renald tampak masih geram.
"Udah deh, anggap aja dia gak pernah makan bangku sekolahan, gampang kan? Gak usah diladeni, buang-buang waktu," kata Thalita sambil mengibaskan tangan.
"Tumben kamu kayak gitu? Biasanya kan pasti balas r*s*h?"
"Apa gunanya ku pacari tuh ketua group, kalau untuk urusan receh kayak gitu aja aku harus turun tangan? Mending juga aku jomblo aja lah," jawab Thalita dengan wajah tengil.
Renald hanya menggeleng sambil tertawa, kini cowok itu mengerti, apa tujuan sahabat dekatnya itu sebenarnya. Hanya sekedar memanfaatkan cowok yang bernama Gideon itu.
"Bener-bener ya kamu tuh, Tha! Licik banget," tukas Renald.
"Bukan licik, Rere sayang. Kita kan harus cerdik seperti ular tapi harus tulus seperti merpati. Aku cuma memanfaatkan peluang dengan maksimal."
"Up to you, Miss! Balik yuk, Tha, aku antar kamu ke kost!"
"Nah, gitu dong! Berguna jadi sahabat, kan bisa ngirit ongkos ojol."
Thalita meraih ranselnya, demikian juga Renald. Keduanya berjalan beriringan meninggalkan kantin kampus.
Sementara itu, suasana di group semakin panas. Clara yang tidak bisa menggeluarkan uneg-uneg di group karena mode admin, menelepon Gideon.
"Kenapa kamu mode admin, Yon? Aku masih pengen mel*br*k si Cabe itu."
"Itu kan di group, Mbak! Ada aturan untuk tidak mengeluarkan kata-kata kasar, baca deskripsi!"
"Gak perlu, bodo amat dengan deskripsi group! Itu si Cabe udah kelewatan."
"Emang Thalita ngapain sih, Mbak? Ku lihat di group dia gak ngapa-ngapain lho."
"Dia ganjen, semalam nelpon-nelpon Vano. Kamu tau kan, Vano itu cowokku?"
"Semalam? Jam berapa?"
"Setelah event. Aku telepon Vano dan tuh Cabe, mereka berdua ada di panggilan lain."
Gideon menghela napas, cowok itu tampak menahan emosinya. Awalnya Gideon menyangka, tuduhan Clara itu benar, tapi ternyata tuduhan tanpa bukti. Jelas saja Thalita berada di panggilan lain, karena sedang bertelepon dengannya. Sedang Vano, entah dengan siapa, bukan urusannya.
"Cuma karena itu, Mbak Clara nuduh Thalita dan mengeluarkan semua kata-kata kasar di group?
Mbak sudah tanya, Vano telepon sama siapa?"
"Buat apa aku nanya lagi? Udah jelas tuh si Cabe yang nelepon cowok aku."
"Yakin, Mbak?"
"Yakin dong. Kalau gak yakin, ngapain aku emosi?"
"Gini ya, Mbak, dengarkan aku! Kalau emang bener Thalita dan Vano emang teleponan, terus Vano mengabaikan Mbak Clara dan lebih peduli pada Thalita, itu tandanya apa?"
"Itu tandanya Cabe itu emang ganjen, sukanya ganggu hubungan orang. Saking gak lakunya tuh sampai dia kayak gitu," ketus Clara.
Gideon menghela napas, sia-sia berdebat dengan Clara. Cowok itu mematikan sambungan telepon, memblokir nomor Clara dan menggeluarkan dia dari group.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments