Bab 10 - Menunaikan Hak

Tiga hari kemudian....

Maudy dan Karen sedang menikmati makan siang bersama tak jauh dari kantor waralaba miliknya yang bergerak di bidang makanan ringan.

"Bagaimana kabar Intan?"

"Sudah mulai membaik," jawab Karen.

"Syukurlah, lalu bagaimana dengan ibumu?"

"Ibu baik, kemarin dia tidak bisa tidur karena suhu tubuh Intan kembali panas," jelas Karen.

"Ya, semua orang tua pasti khawatir dengan kondisi anak-anaknya."

"Oh, ya. Apa Kak Fahri sudah menghubungimu?"

Maudy menggelengkan kepalanya.

"Kenapa dia tidak mau menghubungimu?"

"Aku juga tidak tahu, bahkan dia menolak seluruh panggilan telepon dari orang tuaku dan keluarga besarku."

"Apa dia tahu jika kamu sudah menikah?"

"Entahlah, aku tidak tahu. Tapi, ku rasa mungkin dia tahu. Ku terpaksa menikah juga karenanya yang membawa kabur uang perusahaan ayah dan menyebabkan kebangkrutan."

"Tapi, sekarang suamimu begitu menyayangimu," ujar Karen.

"Ya, aku bersyukur Zayn mau pelan-pelan membuka hatinya untukku."

Sejam kemudian, Maudy dan Karen beranjak meninggalkan restoran.

Ketika hendak menarik kenop pintu, tubuhnya di dorong seseorang dan hampir membuatnya jatuh.

Maudy gegas melihat wanita yang mendorongnya. Karen dengan cepat menghampirinya.

"Aku tahu kamu sekarang adalah istri Zayn, tapi jangan harap dia mencintaimu. Dia hanya milikku!" ucapnya secara tegas.

"Hei, wanita tidak tahu malu!" bentak Karen.

"Kamu tidak perlu ikut campur!" sentaknya.

"Aku berhak ikut campur karena dia temanku!" Karen berkata lantang.

"Temanmu ini perebut kekasih orang lain!"

"Aku tidak merebutnya!" Maudy membantahnya.

"Ya, kekasihmu yang datang melamar dan menikahi temanku!" Karen ikut menimpali.

"Kalau bukan karena dia yang menggodanya terlebih dahulu, Zayn tak mungkin tergoda."

Karen yang kesal dengan ucapan Milka mendorong tubuh wanita itu. "Pergilah sana!"

Satpam restoran datang menengahi keduanya.

Milka yang kesal lalu pergi dengan cepat mobilnya meninggalkan parkiran restoran.

"Biar aku yang menyetir," Karen menawarkan diri.

Maudy mengiyakan.

Di dalam mobil, Karen lantas bertanya, "Dia siapa?"

"Kekasih Zayn."

"Suamimu memiliki kekasih?"

"Ya, tapi Zayn mengatakan kalau mereka sudah putus."

"Apa wanita itu tak senang diputuskan Zayn?"

"Entahlah, aku juga tidak tahu."

"Sepertinya kamu harus benar-benar menjaga Zayn."

Maudy menoleh ke arah temannya.

"Jangan sampai Zayn tergoda dengannya lagi!"

"Tapi, bagaimana caranya?"

"Aku juga tidak tahu, ku belum menikah dan berpengalaman," jawab Karen sambil menyengir.

"Kamu memberikan saran tapi tanpa contoh sama saja bohong," gerutunya.

"Aku 'kan masih gadis, mana tahu aku hubungan suami istri itu bagaimana."

Maudy mengarahkan pandangannya ke jalanan.

"Bagaimana tanya ibumu saja, dia 'kan lebih berpengalaman," saran Karen.

"Benar juga, ibu pernah bilang jika suamiku macam-macam beritahu dia."

"Nah, coba tanyakan saja dengannya," ujar Karen.

"Kalau begitu, aku akan pergi ke rumah orang tuaku titip kantor, ya!" Maudy menggerakkan kedua alisnya.

"Ya, pergilah!" ucap Karen pasrah.

"Aku pergi meninggalkan kantor hanya sesekali saja," ujar Maudy.

"Iya, ya, hanya sesekali tapi seminggu bisa tiga kali," celetuk Karen.

Maudy tersenyum nyengir, "Aku ke rumah orang tuaku karena mendapatkan saran darimu!"

"Iya juga, sih."

"Ya sudahlah, jika itu menyangkut dengan kebahagiaanmu."

"Terima kasih, Karen."

Setelah mengantarkan Karen ke kantor, Maudy melesat ke rumah orang tuanya.

Sesampainya di sana, Wina yang sedang menikmati drama favoritnya tersenyum ketika melihat kedatangan putrinya.

"Kamu sendirian?"

"Ya, Bu."

"Kenapa kamu ke sini saat masih jam kerja?"

"Ini waktu yang tepat untuk bertanya, Bu."

"Memangnya kamu mau bertanya apa?"

"Tentang Zayn."

"Apa dia melakukan kekerasan kepadamu?"

"Bukan, Bu."

"Dia selingkuh?"

"Aku tidak tahu, Bu."

"Terus kamu mau bertanya apa?"

"Tadi mantan kekasih Zayn melabrakku, Bu."

"Terus kamu hanya diam saja?"

"Ya, tidak juga. Tapi, ada Karen yang membantuku."

"Tapi, kamu tidak apa-apa, kan?"

"Tidak, Bu."

"Syukurlah!"

"Bu, apa yang harus ku lakukan agar Zayn tidak kembali mendekati wanita itu?"

"Kamu harus menservisnya."

"Servis?"

"Ya, kamu harus tampil cantik, wangi dan seksi."

"Jadi, aku harus selalu pakaian terbuka menampakkan belahan dada dan paha, Bu?"

"Ya, tidaklah. Kamu harus memakai pakaian begituan di kamar."

"Begitu, ya."

"Apa kalian sudah melakukannya?"

"Belum, Bu."

"Astaga, Maudy. Kenapa belum, sih?"

"Aku ragu, Bu."

"Ragu kenapa?"

"Aku takut dia akan meninggalkanku!"

"Justru dengan kehamilanmu itu yang dapat menjeratnya!"

Maudy sejenak diam dan berpikir.

****

Beberapa hari kemudian....

Jarum jam menunjukkan pukul 10 malam, Zayn belum juga pulang tadi pria itu beralasan bertemu dengan klien. Maudy tampak gelisah sembari memandangi jam dinding.

Lima belas menit berlalu, pintu kamar terbuka. Mata Zayn membulat ketika melihat istrinya tampak begitu seksi dengan lingerie berwarna hitam.

Maudy menghampiri suaminya, ia membantu pria itu melepaskan dasi dan jasnya.

"Kenapa kamu belum tidur?"

"Aku menunggumu!" jawab Maudy malu-malu.

"Kamu sudah selesai datang bulannya?"

Maudy mengangguk pelan.

"Aku mau membersihkan diri, tunggulah sebentar!" bisik Zayn.

Wajah Maudy tersipu malu.

Sepuluh menit kemudian, Zayn keluar dari kamar mandi dengan rambut yang masih basah dan tubuhnya di balut handuk kimono.

Zayn menaiki ranjang, mendekati istrinya.

Maudy yang jantungnya berdetak kencang tampak gugup, tangannya berkeringat.

Tangan Zayn mengelus lembut pipi istrinya. "Apa kamu sudah siap?"

Maudy menggerakkan sedikit dagunya.

Zayn mendaratkan ciuman ke bibir ranum milik istrinya dan membenamkannya lebih dalam.

Maudy mengalungkan tangannya dan menikmati permainan bibir suaminya.

Jemari Zayn, perlahan menurunkan tali lingerie istrinya.

Zayn lalu melepaskan ciumannya dan mulai menyusuri setiap lekuk tubuh wanita yang ada dihadapannya.

Tanpa malu-malu, Maudy membalas serangan suaminya. Suara erangan kenikmatan menggema di ruang kamar itu.

Hampir sejam bertempur di ranjang akhirnya Maudy terlelap tidur.

......................

Pagi harinya...

Zayn memandangi wajah istrinya lalu tersenyum puas. Ia lalu menyibak selimutnya dan turun dari ranjang.

Memungut handuk yang tergeletak di lantai, Zayn dengan cepat berlalu ke kamar mandi sembari membawa ponselnya.

Di kamar mandi itu, Zayn menatap cermin lalu mengacak rambutnya secara kasar. Ia mengepalkan tangannya begitu kuat.

Zayn memukul keramik wastafel dengan tidak terlalu kuat dan berdecak kesal.

Sementara itu, Maudy terbangun setelah pertempuran panjang yang ia lewati bersama suaminya.

Maudy turun dari ranjang, tak lama kemudian ia kembali duduk karena bagian sensitifnya terasa sakit. "Zayn!"

Suaminya pun keluar dari kamar mandi. "Ya, ada apa?" mendekati istrinya.

"Zayn, sepertinya aku kesulitan berjalan."

"Apa? Kenapa bisa?"

"Aku juga tidak tahu," jawab Maudy.

"Kamu mau ke mana?"

"Ke kamar mandi."

"Biar aku bantu!" Zayn menggendong tubuh istrinya dan mengantarkannya ke kamar mandi.

"Zayn, sudah sampai di sini!"

"Kamu tidak ingin aku mandikan?" goda Zayn

"Tidak," jawab Maudy dengan wajah memerah.

"Baiklah, aku menunggumu di meja makan," ujar Zayn.

"Aku minta maaf tak sempat menyiapkan sarapan untukmu," Maudy tertunduk bersalah.

"Tidak apa, karena semalam kamu sudah memuaskan aku!" Zayn tersenyum menggoda.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!