Bab 20 - Hukuman Buat Zayn

Zayn terbangun, matanya tertuju kepada istrinya yang sedang mengemasi beberapa pakaian di koper.

Zayn lantas turun dari ranjang, "Kamu mau ke mana dengan membawa pakaian seperti ini?"

"Aku mau melahirkan di rumah orang tuaku."

"Tidak, Maudy!"

"Di sana ada yang mengurus aku dan bayiku nanti," Maudy memberikan alasan berbohong.

"Tetap tidak bisa!" Zayn melarang.

Maudy mengunci kopernya, ia meraih tas kesayangannya. "Pakaian kerjamu telah aku siapkan, sebentar lagi ayahku akan menjemputku!"

Maudy keluar kamar menjinjing tasnya karena dia juga telah berpakaian rapi.

Zayn menyusul langkah istrinya, "Kamu tidak bisa keluar rumah ini tanpa seizinku!"

Maudy memilih diam dan melanjutkan langkah ke meja makan.

Tak lama kemudian, kedua orang tuanya Maudy datang.

"Ayah, Ibu!" Wanita itu beranjak dari duduknya dan memeluk Wina yang menghampirinya.

"Apa yang terjadi, Nak?" tanya Wina.

"Nanti aku ceritakan, Bu."

Zayn yang dari tadi duduk dihadapan istrinya tampak bingung dengan percakapan ibu dan anak itu.

Tak lama kedatangan orang tua Maudy, kedua orang tuanya Zayn juga hadir.

"Mama, Papa!" Pria itu tambah bingung dengan kehadiran dua orang yang berjasa dalam hidupnya.

"Kenapa Maudy ingin berpisah denganmu?" tanya Tian kepada putranya.

"Pi..pisah," Zayn terbata.

"Ya, dia ingin berpisah ketika melahirkan," ujar Tian.

"Kami baik-baik saja, Pa."

"Tidak!" sahut Maudy. "Kami tidak baik-baik saja, dia sudah mengkhianati aku, Pa." lanjutnya menjelaskan.

"Apa benar itu, Zayn?" tanya Dinda.

"Ma, dia hanya salah paham saja!"

"Aku memiliki buktinya," Maudy gegas membuka ponselnya lalu mengirimkan foto dan video kepada kedua mertuanya dan ayahnya.

Tian mengeraskan rahangnya melihat foto kedekatan putranya dengan Milka begitu juga dengan Dinda.

Ketiga orang yang dikirimkan video juga sudah mendengar percakapan Zayn di telepon dengan Milka.

Dinda lantas melayangkan tamparan di pipi putranya.

"Mama!" lirihnya.

"Papa setuju dengan keputusan Maudy dan jangan harap kami akan memberikan tanah dan perusahaan kepadamu," Tian berkata dengan tegas.

"Papa sudah berjanji jika dia hamil dan melahirkan akan memberikan itu semua kepadaku!"

"Kamu telah menyakiti hati menantu kami!" Dinda berkata dengan emosi.

"Ma, aku tidak mencintainya!" ujar Zayn.

Seketika air matanya Maudy jatuh, Wina dengan cepat memeluk putrinya.

"Jika kamu tidak mencintainya kenapa menghamilinya?" tanya Rama.

"Karena pernikahan ini adalah bisnis, kalian butuh uang untuk melunasi utang dan aku butuh anak dikandungnya!"

Rama rasanya ingin menghajar menantunya itu.

"Zayn!" bentak Tian.

"Papa ingin memukulku?" berkata dengan nada tinggi.

"Mama tidak menyangka kamu seperti ini, Zayn. Kami pikir kamu akan berubah dan menerima Maudy dihatimu!"

Zayn tertawa sinis, "Aku malah sangat membencinya, Ma. Karena dia impianku semua hancur!"

"Ayah, Ibu, bawa aku pergi dari sini. Aku benar-benar tidak sanggup!" Mohon Maudy dengan air mata mengalir.

"Kami akan membawamu pergi dari sini!" ujar Wina.

Maudy berjalan ke kamar bersama ayahnya untuk mengambil koper sementara Zayn masih berdiri berhadapan dengan kedua orang tuanya.

Rama menggeret koper milik putrinya.

"Maaf, saya terpaksa membawa Maudy pulang. Masalah utang saya akan mencicilnya," ujar Rama.

"Tidak, Rama. Bantuan ku tak perlu kamu bayar, maafkan kesalahan putraku," ucap Tian.

"Kami juga minta maaf, permisi!" Rama pun berlalu bersama anak dan istrinya.

"Pa, Ma, kenapa membiarkan mereka membawa istriku?"

"Biarkan saja dia membawa menantu kami, kamu juga tidak membutuhkannya, kan?" Dinda menyinggung.

"Ma, aku butuh anakku!" ujar Zayn.

"Kami tidak akan memisahkan anaknya dengan ibunya, jadi jangan harap kamu bisa memilikinya!" Tian berkata tegas.

"Pa, bagaimana dengan janji kalian itu?"

"Tidak akan pernah kami berikan!" jawab Tian tegas.

"Pa, Ma, kalian sudah berjanji!"

"Pernikahan kamu sudah kandas, jadi jangan harap harta kami," ujar Dinda.

"Kami hanya akan memberikannya kepada anak yang dikandung Maudy!" sambung Tian.

"Tidak bisalah, Pa."

"Kamu yang sudah menelantarkan ibunya, jadi jangan harap kamu menguasai harta anak itu!" jelas Tian.

"Mulai hari ini, tak ada asisten rumah tangga lagi yang bekerja. Semua akan Mama tarik ke rumah utama," ujar Dinda.

"Kenapa Mama tega sekali kepadaku?" Tampak mata Zyan berkaca-kaca.

"Karena kamu sudah menyakiti hati Maudy!"

"Ma, Pa, aku minta maaf!" Zayn berlutut dikakinya Dinda.

"Sudah terlambat!" sentak Dinda.

"Aku janji tidak akan menyakitinya lagi," Zayn meneteskan air matanya.

"Papa tahu kamu hanya pura-pura agar kami luluh, tujuanmu hanya tanah dan perusahaan itu saja!" tebak Tian.

Ya, Zayn memang hanya membutuhkan warisan dari orang tuanya agar bisa menikahi Milka.

"Ayo kita pulang, Pa. Mama tak ingin bertemu dengan anak yang tidak punya perasaan sepertinya!" Dinda melepaskan tangan Zayn dari kakinya dengan kedua tangannya.

"Ayo, Ma." Tian menyetujui ucapan istrinya.

Zayn menatap punggung kedua orang tuanya menghilang dari pandangannya.

Zayn lantas ke kamarnya, ia mengacak rambutnya. "Aaarrrghhh...."

"Brengsek!"

"Aku tidak akan membiarkanmu bahagia, Maudy. Aku harus mendapatkan anak itu!" Zayn mengepalkan tangannya.

-

Tak ingin larut dalam kekecewaannya, Zayn membersihkan diri dan bersiap-siap berangkat ke kantor.

Empat orang asisten rumah tangga menghampiri Zayn yang baru saja keluar kamar.

"Tuan, kami pamit berhenti bekerja!" ucap salah satunya.

Zayn sejenak memandangi 4 orang yang menundukkan wajahnya.

Zayn menarik nafasnya lalu berkata, "Pergilah!" berkata pelan dan membuang wajah.

"Terima kasih, Tuan!" keempatnya berkata serentak, kemudian dengan cepat berlalu.

Zayn memijit pelipisnya.

Baru beberapa langkah keluar rumah, Zayn mendapatkan telepon dari asistennya.

"Halo, ada apa?"

"Tuan, pembangunan supermarket terpaksa dihentikan."

"Kenapa?"

"Mereka tidak cocok dengan desain yang kita buat."

"Apa?"

"Ya, mereka minta diulang."

"Bagaimana bisa? Itu sudah berjalan tiga puluh persen."

"Kata mereka, bangunan dan gambar desain tidak sesuai."

"Bangun ulang!"

"Pengeluaran kita sudah membengkak, Tuan."

"Kita bicarakan nanti di kantor!" Zayn menutup teleponnya dan berdecak kesal.

Zayn berangkat ke kantor, baru saja sampai asistennya melaporkan jika salah satu karyawannya membawa kabur uang perusahaan.

Hari ini Zayn mengalami kesialan bertubi-tubi, pagi tadi ia harus ditinggal istrinya pergi, dimarahi kedua orang tuanya, para asisten berhenti bekerja, klien meminta ulang bangunan dan sekarang uang perusahaan menghilang.

Zayn terduduk dengan keadaan lesu. Ia memegang kepalanya.

"Aku harus menelepon Milka meminta bantuannya," Zayn lalu menghubungi kekasihnya itu.

-

Setengah jam kemudian Zayn kini sudah berada di kafe bersama Milka.

"Apa ada kabar gembira?" wanita itu tampak begitu semangat.

"Kabar buruk."

Milka mengernyitkan keningnya.

"Dia pergi dari rumah dan mendengarkan percakapan kita lalu memberitahu kedua orang tuaku."

"Jadi, bagaimana dengan rencana kita?"

"Aku juga lagi memikirkannya," jawabnya. "Bisakah kamu membantuku?" pintanya.

"Bantu apa?"

"Jual mobil dan perhiasan yang aku beri," jawab Zayn.

Milka tak segera menjawab.

"Aku butuh modal, perusahaan lagi kekurangan dana."

"Minta saja dengan orang tuamu."

"Tidak mungkin, mereka sudah membenciku."

Milka lantas diam dan berpikir.

"Hanya mobil dan perhiasan itu, Milka. Jika semua kembali seperti semula aku akan menggantinya lebih dari itu!" janji Zayn.

"Nanti akan aku pikirkan!"

"Kamu mencintaiku, kan?"

Milka mengangguk.

"Tolong, bantu aku!"

"Iya," Milka berkata terpaksa.

Zayn tersenyum lega.

****

Zayn terbangun dari tidur paginya tak ada suara yang memanggilnya. Menoleh ke sampingnya tak ada tubuh istrinya yang sedang berselimut.

Bergegas ke kamar mandi, Zayn tak melihat jas, celana dan kemeja yang tersedia di ranjang.

Zayn tersenyum sinis, "Suatu hari Milka yang akan menggantikan posisi kamu yang selalu melayaniku."

Zayn berpakaian lalu pergi ke meja makan tak ada sama sekali yang membuatkan sarapan untuknya biasanya ada istrinya atau asisten rumah tangganya.

Dia akhirnya memilih pergi ke kantor tanpa sarapan.

Sesampainya di tempat kerjanya, asistennya kembali memberitahunya jika para pekerja di proyek membutuhkan bahan bangunan.

"Mereka membutuhkan segeranya, Tuan!"

"Besok pagi mereka akan mendapatkannya," janji Zayn.

"Baik, Tuan." Asisten Zayn pun keluar ruangan.

Zayn lalu menghubungi kekasihnya, menanyakan apa dia sudah menjual mobil dan perhiasan atau belum.

Nomor telepon Milka tak aktif, hal itu membuat Zayn menjadi panik.

Zayn bergegas ke apartemen yang ditempati Milka, sesampainya di sana ia berkali-kali mengetuk pintu namun tak ada jawaban hingga seorang tetangga wanita itu memberitahu jika Milka semalam pergi dengan membawa koper.

Zayn yang mendengarnya hatinya tak karuan, rasanya ingin marah. Zayn lalu pergi ke tempat kerja kekasihnya itu. Begitu sampai di sana lagi-lagi kenyataannya tidak sesuai harapan.

"Dia sudah tidak bekerja di sini lagi."

"Kenapa?"

"Dia ketahuan korupsi uang kantor dua bulan lalu."

Zayn terkejut mendengarnya, selama ini kekasihnya itu ternyata sikapnya sangat buruk.

Zayn tampak begitu stress, "Sial!"

"Awas saja, Milka. Aku tidak akan melepaskanmu, aku memilihmu ternyata kamu lebih buruk dari Maudy!" geramnya memukul setir mobil.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!