Bab 13 - Hamil

Pernikahan kelima bulan...

Maudy hendak bangun namun tubuhnya terasa lemas, ia menarik selimut dan mendekapnya.

Zayn baru saja keluar kamar mandi mengeringkan rambutnya dengan handuk kecil. Matanya terarah ke ranjang tempat istrinya yang belum beranjak turun.

"Kamu kenapa?"

"Aku tidak tahu, pandangannya ku sepertinya gelap," jawabnya.

"Biar ku antar ke dokter," Zayn menawarkan diri.

"Tidak, Zayn."

"Wajahmu pucat sekali."

"Aku lapar, Zayn. Bisakah tolong ambilkan makanan untukku?"

"Kamu mau makan apa?"

"Terserah, yang penting bisa mengisi perutku!"

"Sebentar, aku akan ambilkan," Zayn lalu keluar kamar.

Tak sampai 5 menit, Zayn membawa piring berisi roti isi selai kacang dan secangkir teh hangat.

Zayn meletakkannya di nakas.

Maudy menyandarkan tubuhnya di kepala ranjang, "Tolong letakkan piring itu di sini!" pintanya sembari memukul lembut pahanya.

Zayn meletakkan piring berisi roti di atas paha istrinya.

Maudy menggigit ujung roti lalu mengunyahnya, gigitan kedua perutnya bergejolak. Maudy meletakkan piring ke nakas lalu dengan cepat ia menyibak selimut dan berlari kecil ke kamar mandi.

Zayn yang sedang bercermin, menoleh ke arah istrinya.

Maudy keluar dengan memegang perutnya dan mulutnya. Ia kembali ke ranjang dan merebahkan tubuhnya.

"Sepertinya aku harus benar-benar membawamu ke dokter!" ujar Zayn.

"Tidak perlu, Zayn."

"Kalau kamu begini, aku tidak bisa bekerja dan jadi kepikiran," ucap Zayn.

"Aku tidak apa-apa, mungkin sebentar lagi sehat," Maudy berkata agar suaminya tak khawatir.

"Baiklah, kalau begitu. Aku pergi bekerja, jangan lupa makan!" Zayn mengecup kening istrinya.

"Hati-hati, jangan pulang malam!"

"Iya."

Tak lama mobil suaminya pergi, pelayan datang membawa makanan ke kamarnya.

"Nona, kata Tuan ini makanannya!"

"Terima kasih!"

Pelayan hendak pergi, namun ditahan langkahnya oleh Maudy.

"Ada apa, Nona?"

"Tadi aku makan roti muntah, aku takut jika makan nasi ini akan muntah juga."

"Baiklah, Nona. Saya akan tunggu!"

"Kamu duduk di sana!" menunjuk ke arah kursi.

"Baik, Nona!" pelayan wanita itu berjalan ke arah ditunjuk majikannya.

Perlahan Maudy menyuapkan nasi ke dalam mulutnya. Suapan pertama berhasil lolos ke dalam perut.

Suapan kedua perutnya kembali memberontak, Maudy gegas turun dan berlari ke kamar mandi.

Pelayan wanita itu tampak khawatir, ia pun berdiri lalu mendekat ke arah kamar mandi.

Maudy keluar dengan sempoyongan.

"Nona, apa anda baik-baik saja?"

Belum sempat menjawab, Maudy pun jatuh pingsan.

Melihat Maudy tak sadarkan diri, pelayan wanita itu berteriak. Ia berlari keluar kamar memanggil rekan kerja yang lainnya.

"Cepat telepon Nyonya besar!" perintah salah satu pelayan.

"Iya!" jawab pelayan lainnya yang begitu panik, ia mengambil ponsel di saku celananya lalu menghubungi majikannya.

"Bagaimana?" tanya pelayan pertama yang menyaksikan Maudy pingsan.

"Nyonya sebentar lagi ke sini dan akan menghubungi Dokter Frans," jawab pelayan yang tadi menelepon Dinda.

Tak sampai 20 menit, Dinda sudah tiba. Wanita paruh baya yang terlihat segar dan cantik itu, melangkah dengan cepat ke kamar menantunya.

"Kenapa dia bisa pingsan?" cecarnya.

"Sehabis keluar dari kamar mandi Nona pingsan, Nyonya," jawab pelayan yang bersama dengan Maudy saat kejadian.

"Terus kenapa kamu bisa ada di kamar ini?"

"Tuan Muda menyuruh saya mengantarkan nasi ke kamar, lalu Nona meminta saya untuk menemaninya makan karena Nona Maudy bilang ketika dia makan roti dirinya muntah jadi ia ingin mencoba makanan lainnya. Setelah makan satu suapan, Nona berlari ke kamar mandi," tuturnya.

"Apa kemungkinan dia hamil?" Dinda bertanya pelan.

"Bisa jadi, Nyonya!" pelayan lainnya menimpali. "Karena akhir-akhir ini, Nona Maudy mengeluh sering lemas padahal tubuhnya tidak panas dan makan tetap normal seperti biasa," lanjutnya menjelaskan.

"Semoga saja benar," harap Dinda.

Selang 10 menit dari kedatangan Dinda, Dokter Frans pun tiba. Pria berusia 45 tahun itu, mulai memeriksa kondisi Maudy yang mulai sadar.

Maudy menjelaskan semuanya, penyebab dirinya pingsan.

Dokter Frans meletakkan stetoskop di bagian perut Maudy ia lalu tersenyum. "Sepertinya harus ke dokter spesialis kandungan."

"Kenapa begitu, Dok?" tanya Maudy.

"Dari penjelasan yang kamu berikan sepertinya mengarah pada kehamilan," jelas Dokter Frans.

Dinda yang mendengarnya tersenyum lantas ia berkata, "Baik, Dok. Kami akan segera ke sana!"

Dokter Frans lalu berpamitan pulang.

"Ayo Maudy biar Mama antar kamu ke dokter," Dinda begitu semangat.

"Sebentar, Ma. Aku mau siap-siap," ujarnya.

"Mama tunggu di ruang tamu, ya."

"Ya, Ma."

-

Sesampainya di rumah sakit, Maudy dan mertuanya duduk menunggu antrian.

Dewa yang kebetulan bekerja di rumah sakit itu kebetulan melihat keberadaan Maudy. Ia lalu menghampirinya.

"Dokter Dewa!" Maudy sedikit menundukkan kepalanya.

Dewa menatap plat nama di pintu, "Kamu mau periksa kehamilan?"

"Baru ingin tahu saja, Dok." Jawab Maudy.

"Oh, begitu."

"Do'akan menantu saya hamil, Dok." Mohon Dinda.

Dewa mengangguk mengiyakan sembari tersenyum.

Nama Maudy pun dipanggil perawat.

"Sudah giliran saya, Dok!" pamitnya.

"Ya, silahkan!" Dewa kembali melemparkan senyum.

Maudy dan mertuanya memasuki ruang kerja sang dokter.

-

-

Malam harinya sepulang Zayn bekerja....

Maudy terbaring di ranjang, seharian ini selalu muntah dan mual walaupun begitu ia berusaha agar perutnya terisi makanan meskipun hanya sedikit.

Zayn mendekati ranjang istrinya, "Kata Mama tadi kamu pingsan?"

"Iya."

"Maaf, aku tadi tak pulang karena lagi ada rapat di kota sebelah," ujar Zayn.

"Tidak apa-apa." Maudy berkata lemah.

"Kamu sudah makan malam?"

Maudy mengangguk pelan.

"Aku mau pergi sebentar, kamu tidak apa-apa ku tinggal?"

"Zayn, ada sesuatu yang ingin ku berikan." Maudy mengambil kertas dari laci nakas lalu ia sodorkan.

"Apa ini?"

"Bacalah," jawab Maudy pelan.

Zayn membuka dan membawanya seketika senyumnya mengembang, ia lantas mendekati istrinya dan memeluknya. "Terima kasih!"

Maudy menangis terharu.

Zayn melepaskan pelukannya, "Kamu harus jaga anak ini dengan baik karena dia harapanku!"

Maudy sedikit bingung dengan pernyataan suaminya.

"Mulai besok kamu tak boleh ke mana-mana harus di rumah saja!"

"Bagaimana dengan pekerjaan ku?"

"Kamu bisa bekerja dari rumah dan biarkan Karen yang mengurusnya."

"Aku tidak bisa terus menerus di rumah, Zayn."

"Kamu tetap harus di rumah, aku tidak mau sesuatu terjadi pada calon anakku!"

"Kita."

"Ya, calon anak kita," Zayn meralat ucapannya.

"Bagaimana jika aku bosan?"

"Kamu harus sabarlah, demi dia. Tak terlalu lama menunggu delapan bulan," jawab Zayn asal.

"Aku minta padamu, kamu harus selalu berada di rumah. Jangan terlalu sering ke luar kota," pinta Maudy.

"Aku tidak bisa janji, karena pekerjaan ku mengharuskan pergi ke luar kota untuk beberapa hari."

"Bagaimana jika aku menginginkan sesuatu?"

"Kamu bisa minta tolong pelayan," jawab Zayn.

Maudy lantas terdiam tak bertanya lagi, dadanya terasa perih mendengar jawaban suaminya yang sepertinya tak mempedulikannya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!