Thalita sedang makan di kantin kampus, seperti biasa, sambil mengetikkan part baru untuk cerbung-nya. Cewek itu memang tidak mempunyai waktu khusus untuk menulis. Setiap kali ide muncul, itulah waktunya menulis, bahkan di sela mengikuti jam kuliah, kadang dia pakai juga untuk menulis.
"ASEM! Gara-gara makan sambil ngetik, yang masak mulut malah sambel," umpat Thalita setelah buru-buru minum.
"Hahahaha, makanya, anak gadis tuh makan jangan sambil main hp, gak sopan!"
"Ini pasti kerjaan kamu ya, Re? Perasaan aku tadi gak taruh sambel di soto ku deh!"
Wajah Thalita tampak kesal, tapi Renald malah tertawa lebar, membuat Thalita merasa yakin, sudah menjadi korban kejahilan sohibnya itu.
"Makanya, kalau lagi makan itu fokus, setelah habis makananmu, baru deh main hp. Untung cuma sambel yang ku taruh di situ, coba kalau kecoak, gimana tuh?"
Renald masih saja menertawakan Thalita yang berhasil dia kerjain, yang ditertawakan tampak sewot dan tak menghabiskan makanannya. Thalita sudah mendorong piringnya menjauh.
"Kok gak dihabiskan sih, Anak Manis? Nanti nasinya menangis lho. Sini, Koko suap biar habis!"
"Lu kira gua bocah?"
"Utuk...utuk...utuk, ngambek nih ceritanya? Pakai lu gua segala, biar dibilang orang kota? Kita mah orang udik, pakai aku kamu aja lho, biar mesra."
"Ogah banget mesra sama kamu, nanti kita dibilang LaGiBeTe, secara kita kan sama-sama betina."
"Emang ya, itu mulut lemes banget. Sini, ku cabein!"
Kali ini, Thalita yang tertawa ngakak, sedang Renald tampak sewot. Sisi maskulin yang dimiliki Renald hilang sudah, kalau lagi ngambek begitu.
"Dari pada kamu gak ada kerjaan dan ujung-ujungnya jahil ke orang, mending kami makan mie ayam aja deh, Re. Biar badanmu yang kerempeng itu jadi kekar, kayak Ade Rai."
"Kamu yang traktir?"
"Boleh, tapi aku beliin cilok ya, jangan yang pedes!"
"Mana duit?"
Renald menadahkan tangan, dan Thalita memberikan selembar warna biru dari dalam dompetnya. Dengan tersenyum bahagia, Renald berlalu untuk memesan makanan, Thalita hanya menggeleng melihat kelakuan temannya itu.
Ponsel di tangan Thalita berdering, sebuah nomor tak dikenal, memanggilnya lewat aplikasi hijau.
"Ah, semoga orang yang mau PO novel nih, mayan dapat tambahan uang jajan," Thalita tersenyum senang.
"Halo, Thalita Adelia di sini, ada yang bisa saya bantu?"
"Ini Abang, Tha."
"Abang siapa ya?"
"Makanya, jangan semua cowok dipanggil abang, jadi gak ada istimewa-istimewanya nama panggilan buat Abang," jawaban dari seberang terdengar sewot.
"Abang Gideon?"
"Masa sih, kamu gak kenali suara Abang juga? Kebangetan kamu, Tha!"
"Haduh, maaf deh Abang Sayang! Habis nomernya gak ada di kontak ku sih. Ada apa, Bang?"
"Ada apa, ada apa! Kenapa nomer Abang kamu blok?"
"Masa sih aku blok? Kayak e enggak kok, Bang. Cuma nomer si Tante aja, abis dia rese."
"Kalau gak kamu blok, ya Abang bisa hubungin kamu, Ndhuk. Dan Abang juga gak bakal pakai nomer ini untuk nelpon kamu. Ah, jadi ketahuan kan, nomer rahasia Abang!"
Gideon merasa kesal, sementara Thalita hanya tertawa. Renald datang dengan aneka makanan dan minuman di tangannya.
"Ini cilok pesanan Tuan Putri, silakan dinikmati!"
"Kok kamu pesan banyak banget gini? Apa aja tuh? Pisang coklat, singkong keju, roti goreng, mau jual gorengan, Buk?"
"Kan tadi kamu yang bilang, biar aku makan yang banyak. Kan kamu pengen punya teman yang badannya mirip Ade Rai."
"Tapi kalau sebanyak ini, bisa tekor saya, Rere Sayang! Lu mau morotin gua ya?!"
"Diriku yang imut ini, gak setega itu lah, Beb. Yang pakai duit mu cuma mie ayam sama cilok doang kok, nih kembaliannya."
Renald memberikan uang kembalian pada Thalita, dan disambut sang empunya dengan hati riang.
"Dasar pelit, ku doain aja nanti kuburan mu sempit, Tha. Biar peti mati kamu ditanam berdiri, dan gempor deh kamunya."
"Dasar ya, Kutil Onta! Udah ditraktir gak bilang terima kasih, eh malah nyumpahin."
Tiba-tiba ponsel di tangan Thalita berdering kembali, mengakhiri perdebatan kedua sahabat itu.
"Halo, dengan Thalita Adelia, ada yang bisa saya bantu?"
"Kamu lagi ngobrol sama siapa sih, Tha? Pacarmu, ya? Sampai Abang dicuekin?" kata Abang kesal.
"Eh maaf-maaf, Bang! Ini si Rere lagi rese."
"Rere? Abang belum budeg ya, jelas-jelas kamu ngobrol sama cowok kok!"
"Ya emang, Thalita lagi ngobrol sama Rere nih, Bang."
"Cowok namanya Rere?"
"Eh, hehehe...namanya sih Renald, tapi dia lebih suka dipanggil Rere, lebih keibuan gitu kesannya."
Gulungan tisu segera mendarat di jidat Thalita, ulah Renald, siapa lagi. Cowok itu sebal mendengar ledekan Thalita, terutama karena teman bertelepon Thalita tidak dikenalnya.
"Masa? Abang gak percaya deh, Tha," kembali terdengar nada protes dari ponsel Thalita.
"Gini deh, Bang! Nanti Thalita jelasin, siapa itu Rere kalau orangnya udah gak ada di sini. Sekarang, Thalita nanya, ada apa Abang telepon Thalita?"
"Yang pertama, Abang minta kamu buka blok! Yang kedua, save lagi nomer Abang!"
"Emang kenapa?"
"Ya biar Abang bisa joinin kamu lagi ke group Abang lah."
"Ogah, Thalita sudah gak berminat, nanti didepak lagi secara tidak hormat."
"Gak kok, Thalita Sayang, Abang janji gak bakal depak Thalita lagi."
"Kenapa tiba-tiba pengen Thalita joint lagi?"
"Karena tante kamu itu, minta Abang buat joinin teman-temannya ke group."
"Tante siapa? Tante Clara?"
"Iya, si Clara."
"Terus hubungannya dengan Thalita apa?"
"Kalau gak ada kamu, group jadi sepi. Nanti Abang gak ada yang bantuin juga, kalau dimodusin sama teman-temannya Tante."
"Haduh, Bang. Sebenarnya Thalita udah males berurusan dengan orang-orang itu. Menghasilkan enggak, cari ribut yang iya. Males, Bang!"
"Ayolah, Sayang. Temani Abang ya! Biar Abang ada teman gesrek di situ. Mau ya ya ya, please!"
"Awas aja kalau nanti Thalita didepak lagi, Thalita gak mau kenal Abang lagi lho ya!"
"Enggak, Sayang, gak bakal Abang depak lagi. Abang kan sayang banget sama Thalita."
"Heleh, gombal banget. Emang Thalita ini si Tante yang gampang baper kalau digombali?"
"Namanya juga usaha, Cantik. Sekarang cepat buka blok, and save again!"
"Sambil nelpon gini mana bisa? Kan gak pakai handfree?"
"Oh iya, lupa. Maaf deh maaf! Ini telponnya Abang matikan dulu, Thalita buka blok Abang dan save lagi nomer Abang."
"Oke, Bang."
"Ya udah, see you, Sayang. Lop yu!"
"lop me too."
Thalita mematikan sambungan telpon, membuka blok Gideon, dan menyimpan kontaknya lagi. Setelah selesai, Thalita tersenyum. Saat hendak memakan cilok yang tadi sudah dipesannya, mendadak Thalita merasa emosi.
"RENALD AJI KUSUMA...SINI, GUA MUT*LASI, LUUUUU!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments