Bab 9 - Meminta Hak

Maudy yang sedang duduk memainkan ponselnya tampak heran dengan tingkah suaminya yang mondar-mandir di dekat ranjang

"Apa kamu tidak bisa diam?"

Zayn berhenti lalu menatap istrinya.

"Kenapa memandangku seperti itu?"

"Apa kamu sudah siap?"

"Siap apa?" Maudy mengerutkan keningnya.

"Kita akan melakukan hubungan itu!" jawab Zayn.

"Apa aku sedang bermimpi?"

"Maudy, kita harus melakukannya sekarang juga!" Zayn mendorong tubuh istrinya hingga berbaring di ranjang.

Maudy balas mendorong suaminya, "Aku tidak mau!"

"Kamu tidak boleh menolak permintaanku!"

"Kenapa?"

"Karena aku suamimu!"

"Kenapa baru meminta jatah sekarang? Kemarin ketika kita liburan kamu tak menyentuhku bahkan kamu sendiri yang mengatakan kepadaku tidak menyukaiku."

"Aku minta maaf, tapi sekarang kita harus melakukannya!"

"Aku tidak mau menuruti permintaan kamu!" Maudy berkata tegas.

"Kamu harus menuruti aku!" Zayn menarik lengan Maudy lalu ia hempaskan ke ranjang.

Maudy terjatuh dengan cepat Zayn menindihnya.

"Zayn, lepaskan aku!" sentaknya, Maudy berusaha mendorong tubuh suaminya.

"Kita harus melakukannya!" Zayn menyusuri leher istrinya yang terus memberontak.

Sekuat tenaga, Maudy mendorong tubuh Zayn hingga pria itu jatuh terduduk di lantai.

Maudy turun dari ranjang dengan wajah marah dan kecewa. "Aku membencimu!" berkata lantang.

Maudy lalu berjalan ke lemari mengeluarkan beberapa pakaian miliknya.

"Kamu mau ke mana?"

"Aku mau pulang!" Maudy menyusun pakaiannya ke dalam koper dengan menangis.

"Maudy, kamu jangan pergi!" Mohonnya.

"Kita harus mengakhirinya saat ini juga!" Maudy menghapus air matanya.

"Aku tidak mau kita pisah," ujar Zayn.

"Bukankah kamu ingin aku yang menyerah? Sekarang aku sudah melaksanakan permintaanmu itu!" Maudy berkata dengan nada tinggi.

Zayn berlutut memeluk paha istrinya, "Maafkan aku!" lirihnya.

"Lepaskan aku, Zayn."

"Aku tidak akan melepaskanmu," ucap Zayn.

"Sebelum semuanya tambah rumit, mari kita akhiri saja!"

"Tidak, Maudy. Tak ada yang perlu diakhiri. Aku mohon tolong berikan kesempatan untukku jatuh cinta kepadamu."

Maudy seketika terdiam mendengar pengakuan suaminya.

"Tolong, maafkan aku!" lirihnya.

Maudy menyeka air matanya yang terus menetes. "Berdirilah!"

Zayn dengan wajah sendu, "Apa kamu mau memberikan kesempatan padaku?"

Maudy mengangguk.

Zayn tersenyum lalu memeluk istrinya, "Terima kasih!"

Maudy semakin menangis bahunya gemetaran.

Zayn melonggarkan pelukannya, menghapus air mata Maudy dan mengecup keningnya.

*******

Keesokan paginya, Maudy lebih dahulu bangun. Ia pergi ke dapur untuk menyiapkan sarapan untuk dirinya dan suaminya.

Ya, pertengkaran semalam membuat hubungan keduanya membaik. Zayn, berjanji akan membuka hatinya untuknya menjalankan bahtera rumah tangga. Hal itu membuat Maudy luluh dan melunak.

Selesai sarapan, Zayn menghampiri istrinya. Pria itu sudah berpakaian kerja, ia memeluk belakang tubuh Maudy dan mengecup rambutnya.

"Aku belum mandi," Maudy menyingkirkan tubuh suaminya dengan pelan.

"Biarin saja," Zayn tersenyum begitu hangat.

"Kamu sarapanlah, aku mau mandi."

"Kamu harus menemani aku sarapan setelah itu kita berangkat kerja bersama," ujar Zayn.

"Kalau begitu, tunggulah sebentar. Aku mau pergi mandi," Maudy berlalu ke kamarnya.

Istrinya tak tampak, Zayn gegas meraih ponselnya lalu mengirimkan pesan kepada seseorang.

Tak sampai 15 menit, Maudy berjalan menghampiri suaminya dan melemparkan senyuman.

Zayn meletakkan kembali ponselnya dan menonaktifkan nada deringnya.

"Ayo sarapan!" Maudy menyidukkan nasi goreng ke dalam piring suaminya lalu meletakkan telur ceplok beserta irisan mentimun dan tomat serta tak ketinggalan kerupuk.

"Sepertinya enak?"

"Cobalah!" jawab Maudy tersenyum.

Zayn menyuapkan nasi goreng ke mulutnya lalu berkata, "Sangat enak!" pujinya.

"Terima kasih," Maudy tampak senang.

Selesai sarapan, Zayn mengantarkan istrinya ke kantor.

Sesampainya, Maudy mencium punggung tangan suaminya lalu turun. Setelah itu Zayn pergi ke kantor.

Maudy yang hari ini merasa bahagia, selalu tersenyum membuat Karen mengernyitkan keningnya.

"Tumben.."

"Aku lagi bahagia," ucapnya.

"Apa ada kabar bahagia dari Dubai?" Karen menarik kursi lalu duduk di hadapan temannya itu.

Maudy mengangguk sembari tersenyum.

"Aku penasaran, cepat ceritakan!"

"Zayn sekarang mau menerimaku," ujar Maudy.

"Wah, syukurlah. Semoga selamanya dia begitu," ujar Karen.

"Semoga saja," harapnya.

-

-

Sore harinya, Zayn menjemput istrinya. Ia lalu bertanya pada wanita itu. "Apa kamu ingin sesuatu?"

Maudy menggelengkan kepalanya.

"Tidak mau menikmati es krim?" tawar Zayn.

"Boleh."

"Baiklah, kita ke sana!" ajaknya.

Maudy mengangguk pelan dan senyum.

Sesampainya di kedai es krim, Zayn menggandeng tangan istrinya keduanya memasuki tempat itu.

Memesan 2 gelas es krim, keduanya duduk sembari menikmati pemandangan di sore hari dari lantai 2 kedai.

"Kamu sering ke sini?" tanya Maudy.

"Ya."

"Dengan Milka?" berusaha menebak.

Zayn menatap lalu mengangguk pelan.

"Kamu tidak pernah menghubunginya lagi, kan?"

"Tidak, aku sudah berjanji padamu."

"Apa kalian sudah lama berpacaran?"

"Baru setahun belakangan ini."

"Kenapa papa dan mama tak merestui kalian?"

"Aku juga tidak tahu."

"Harusnya, aku menolak menikah denganmu."

"Semua sudah terjadi tak perlu disesali."

"Ya, benar juga."

Ditengah tawa bercanda suami istri itu, Milka seorang diri mengunjungi kedai es krim. Ya, dia pergi ke lantai atas kedai tempat biasa dirinya dan Zayn menikmati minuman manis tersebut.

Seketika Milka terdiam menatap ke arah sepasang pengantin baru itu. "Zayn!"

Suami istri itu mengarahkan pandangannya kepada Milka.

"Dia siapa?" tanya Maudy pelan.

Milka yang tak berkata-kata tampak geram, dengan cepat ia membalikkan tubuhnya dan pergi dari kedai es krim.

"Kenapa dengannya?" Maudy tampak heran.

"Dia Milka," jawab Zayn.

"Apa? Jadi dia kekasihmu?"

"Mantan, Maudy."

"Kenapa tidak dikejar?"

"Aku tidak mau menyakitimu."

"Aku jadi merasa bersalah," ujar Maudy.

"Sudahlah biarkan saja dia!"

"Zayn pasti dia marah padamu."

"Kami tidak memiliki hubungan apa-apa lagi. Kamu jangan khawatir. Cepat habiskan es krimnya!"

"Aku tinggal sebentar ke toilet, ya!" pamit Zayn.

"Ya."

Zayn pun berlalu ke toilet.

Dari jendela lantai atas, Maudy melihat Milka memasuki kendaraannya. Perlahan mobil itu meninggalkan kedai es krim.

Maudy tersenyum lega, suaminya tak mengejar wanita itu.

Tak sampai 5 menit, Zayn kembali dari toilet dan melanjutkan makannya.

-

Sesampainya di rumah, Maudy bertanya, "Kamu mau makan malam apa hari ini?"

"Terserah kamu," jawabnya pelan.

"Baiklah, aku akan memasakkannya untukmu." Maudy mengganti pakaiannya lalu pergi ke dapur.

Hampir sejam berkutat di dapur akhirnya hidangan makan malam siap disantap.

Zayn lebih dahulu di ruang makan, sementara istrinya sedang membersihkan diri.

Di sela-sela obrolan makan malam keduanya, Zayn lantas bertanya tentang kesiapan istrinya untuk melakukan malam pertama.

Maudy tak segera menjawabnya.

"Jika belum siap, tidak masalah. Aku tahu kamu pasti belum sepenuhnya percaya padaku!"

"Bukan begitu.."

"Baiklah, aku tidak akan memaksa," ujar Zayn melanjutkan makannya.

"Zayn, bukannya aku menolak tapi kamu harus menunggu ku seminggu lagi," Maudy berkata pelan.

"Memangnya kamu mau ke mana?"

"Aku tidak ke mana-mana, cuma ku sedang datang bulan," jelasnya.

Zayn mengernyitkan keningnya.

"Setiap wanita pasti mengalaminya," Maudy menjelaskannya singkat.

Zayn mengingat momen ketika Milka cemberut, wajahnya ketus dan marah-marah. Lalu dia bertanya kenapa dengan kekasihnya itu. Dan Milka menjelaskan jika datang bulan.

"Semoga saja sikap dia tak seperti Milka lagi datang bulan," batin Zayn.

"Kamu yang sabar, ya!" Maudy tersenyum memberikan semangat suaminya.

"Ya, aku akan sabar menunggu tujuh hari lagi."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!