Bab 17 - Mengintai Zayn

Pagi-pagi sekali Zayn berangkat ke kantor, ia sama sekali tak berpamitan kepada istrinya. Maudy yang sudah terbiasa diperlakukan seperti itu.

Maudy menikmati sarapan sendirian, setelah itu ia pergi ke kantornya karena bosan berada di rumah.

Karen begitu senang ketika Maudy datang. Wanita itu lantas memeluk sahabatnya.

"Apa kamu begitu merindukan ku?"

"Ya, aku sangat merindukanmu." Melepaskan pelukannya.

"Bagaimana dengan usaha kita?"

"Lancar."

"Syukurlah!" Maudy tersenyum.

"Bagaimana hubungan kamu dengan Zayn ?"

"Ya begitulah," jawabnya.

"Kamu bahagia, kan?"

"Entahlah, Karen."

"Kamu memiliki masalah dengan Zayn?"

Maudy tak menjawab.

"Ayo kita bicara!" ajak Karen.

Keduanya lalu pergi ke ruang kerja Maudy.

Karen lalu menyodorkan sebotol air mineral kepada temannya.

"Terima kasih!" Maudy menerimanya.

Karen duduk di samping sahabatnya itu. "Ceritalah!"

"Sejak aku hamil Zayn berubah, dia memang membelikan barang-barang mewah namun dia tak pernah ada waktu untukku bahkan memelukku juga ia hindari," ujar Maudy.

Karen lantas memeluk sahabatnya itu, "Kamu yang sabar, ya!"

"Aku ingin menyelidikinya," ucap Maudy.

"Kamu ingin aku membantumu?"

"Ya."

"Baiklah, aku akan membantumu. Kapan kita mulai mengintainya?"

"Sekarang, kebetulan aku lagi di luar," jawab Maudy.

"Baiklah," ujar Karen.

Keduanya pun pergi menggunakan mobil Karen, tujuan pertama mereka adalah kantor Zayn.

Mereka berhenti tepat 200 meter dari gedung kantor.

"Kamu yakin kita menunggu di sini?"

"Ya."

Karen sengaja membeli alat teropong agar memantau keberadaan Zayn dari jarak jauh.

Maudy sampai tertawa melihat aksi temannya yang begitu konyol. "Seperti detektif saja!"

"Kita memang menyelidiki seseorang jadi ya harus seperti ini, kalau dia kabur bagaimana?"

"Ya, terserah kamu saja."

Hampir 30 menit mereka memantau akhirnya mobil Zayn keluar dari parkiran gedung kantor.

"Dia keluar!" Maudy menunjuk ke arah mobil suaminya.

Karen gegas menghidupkan mesin mobilnya sambil berkata, "Katakan pada calon keponakan aku, tolong baik hati hari ini. Tantenya ini sedang menyelamatkan kebahagiaan ibunya."

Maudy lagi-lagi tertawa, "Dia akan baik-baik saja!" memegang perut.

Karen mengendarai mobilnya dengan sangat pelan karena kendaraan Zayn juga berjalan lambat.

Mobil Zayn berhenti di sebuah kafe. Mereka berhenti tak jauh dari tempat itu.

Karen kembali mengarahkan teropongnya kepada Zayn tak lama kemudian ia menurunkan benda itu dengan wajah datar.

"Kenapa Karen?"

"Lihat sendiri!" Karen menyodorkan teropongnya.

Maudy meraihnya lalu mengarahkan benda tersebut ke arah suaminya. Maudy gegas menurunkan teropong, matanya berkaca-kaca.

Karena lantas memeluk temannya dan wajah sedih.

"Dia sungguh jahat, Ren!"

"Kamu harus tegas padanya, Dy!"

"Ya," Maudy berusaha menahan air matanya. "Aku harus memiliki bukti, Ren!" lanjutnya.

"Aku akan mengambil foto dan videonya, kamu tunggu di sini!" Karen mengikat rambutnya seperti ekor kuda.

Karen mengambil selendang untuk menutupi rambutnya serta masker penutup mulut tak lupa kacamata hitam.

Karen turun dari mobil dan berpura-pura membeli minuman di kafe tersebut.

Tanpa diketahui kedua target akhirnya Karen berhasil mengambil foto dan video.

Karen melangkah cepat memasuki mobilnya, lalu menunjukkan hasilnya kepada Maudy.

"Kirimkan ke ponselku!"

Karen pun mengirimkan foto dan video kepada Maudy.

Keduanya meninggalkan kafe, Karen mengantarkan sahabatnya itu ke rumah suaminya.

"Jika butuh bantuan, jangan lupa kabarin aku!" ujar Karen sesampainya mereka.

"Iya, Ren. Terima kasih, ya!"

"Sama-sama," ucap Karen tersenyum.

Maudy lalu turun dan mobilnya Karen melesat kembali ke kantor.

-

-

Malam harinya, Zayn pulang ke rumah dengan membawa bunga. Ia menghampiri istrinya yang sedang berada di ranjang sambil memainkan ponselnya.

"Buat kamu!"

Maudy menerimanya lalu mencampakkannya.

Zayn mengernyitkan keningnya.

"Kamu ingin menutupi kebusukanmu itu!" Maudy berkata dengan dingin.

"Kebusukan apa?" Zayn tampak bingung.

Maudy menyibak selimutnya lalu turun dari ranjangnya, duduk di sisi ranjang. Lalu mengirimkan foto dan video ke nomor ponsel suaminya.

Mata Zayn membulat.

"Apa yang ingin kamu jelaskan?" Maudy menatap tajam suaminya.

"Aku dan Milka hanya kebetulan saja bertemu di kafe itu!"

"Jangan memberikan alasan yang tak masuk akal, Zayn!" sentak Maudy.

"Aku tidak berbohong, Maudy!"

"Kamu bilang akan melupakan dia dan membuka hatimu untukku tapi apa, kamu masih berhubungan dengannya. Aku benci kamu, Zayn!" teriak Maudy.

"Maudy, kamu hanya salah paham. Itu semua tidak benar," Zayn memberikan penjelasan.

"Apa aku harus mempercayaimu?"

"Ya, kamu harus mempercayai aku!"

"Tidak, Zayn. Kamu membagi hatimu, harusnya aku menolak anak ini jika tahu kamu tak pernah mencintaiku!" Maudy berkata dengan nada tinggi.

"Jangan berkata....."

"Auww!" Maudy memegang perutnya.

Zayn melihat istrinya duduk di sisi ranjang sembari memegang perut. "Kamu tidak apa-apa, kan?"

"Jangan sentuh aku!" hardiknya.

Maudy mengeluarkan air matanya menahan sakit.

Zayn lantas memeluk istrinya tanpa berkata apa-apa.

"Lepaskan aku, Zayn!" memukul dada suaminya.

"Tidak!" Zayn semakin erat memeluk istrinya.

"Kenapa kamu melakukan ini kepadaku, Zayn?"

"Ini semua salah paham, aku hanya kebetulan bertemu dengannya."

"Kenapa kamu memeluknya?"

"Kami berpelukan bukan memiliki perasaan lagi," jawab Zayn.

"Apa aku boleh berpelukan dengan pria lain walaupun tidak memiliki rasa?"

Zayn melonggarkan pelukannya. "Aku janji akan menjaga jarak dengannya!"

Maudy menyeka air matanya.

Zayn mengecup kening istrinya.

****

Keesokan harinya, Zayn mendekap tubuh istrinya ketika wanita itu memasangkan dasi untuknya.

Meskipun mata sembab, Maudy tetap tersenyum.

Zayn mengecup bibir istrinya. "Aku mencintaimu!"

Maudy tampak cuek dan tak membalas ucapan suaminya.

"Kamu ingin kita pergi makan malam di luar?"

"Tidak."

"Bagaimana jika kita liburan keliling kota ini?"

"Tidak."

"Lalu kamu mau apa?"

"Kita berpisah!"

Zayn memundurkan langkahnya, "Aku tidak akan menuruti permintaanmu itu!"

"Ini yang terbaik untuk kita, Zayn. Kamu bisa bebas bersama Milka!"

"Tidak!"

"Apa yang kamu harapkan dariku? Aku tersiksa dengan sikapmu!" Maudy meluapkan rasa amarahnya.

"Aku janji selalu ada waktu untukmu!"

"Kamu selalu berjanji, tapi kapan berubahnya?"

"Maafkan aku, Maudy!"

"Aku akan mengembalikan semua uang yang Papa Tian berikan kepada kami!"

"Tidak, Maudy."

"Aku lelah, Zayn." Maudy kembali menangis.

Zayn menghapus air mata istrinya dengan jemarinya. "Hari ini aku tidak ke kantor dan akan menemani kamu tuk menebus kesalahanku padamu!"

Maudy tak menjawab.

"Ayo kita sarapan, dia butuh makan!" Zayn mengelus perut istrinya.

Maudy sedikit memundurkan tubuhnya karena tak ingin perutnya di sentuh.

"Kamu tidak mengizinkan aku menyapanya?"

Maudy menggelengkan kepalanya.

"Baiklah, kalau kamu memang belum bisa memaafkan aku. Tapi, aku akan berusaha menjadi suami yang baik untukmu!" Zayn lagi-lagi memberikan kecupan di kening istrinya.

"Kamu mau aku ambilkan sarapan ke kamar?" Zayn menawarkan.

Maudy bergeming.

"Aku akan mengambilnya untukmu!" Zayn membuka dasinya dan jasnya, ia sangkutkan di gantungan lalu berjalan ke ruang makan.

Tak lama pria itu kembali ke kamar membawa makanan. Maudy sudah di atas ranjang dengan tubuhnya bersandar.

Zayn perlahan menyuapkan nasi dan lauk telur ceplok ke mulut istrinya.

Maudy membuka mulutnya meskipun matanya terus mengeluarkan buliran kristal.

"Jangan menangis lagi!" mohon Zayn dengan suara lembut.

Maudy tetap diam.

Zayn kembali menyapu air mata istrinya dengan jemarinya. "Jangan buat calon bayi kita bersedih!" berkata dengan lembut.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!