Bab 11- Memaksa Hamil

Sebulan kemudian.....

Ketika sarapan pagi, Maudy beranjak berdiri dari kursi ia berlari-lari ke arah wastafel dan mengeluarkan isi perutnya.

Mama Dinda dan Papa Tian pagi ini kebetulan sedang berkunjung ke rumah putranya.

Melihat Maudy muntah-muntah, ekspresi wajah Dinda begitu senang. "Pasti dia hamil?" tebaknya.

"Hamil?" gumam Zayn.

"Ma, jangan begitu belum tentu Maudy hamil bisa saja lagi sakit," ujar Tian.

"Papa ini bukannya senang mendapatkan cucu," protes Dinda.

"Bukan begitu, Ma. Papa tidak yakin menantu kita hamil," Tian melirik putranya seakan menyindir.

"Bisa saja, Pa," sahut Zayn.

"Kita tanyakan saja pada Maudy," ucap Tian.

Maudy kembali ke meja makan dengan wajah pucat lalu menyesap teh hangat.

"Apa setiap pagi kamu muntah?" tanya Dinda.

"Tidak, Ma. Baru pagi ini saja," jawabnya.

"Oh," ucap Dinda dan Tian singkat serta saling pandang.

"Kamu hamil?" tanya Zayn penasaran.

Maudy menggelengkan kepalanya.

"Kenapa tidak hamil?" tanya Zayn.

Wajah Maudy mendadak berubah, ia tersinggung dengan pertanyaan suaminya.

"Zayn!" tegur Tian pelan.

"Apa ada yang salah, Pa?" tanyanya.

Maudy hanya diam dan menunduk.

"Kamu bertanya begitu sudah menyinggung perasaan istrimu, Zayn!" Dinda mengingatkan putranya.

"Maaf, kalau begitu!" Zayn tampak seperti orang tak bersalah.

Maudy mengangguk pelan sembari tersenyum tipis.

"Kami tidak akan memaksa Maudy segera hamil," ujar Tian.

"Yang penting kalian harus berusaha," Dinda menimpali.

"Aku berharap dia lekas hamil," ucap Zayn.

"Kamu lagi sakit, ya?" tanya Dinda.

"Iya, Ma. Sepertinya aku masuk angin," jawab Maudy.

"Kamu istirahat saja, tak usah bekerja," usul Dinda.

"Iya, Ma."

"Kalau begitu, aku berangkat kerja!" Zayn mengelap bibirnya dengan tisu lalu beranjak berdiri, menghampiri istrinya mengecup ujung kepalanya kemudian pergi.

Selepas putranya dan suaminya berlalu, "Apa perlu Mama panggilkan dokter?"

"Tidak, Ma."

"Maudy, maafkan Zayn, ya." Dinda berkata lembut.

"Ya, Ma. Aku tahu pasti Zayn menginginkan aku hamil," ujarnya.

"Kami semua ingin kamu hamil, tapi jika belum waktunya kami takkan memaksanya. Jangan dipikirin, ya!"

"Ya, Ma."

"Mama mau pamit pulang, jika butuh sesuatu katakan pada pelayan saja. Atau kamu minta ditemani ke rumah sakit Mama siap menemanimu," ucap Dinda.

"Terima kasih, Ma."

"Ya," Dinda tersenyum kemudian wanita itu pamit pulang.

Di dalam kamar, Maudy memegang perutnya. Kata-kata Zayn sangat melukai hatinya, "Apa dengan aku hamil, dia takkan berpaling dariku?" gumamnya.

Perkataan ibunya juga terngiang di telinganya. Jika ingin mengikat Zayn adalah dengan kehamilan.

-

Sementara itu, Zayn bukannya bekerja ia malah ke kantor sahabatnya Galang.

"Tumben datang kemari, pasti ada masalah!" tebak pria itu.

"Ya, aku memang ada masalah."

"Dengan istrimu atau Milka?"

"Maudy."

"Kenapa dengannya?"

"Dia juga belum hamil," jawab Zayn.

Galang yang mendengarnya tertawa.

"Kau pasti ingin mengejekku, kalau aku ini lemah!" tudingnya.

"Bukan begitu, Zayn."

"Lalu apa?"

"Kau sudah melakukannya berapa kali selama kalian menikah?"

"Satu kali."

Galang semakin tertawa lebar.

"Memang kenapa dengan satu kali? Apa belum tentu dia hamil?"

"Kau harus melakukannya setiap hari jika kuat!"

"Apa!" Zayn tampak terkejut.

"Rana saja baru hamil ketika usia pernikahan kami tiga bulan. Jangan memaksanya, nanti dia bisa stress," nasihat Galang.

"Tapi, aku ingin dia segera hamil dan melahirkan anak untuk buat keluargaku!"

"Aku curiga denganmu," Galang menatap sahabatnya penuh menyelidik.

"Curiga apa?" Zayn tampak gugup.

"Pasti ada sesuatu dibalik semua ini," tebaknya.

"Tidak ada, aku hanya ingin mewujudkan keinginan kedua orang tuaku saja."

"Kamu yakin?"

"Ya," jawabnya terbata.

-

-

Malam harinya sesampainya di rumah, Zayn kali ini pulang lebih awal jam 7 dia sudah tiba.

"Apa kamu masih sakit?" tanya Zayn ketika berada di kamar.

"Sudah lumayan."

"Aku mau kita melakukannya lagi!"

"Kamu ingin aku segera hamil?"

"Ya."

"Kenapa memaksaku?"

"Ya, karena kamu yang bisa mewujudkannya."

"Maksudnya?"

Zayn tampak gugup.

"Mewujudkan apa?" tanya Maudy.

"Ya, aku mau mewujudkan keinginan papa dan mama."

"Mereka tak memaksaku meskipun menginginkannya."

"Mulutnya mereka berkata begitu, tapi aku yang tersiksa!"

"Baiklah, aku mau!"

Zayn tersenyum senang meskipun hatinya sebenarnya menolak istrinya.

*****

Maudy terbangun dan melihat suaminya tak ada di sampingnya, hujan turun dengan sangat deras membuatnya ingin berlama-lama di ranjang.

Zayn keluar dari kamar mandi dengan rambut habis keramas.

"Apa kamu hari ini akan bekerja?"

"Ya."

"Hari ini hujan," ujar Maudy.

"Kamu ingin kita melanjutkan yang semalam?"

Maudy mengangguk.

"Baiklah, aku senang mendengarnya!" Zayn menaiki ranjang dan tak segan menciumi seluruh wajah dan tubuh istrinya.

Maudy yang mendapatkan sentuhan merasa geli dan tertawa. "Bolehkah aku mandi sebentar?"

Zayn menggeser tubuhnya, "Pergilah!"

Maudy gegas turun dari ranjang dan berjalan ke kamar mandi.

Ponsel Zayn berbunyi, sebuah pesan masuk. Dengan cepat ia meraihnya dan membacanya lalu kemudian membalas pesan.

Maudy keluar dengan rambut dibalut handuk.

Zayn meletakkan ponselnya di nakas, lalu berjalan mendekati istrinya dan menggendongnya.

Zayn merebahkan tubuh Maudy di ranjang dengan lembut, mengecup bibir lalu lanjut ke bagian intim lainnya.

Keduanya menikmati hangatnya ranjang di tengah dinginnya cuaca.

Jam 11 siang, Maudy terbangun tubuhnya terasa pegal. Pagi ini suaminya sangat ganas hingga tak memberikan jeda waktu untuknya.

Ya, mereka melakukannya pagi ini lebih dari satu kali.

Zayn masih belum terbangun, meskipun Maudy sudah mendaratkan kecupan di pipi suaminya.

Maudy berharap dengan kehamilannya nanti pernikahannya langgeng dan suaminya seutuhnya menjadi miliknya.

"Apa kamu ingin menambah lagi?" Zayn bertanya masih dengan mata terpejam.

"Aku sangat lapar," ujar Maudy.

"Setelah makan siang kita lanjut lagi, ya." Zayn membuka matanya.

"Apa kamu tidak lelah?"

"Tidak."

"Aku sangat capek, Zayn."

"Kalau begitu nanti malam lagi, ya."

Maudy mengangguk.

Zayn mendapatkan ciuman di pipi istrinya.

"Aku mau mandi!"

-

Pukul 12 lewat 15 menit, sepasang suami istri itu baru keluar dari kamar. Menikmati makan siang, masakan pelayan.

Ya, ada satu asisten rumah tangga yang menginap di rumah mereka dan 3 orang lainnya datang pagi dan pulang sore.

Zayn makan begitu lahap hingga menambah porsi makannya.

"Kamu tidak salah?"

"Aku harus banyak makan biar tenaganya cukup untuk bertempur!" jawabnya pelan.

Maudy mengedarkan pandangannya, dia berharap asisten rumah tangganya tak ada yang mendengar bisa malu dirinya.

"Apa kemarin kamu mau minum obat kuat?"

"Tidak."

"Syukurlah!"

"Kenapa?"

"Aku akan kewalahan melayanimu!"

Zayn tertawa kecil.

"Aku harap setelah ku hamil, kamu bisa menjauhi Milka."

"Aku dan dia tak memiliki hubungan lagi." Menatap istrinya.

"Dia pernah melabrakku, Zayn."

"Di mana?"

"Sebulan yang lalu, di restoran tak jauh dari kantorku."

"Aku akan beri peringatan untuknya," ujar Zayn.

"Tak perlu, aku takut kamu akan luluh," ucap Maudy.

"Jika tidak begitu, dia akan menyakitimu lagi," ungkap Zayn.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!