Bab 14 - Meminta Perhatian

Dua minggu kemudian....

Hujan turun sangat lebat malam ini, Zayn mengatakan tidak pulang karena ada urusan kantor.

Selama Zayn tahu kehamilan istrinya, pria itu lebih jarang pulang ke rumah. Dalam seminggu ia hanya berada di samping Maudy cuma sehari saja.

Maudy mengelus perutnya yang terasa lapar, ia berjalan menghampiri kamar asisten rumah tangganya yang kebetulan tinggal bersama mereka.

Maudy mengetuk berulang kali, tak lama kemudian 2 orang wanita membukakan pintu.

"Ada apa, Nona?" tanya salah satunya.

"Aku lapar, bisakah kalian membuatkan mie ayam?"

"Tunggu sebentar, Nona." Jawabnya.

Kedua wanita itu pun melangkah ke dapur, sementara Maudy menunggu di ruang keluarga sambil mengemil kentang goreng.

"Sejak aku hamil, kenapa perhatiannya berkurang padahal ketika dia tahu aku mengandung dirinya yang paling senang? Sepertinya ada yang disembunyikan Zayn dariku," Maudy membatin.

Hampir 45 menit menunggu akhirnya mie ayam siap di santap.

"Silahkan, Nona!"

"Kalian ikut makan dan temani aku, ya." Pinta Maudy.

"Ya, Nona." Ucap keduanya serempak.

Sembari makan, Maudy pun bertanya kepada 2 orang asisten rumah tangganya. "Kalian sudah lama bekerja di rumah ini?"

"Baru setahun ini, Nona," jawab ART yang lebih tua. "Karena sebelumnya kami bekerja di rumah Nyonya Besar," lanjutnya.

"Oh, begitu."

Keduanya mengangguk mengiyakan.

"Apa Tuan Zayn pernah memperkenalkan kekasihnya kepada keluarganya?"

"Sepertinya tidak," jawab ART yang usianya lebih muda.

"Kami hanya tahu Nona Maudy saja," ujar yang lainnya.

"Kenapa Zayn tak pernah memperkenalkan kekasihnya kepada keluarganya?"

"Kami kurang tahu, Nona." Jawab salah satunya.

Selesai makan, Maudy kembali ke kamarnya, hujan juga mulai reda. Ia mengambil ponselnya lalu menghubungi suaminya.

Begitu Maudy menempelkan ponselnya di telinga, jawaban pertama yang ia dengar adalah nomor telepon yang anda setuju sedang sibuk.

Maudy pun menurunkan ponsel dari telinganya dan mematikannya, ia melihat jam di benda tersebut menunjukkan pukul 1 malam. "Dia menelepon siapa jam segini?" gumamnya.

Maudy meletakkan ponselnya di atas nakas, ia lalu kembali merebahkan tubuhnya di ranjang.

Hampir sejam di ranjang, matanya tak juga terpejam mungkin karena dari tadi siang ia sudah tertidur.

Maudy kembali menghubungi suaminya, nomornya aktif tapi tak ada jawaban.

Maudy harus menelan kekecewaan, sepertinya suaminya memang menjauhinya.

Maudy akhirnya memilih memainkan ponselnya, ia mencari tahu suaminya dari media sosialnya. Tiga jam lalu Zayn mengupdate kegiatannya di sebuah kafe, mata Maudy beralih ke kolom komentar.

Hatinya semakin sakit ketika suaminya itu membalas komentar seorang temannya 5 menit yang lalu.

Maudy akhirnya menangis, "Kenapa dia lebih cepat membalas komentar orang lain daripada menghubungi aku yang istrinya sendiri?" lirihnya.

Maudy melemparkan ponselnya ke sampingnya, ia berkali-kali menyeka air matanya. "Aku tidak boleh bersedih, bayiku nanti ikutan sedih!"

****

Keesokan harinya, ketika malam tiba...

Zayn pulang dengan membawa beberapa barang-barang yang akan ia hadiahkan kepada istrinya.

Maudy baru saja selesai makan malam, suaminya menghampirinya dan mengecup pucuk kepalanya.

Tanpa kata, Maudy meninggalkan suaminya di meja makan.

Zayn mengernyitkan keningnya, melihat tingkah istrinya.

Maudy memasuki kamarnya, meraih buku di atas meja lalu duduk di kursi sebelahnya.

Zayn menyusul istrinya. "Suami pulang kerja harusnya disambut dengan senyuman bukan diam seperti ini!"

Maudy tetap diam dan tak menghiraukannya.

"Aku bicara denganmu, apa kamu tidak mendengar?"

Maudy menutup bukunya meletakkannya kembali di meja lalu berjalan ke arah tempat tidur.

Zayn menarik lengan istrinya. "Kamu kenapa?"

"Tidak apa-apa," jawab Maudy pelan.

"Kenapa kamu diam begini?"

"Karena aku ingin diam dan tak mau protes."

Zayn memeluk tubuh istrinya, "Apa aku memiliki kesalahan padamu?"

Maudy hanya diam ketika tubuh suaminya mendekapnya.

"Jangan diam begini, katakan saja salahku apa?"

"Aku mengantuk, Zayn." Maudy mendorong pelan tubuh suaminya.

Merebahkan tubuhnya dan menarik selimutnya, Maudy memilih memunggungi suaminya.

Zayn membuka pakaiannya lalu ke kamar mandi.

Maudy kembali menangis, sejak hamil perasaannya sangat begitu halus.

Beberapa menit kemudian, Zayn keluar dari kamar mandi. Melihat bahu istrinya bergetar ia lantas mendekatinya, "Kamu menangis?"

Maudy gegas menyeka air matanya lalu membalikkan tubuhnya.

"Kenapa menangis?"

"Tidak apa-apa."

"Jika ada sesuatu yang ingin dibicarakan, katakan saja. Jangan diam lalu menangis, dasar cengeng!" sindirnya.

"Tidak ada yang ingin aku bicarakan denganmu. Jadi, jangan bertanya apapun!"

"Terus kenapa menangis?"

"Terserah aku mau apa, bukan urusanmu juga!"

"Jika tidak memiliki masalah, kamu takkan menangis!"

"Ya, masalah aku itu ada di kamu. Suami yang tak pernah perhatian dan peduli dengan istrinya yang sedang hamil!"

"Aku selalu perhatian dan peduli padamu. Barang-barang pemberian dariku itu kamu anggap apa?"

"Aku bukan hanya butuh itu saja, Zayn. Luangkan waktumu untukku!" Maudy berkata dengan nada tinggi.

"Aku tidak bisa, Maudy!"

"Kenapa tidak bisa? Sebelum aku hamil hampir tiap malam kamu selalu berada di rumah dan tak pernah pergi ke luar kota. Sekarang kenapa sulit meluangkan waktu bahkan mengabari aku saja kamu tak pernah?" Maudy meluapkan seluruh uneg-unegnya.

"Aku minta maaf!" Zayn berkata pelan.

"Aku butuh pembuktian bukan maaf, bukankah kamu berjanji akan membuka hatimu?"

"Maudy, akhir-akhir ini pekerjaan ku mengharuskan ke luar kota. Tolong, pengertian kamu!"

"Baiklah, jika itu memang mau kamu. Kalau begitu, tolong pengertianmu untuk mengizinkan aku kembali bekerja!"

"Tidak, Maudy!"

"Aku bosan di rumah, Zayn!"

"Aku tidak mengizinkanmu, karena ku khawatir dengan kondisi janinmu!"

"Kamu tidak pedulikan aku?" Maudy bertanya dengan mata kembali berkaca-kaca.

"Aku peduli dengan kamu juga," jawab Zayn.

"Jika kamu peduli, tidak memperlakukan aku seperti ini. Ku juga mau diperhatiin layaknya seorang istri bukan sebagai wanita yang mengandung anakmu saja!"

Zayn terdiam.

Maudy terduduk di sisi ranjang dengan air mata berlinang. "Aku ingin kamu ada di saat ku menginginkan sesuatu, aku ingin berada di dekatmu. Apa aku salah meminta perhatianmu?" lirihnya

Zayn bukannya membujuk, ia malah memilih keluar kamar.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!