Part 11 : Nyata dan Maya

Setelah selesai memposting cerbung barunya, Thalita baru membuka pesan-pesan di aplikasi hijau miliknya.

Seketika senyum Thalita terbit, membaca chat dari Vano, dan segera membalasnya.

/Udah bobo cantik, Om. Lagian chat bareng m*ling mau pulang. Ada apa sih, kangen?/

Kemudian Thalita membaca chat dari Clara, seketika senyum gadis itu hilang. Read aja, malas bales, batin Thalita.

Ting...

Pesan chat dari Gideon sang pacar, yang cuma dibaca Thalita lewat notifikasi, hingga centangnya tetap abu-abu, tak berubah jadi biru.

/Pagi kesayangan Abang, gimana, bobonya nyenyak kan? Mimpiin Abang gak tuh?/

Sekali lagi ada notifikasi masuk, dari orang yang sama, Gideon.

Ting...

/Sayang? Kok lama banget sih balasnya? Masih mandi atau sudah sarapan sih?/

Thalita tersenyum, tapi masih saja enggan untuk membalas, bahkan baca lewat notifikasi lagi. Karena hari sudah beranjak siang, Thalita bersiap untuk berangkat ke kampus, dan terlupa membalas chat Gideon.

Di kampus, pertemuan dengan Renald dan membahas bisnis yang sedang mereka tekuni, membuat Thalita lalai akan dunia maya, dan terlupa lagi membalas chat pacarnya.

"Wih, keren nih, Tha! Usaha kita berhasil, lumayan banget nih pendapatan yang masuk. Punyamu mau kamu tarik?" tanya Renald.

"Gak deh, Re. Biar aja di situ dulu, putar lagi, biar usaha kita makin gede!"

"Asiap, Tha. Tapi...."

"Apa lagi?"

"Punyaku ku tarik ya, aku butuh buat bayar kost, nih. Maklumlah, emakku belum transfer."

"Iya, tarik aja gapapa!"

"Tapi, Tha..."

"Kenapa lagi, Rere sayang?"

"Aku jadi gak enak sama kamu nih, modalmu jadi lebih banyak, berarti saham punyamu lebih gede. Artinya, nanti pembagian hasil bulan depan, lebih gede punyamu daripada aku."

"Duh, ribet banget sih kamu ini, Re? Samain ajalah gapapa, daripada susah ngitungnya. Lagian, aku gak paham juga cara ngitungnya!"

"Ya itu yang bikin gak enak, kesannya gak adil, Tha."

"Kan yang kerja banyakan kamu, Re. Jadi wajar aja kamu yang dapat lebih banyak. Punyaku kamu kurangi juga gapapa kok, asal aku gak rugi aja."

"Bener-bener gak punya jiwa bisnis kamu ini, Tha. Kalau kayak gitu mulu, kamu gampang ditip* tau!"

"Kan aku penulis, Re, bukan bisnis women. Atur menurut yang kamu pandang baik aja lah ya! Tapi..."

"Apa? Nyesel sama kata-kata kamu barusan?"

"Gak gitu, Re. Gini lho, umpama aku jualan buku aku di toko kita, boleh gak?"

"Kenapa gak boleh?"

"Ya kan yang dijual di situ bukan buku, tapi kaos dan produk-produk yang menggunakan desain grafis."

"Itu toko punya siapa?"

"Kita berdua."

"Jadi, yang ngatur mau jual apa saja di toko itu, siapa?"

"Ki...kita kan, Re?"

"Bukan, tapi Pak lurah."

Thalita mendengkus kesal, sahabatnya itu terkadang juga bisa menjengkelkan. Tapi sebenarnya Renald sahabat yang baik juga. Mereka berdua berasal dari keluarga yang pas-pasan, jadi mereka saling bantu dalam berjuang meraih cita-cita, termasuk mencari tambahan biaya kuliah.

"Tapi ini bisnis lho ya, Tha. Jadi meski yang kamu jual disitu bukumu, dan tak ada campur tangan dari aku untuk pengadaannya, keuntungan tetap dibagi, bukan milik kamu sendiri."

"Ya itu sih, pasti. Aku kan profesional, Re."

"Sip. Kalau gitu, nanti kamu kirim gambar dan deskripsinya ya, Say! Biar aku atur jadi bagus di toko."

"Siap, komandan."

Keduanya tertawa, meski tak ada yang lucu juga. Mereka hanya menertawakan diri sendiri saja, supaya hidup bahagia.

"Tha...!"

"Hem, ada apa?"

Thalita yang tampak sibuk mengetik cerbung baru di ponselnya, menjawab panggilan Renald tanpa menoleh.

"Kamu udah punya pacar ya, Tha?"

"Udah, memangnya kenapa?"

"Ya gapapa sih, cuma aku takut aja, kalau tiba-tiba pacarmu muncul, terus n*bok aku gara-gara cemburu aku dekat sama kamu."

"Gak mungkinlah, itu. Kan pacarannya online, Re. Jauh dia mah, butuh banyak ongkos buat sampai ke sini."

"Terus, apa enaknya kayak gitu?"

"Gak ada sih. Cuma aku nyaman aja sama dia, nyambung gitu kalau diajak bahas-bahas hal dan kehidupan di dumay. Tapi bener kamu sih, dia suka cemburu."

"Katanya, kamu gak suka punya pacar yang kayak gitu, bikin hidupmu gak bebas, terkekang?"

"Itu kalau pacar beneran, Re. Kalau jadi-jadian mah gapapa lah, buat seru-seruan aja kok."

"Kamu gak ada niatan serius gitu, sama dia?"

Thalita menggeleng, meletakkan ponselnya, kemudian menyesap minuman yang berada di depannya.

"Kami beda keyakinan, Re. Gak mungkin juga buat bersatu, temboknya terlalu tebal. Ingat kan, kerbau dan sapi tak kan pernah bisa membajak bersama! Gelap akan musnah begitu terang muncul, kan seperti itu konsepnya."

"Memang bener, tapi aku khawatir sama kamu Tha."

"Aku kenapa?"

"Sifat kamu yang kadang terlalu baik, bisa dimanfaatkan sama orang, apalagi cuma kenal online. Baik itu bagus, dan juga harus, tapi kudu ada batasannya, biar gak ada yang manfaatin!"

"Kamu tenang aja, Re. Orang yang mau manfaatin kebaikanku, silakan aja! Aku cuma menyediakan lahan untuk mereka menanam, dan suatu saat nanti, mereka akan memanen hasil dari tanaman mereka sendiri. Gitu kan hukum tabur tuai? Siapa menanam angin, akan menuai badai."

Renald menghela napas, baginya Thalita itu mahluk yang keras kepala, susah untuk diingatkan. Tampak sangat tegar, tapi sebenarnya sangat rapuh. Thalita sangat pandai berpura-pura, menutupi kelemahannya.

"Ya udah. Yang penting kamu hati-hati saja! Aku tak bisa membantumu kalau di dunia maya. Kalau di dunia nyata, aku bakal pasang badan buat kamu."

"Siap, Pak Bos. Kamu tau kan, Re? Seorang Thalita tuh gak b*go-beg* amat kok, cukup punya otak," Thalita tersenyum sambil menunjuk kepalanya.

Tiba-tiba ponsel Thalita berdering, Gideon. Thalita memberi kode pada Renald kalau yang menelepon pacarnya, Renald mengerti, dan melanjutkan makannya.

"Selamat siang, Abang sayang."

"Kemana aja, sih? Kok Abang chat dari pagi gak dibaca, apalagi dibalas. Kan Abang jadi khawatir."

"Maaf deh, Bang! Dari pagi gak pegang hape nih, sibuk banget aku, Bang."

Renald tersenyum sinis mendengar jawaban Thalita, bibirnya mengatakan 'ngibul' tanpa suara, yang membuat Thalita melotot padanya.

"Ya udah. Ini kamu sudah makan, Sayang?"

"Ini lagi makan di kantin kampus sama Rere."

Renald membuat suara dentingan sendok beradu dengan piring, agar pacar online sahabatnya itu mendengar.

"Baguslah kalau begitu, lanjut aja! Abang nelpon cuma khawatir aja sama kamu."

"Iya, Bang. Udah dulu ya, nanti sampai kost, Thalita telpon deh, ini kuota lagi krisis, kalau di kost kan ada wifi."

"Iya, deh. Lope u Cantik."

"Lope me too, Abang."

Sambungan telepon terputus, Thalita menarik napas lega, sedang Renald ngakak mendengar jargon lama Thalita yang tak berubah.

Episodes
1 Part 1 : Korban?
2 Part 2 : Curhat Kok Bersambung
3 Part 3 : Ah Labil
4 Part 4 : Gank Rumpi
5 Part 5 : Sohib Ngeselin
6 Part 6 : Mulai Nih? Oke Siap
7 Part 7 : Jadian
8 Part 8 : Genk Rumpi
9 Part 9 : Tenang Saja Thalita
10 Part 10 : Cemburu
11 Part 11 : Nyata dan Maya
12 Part 12 : Ulah si Tante
13 Part 13 : Protes yang Diabaikan
14 Part 14 : Call Group
15 Part 15 : Kesepakatan
16 Part 16 : Bermain di Belakang
17 Part 17 : Ketauan?
18 Part 18 : Mulai Ilfil
19 Part 19 : Teror online
20 Part 20 : Mulai Tersingkir
21 Part 21 : Menelisik Kebenaran
22 Part 22 : Muncul Kembali
23 Part 23 : Teror Lagi
24 Part 24 : Pacarmu Aku atau Dia?
25 Part 25 : Vano dan Thalita
26 Part 26 : Cuma Rencana
27 Part 27 : Belum Kapok Juga
28 Part 28 : Untung Tak Dapat Diraih
29 Part 29 : Malang tak Dapat Ditolak
30 Part 30 : Tetap Stay Cool
31 Part 31 : Gideon Menyesal?
32 Part 32 : Terlambat
33 Part 33 : Racun Baru
34 Part 34 : Peringatan dari Vano
35 Part 35 : Clara Berulah Lagi
36 Part 36 : Thalita Beraksi
37 Part 37 : Bumerang
38 Part 38 : Clara Sadar?
39 Part 39 : Derita Clara
40 Part 40 : Tak Direstui
41 Part 41 : Gagal Nikah
42 Part 42 : Clara Ngamok
43 Part 43 : Berita Duka
44 Part 44 : Keputusan Gideon
45 Part 45 : Gideon Menghilang
46 Part 46 : Mencari Alternatif
47 Part 47 : Gagal Lagi
48 Part 48 : Vano Menyatakan Cinta
49 Part 49 : Mulai Terbiasa
50 Part 50 : Emang Enak?
51 Part 51 : Vano Menolong Gideon?
52 Part 52 : Nasib Clara
Episodes

Updated 52 Episodes

1
Part 1 : Korban?
2
Part 2 : Curhat Kok Bersambung
3
Part 3 : Ah Labil
4
Part 4 : Gank Rumpi
5
Part 5 : Sohib Ngeselin
6
Part 6 : Mulai Nih? Oke Siap
7
Part 7 : Jadian
8
Part 8 : Genk Rumpi
9
Part 9 : Tenang Saja Thalita
10
Part 10 : Cemburu
11
Part 11 : Nyata dan Maya
12
Part 12 : Ulah si Tante
13
Part 13 : Protes yang Diabaikan
14
Part 14 : Call Group
15
Part 15 : Kesepakatan
16
Part 16 : Bermain di Belakang
17
Part 17 : Ketauan?
18
Part 18 : Mulai Ilfil
19
Part 19 : Teror online
20
Part 20 : Mulai Tersingkir
21
Part 21 : Menelisik Kebenaran
22
Part 22 : Muncul Kembali
23
Part 23 : Teror Lagi
24
Part 24 : Pacarmu Aku atau Dia?
25
Part 25 : Vano dan Thalita
26
Part 26 : Cuma Rencana
27
Part 27 : Belum Kapok Juga
28
Part 28 : Untung Tak Dapat Diraih
29
Part 29 : Malang tak Dapat Ditolak
30
Part 30 : Tetap Stay Cool
31
Part 31 : Gideon Menyesal?
32
Part 32 : Terlambat
33
Part 33 : Racun Baru
34
Part 34 : Peringatan dari Vano
35
Part 35 : Clara Berulah Lagi
36
Part 36 : Thalita Beraksi
37
Part 37 : Bumerang
38
Part 38 : Clara Sadar?
39
Part 39 : Derita Clara
40
Part 40 : Tak Direstui
41
Part 41 : Gagal Nikah
42
Part 42 : Clara Ngamok
43
Part 43 : Berita Duka
44
Part 44 : Keputusan Gideon
45
Part 45 : Gideon Menghilang
46
Part 46 : Mencari Alternatif
47
Part 47 : Gagal Lagi
48
Part 48 : Vano Menyatakan Cinta
49
Part 49 : Mulai Terbiasa
50
Part 50 : Emang Enak?
51
Part 51 : Vano Menolong Gideon?
52
Part 52 : Nasib Clara

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!