Bab 15- Menginap Ke Rumah Orang Tua

Begitu membuka matanya, Maudy melihat suaminya sedang berpakaian bersiap berangkat kerja.

Maudy menyibak selimutnya lalu turun dan berjalan ke kamar mandi.

Selesai urusannya di kamar mandi, Maudy melangkah ke ruang makan lalu ia mendekati asisten rumah tangganya. "Aku ingin makan rujak!" pintanya dengan suara pelan.

"Nona, ini masih pagi dan baru saja bangun tidur," ujar ART lebih tua.

"Tapi, aku benar-benar ingin," Maudy memohon sambil mengelus perutnya.

"Bagaimana setelah Nona sarapan, baru saya akan buatkan?"

"Aku mau sekarang!" Maudy berkata dengan sedikit nada tinggi.

"Saya akan tanyakan pada Tuan, Nona." Wanita itu pun menghampiri Zayn yang lagi sarapan.

"Dia minta apa?" tanya Zayn karena dia mendengar percakapan istrinya dan ART-nya.

"Rujak, Tuan."

Zayn menyudahi sarapannya, ia menyesap kopinya lalu mengelap bibirnya. Beranjak berdiri dari tempat duduknya lalu menghampiri istrinya dan menarik tangannya dengan lembut. "Aku ingin bicara denganmu!"

Maudy mengikuti tarikan tangan suaminya.

Begitu di kamar, Zayn lantas berkata, "Apa kamu tidak kasihan dengan calon bayi yang ada di perutmu itu?"

"Aku memang lagi pengen rujak, Zayn."

"Tapi, ini masih pagi jika makan buah yang asam di tambah sambal yang pedas."

"Aku maunya itu!"

"Tidak boleh, Maudy!" sentaknya.

Tiba-tiba Maudy menangis dan duduk di ranjang. "Kamu tidak tahu bagaimana rasanya hamil."

Zayn menghela nafas.

"Kamu memang tidak pernah mengerti!" Maudy semakin mengeraskan tangisannya.

"Baiklah, kamu boleh makan rujak tapi buahnya jangan ada yang asam dan tidak pakai cabai."

"Mana enak tidak pakai cabai!" protesnya.

"Pakai sedikit saja," ujar Zayn.

Maudy menghapus air matanya, ia tersenyum lalu memeluk suaminya. "Terima kasih!"

Zayn mendorong tubuh istrinya, "Jangan peluk aku, kamu belum mandi!"

Maudy hanya tersenyum nyengir.

-

Sore harinya, Maudy yang sedang menikmati udara sambil menikmati cemilan pisang goreng di atas balkon melihat suaminya keluar dari mobil sembari menelepon dan sesekali bibir Zayn melebar melepaskan senyuman.

"Menelepon siapa dia?" gumamnya.

Maudy lantas ke kamarnya, baru saja membuka pintu ia melihat Zayn gugup dengan cepat suaminya itu mematikan ponselnya.

"Kenapa kamu tidak mengetuk pintu?" bentaknya.

Maudy menjawab dengan terbata, "Maaf!"

"Apa kamu tadi mendengar percakapan ku?" tanyanya dengan nada tinggi.

"Tidak, Zayn."

"Baguslah."

"Memangnya apa yang kamu rahasiakan dariku?" tanya Maudy.

"Tidak ada, hanya urusan kantor. Ku tak mau saja kami tahu karena ini sangat rahasia," jawabnya asal.

"Oh."

"Ya."

"Bolehkah aku menginap di rumah orang tuaku semalam saja?"

"Boleh," jawab Zayn dengan cepat.

"Terima kasih, Zayn." Maudy tampak begitu senang.

-

Maudy diantar suaminya pergi ke rumah orang tuanya begitu sampai sebuah mobil terparkir di halaman.

"Sepertinya ini mobil Dokter Dewa," tebak Maudy.

"Kamu tahu saja mobil pria itu!" celetuknya.

"Aku sering bertemu dengannya," ujar Maudy.

"Apa kamu menyukainya?"

"Jika aku menyukainya, ku tak mau menikah denganmu!" Maudy berjalan lebih dahulu masuk ke rumah.

Wina menyambut putrinya dan memeluknya. "Ibu senang kamu menginap di sini!"

"Tapi Zayn tidak, Ma. Dia mau bertemu dengan kliennya," ujar Maudy.

"Malam-malam begini?" Wina tampak curiga.

"Bukan, Ma. Tapi besok pagi-pagi sekali harus berangkat," jawab Zayn.

"Oh, begitu." Wina baru percaya.

"Dokter Dewa di sini?" tanya Maudy.

"Ya, ayahmu mengeluh pusing dan dadanya sesak makanya telepon Dokter Dewa," jawab Wina.

"Aku mau bertemu dengan ayah, Bu!" Maudy gegas ke kamar.

"Kalau begitu saya pamit pulang, Bu."

"Ya, Zayn."

Zayn melangkah cepat ke mobilnya dan berlalu.

"Ayah!" sapa Maudy.

Rama dan Dewa yang masih mengobrol menoleh kedua pria itu melemparkan senyumnya.

"Kamu sendirian?" tanya Rama.

"Tadi aku datang dengan Zayn, tapi dia sudah pulang," jawab Maudy.

"Oh, mari sini. Ayah sudah lama tidak mengobrol denganmu!" ujar Rama.

"Saya pamit pulang, Paman."

Ya, Nak Dewa. Terima kasih menyempatkan waktunya untuk memeriksa saya," ucap Rama.

"Sama-sama, Paman. Memang sudah tugas saya yang harus siap kapanpun menangani orang-orang yang membutuhkan," ungkap Dewa.

"Terima kasih, Dok!" Maudy tersenyum manis.

"Sama-sama, Maudy. Permisi!" Dewa pun berlalu.

Setelah Dokter Dewa pergi, Rama lantas bertanya, "Bagaimana kamarmu?"

"Aku baik, Yah."

"Calon cucuku?"

"Baik juga, Yah."

"Syukurlah, Ayah senang mendengarnya. Bagaimana hubungan kamu dengan Zayn?"

"Baik, Yah."

"Dia sayang padamu, kan?"

"Ya, Yah. Zayn sering memberikan barang-barang mewah untukku," jawabnya.

"Ayah senang mendengarnya, tak sia-sia kami menjodohkan kalian," ujar Rama.

"Ya, Yah," Maudy tersenyum tipis.

*******

Keesokan harinya...

Jam 5 sore, Zayn datang menjemput istrinya karena dia berjanji kepada wanita itu.

Tangan kiri Zayn mengelus perut istrinya sembari menyetir. "Bagaimana kabar dia?"

"Dia siapa?" tanya Maudy.

"Calon anakku."

"Oh."

"Apa dia baik-baik saja?"

"Ya, dia baik-baik saja," jawab Maudy seadanya.

"Kamu ingin makan sesuatu?"

"Tidak."

"Kebetulan kita lagi di jalan, apa kamu tidak ingin sesuatu?"

"Tidak, aku mau kamu di dekatku saja."

"Baiklah, aku akan di dekatmu," janji Zayn.

"Terima kasih," Maudy tersenyum senang.

Begitu sampai, Zayn yang membawakan tas milik istrinya ke dalam kamar.

-

Malam harinya....

Maudy dan Zayn menikmati makan malam bersama, sangat jarang kegiatan ini mereka lakukan karena suaminya itu selalu pulang malam atau ke luar kota.

"Zayn, aku ingin besok kamu menemani ku ke dokter kandungan," pintanya.

"Akan usahakan!" Zayn berkata sembari mengunyah makanannya.

Maudy tersenyum lalu melanjutkan makannya.

Ponsel Zayn berdering buru-buru ia menjawabnya, 5 menit kemudian ia kembali ke meja makan.

"Pekerjaan lagi?" tebak Maudy.

"Ya."

"Apa pekerjaanmu begitu menyita waktu?" tanya Maudy.

"Ya, akhir-akhir ini aku sangat sibuk."

"Aku harap ketika ku melahirkan kamu ada di sampingku," ujar Maudy.

"Tentunya, aku akan menemanimu menjelang persalinan."

"Zayn, boleh aku tanya sesuatu padamu?"

"Tanya apa?"

"Bagaimana jika aku tidak bisa melahirkan anak ini?"

Zayn memandang wajah istrinya lalu menjawab, "Kamu harus bisa mempertahankannya!"

"Apa sebegitu pentingnya dia untukmu?"

"Sangat penting, dia itu harta karun aku!"

"Maksudnya?"

Zayn terdiam.

"Apa karena kamu menginginkan sesuatu makanya anak ini menjadi alasan?"

"Tidak, Maudy. Anak adalah salah satu harta

paling berharga," Zayn memberikan alasan agar istrinya tak curiga.

"Bagaimana jika aku yang tidak selamat?"

"Ya, aku tidak bisa melakukan apa-apa." Jawab Zayn santai.

Jleb....

Jawaban yang sangat menyayat hatinya.

"Apa aku tidak begitu berharga di matamu?" tanyanya lirih.

"Cukup, ya. Jangan berbicara aneh-aneh lagi, aku mau kamu dan anak kita baik-baik saja dan sehat," jawab Zayn.

Maudy tersenyum tipis.

"Besok jam berapa mau ke dokter?"

"Jam sembilan."

"Tapi, setelah mengantarmu aku mau pergi menemui klien."

"Ya."

Selesai makan malam, Maudy mencari keberadaan suaminya. Dia berjalan mengelilingi rumahnya, matanya tertuju pada punggung pria yang berdiri menghadap kolam renang.

"Zayn!" panggil Maudy.

Pria itu membalikkan badannya, dengan cepat mematikan ponselnya dan memasukkannya ke dalam saku celana.

"Aku mencari-carimu, ternyata di sini."

"Tadi aku lagi menjawab telepon, karena di dalam kurang jelas suaranya," Zayn beralasan.

"Oh."

"Kamu mau apa?"

"Aku ingin mengajakmu tidur," jawab Maudy.

"Mari kita tidur!" Zayn merangkul bahu istrinya.

Ponsel Zayn kembali berdering.

"Kamu tidak menjawabnya?"

"Tidak," jawab Zayn. Ia lantas meraih ponselnya di dalam saku.

Maudy berusaha melirik benda elektronik yang digenggam suaminya namun keburu dinonaktifkan pria itu.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!