Monster kelinci yang kali ini kami hadapi berbeda dari biasanya. Bukannya telinga tajam seperti belati, tapi sebuah tanduk panjang seperti Unicorn.
“Akhirnya muncul juga monster legendaris.” ucapku saat menghadapi jenis kelinci mutan lain yang sering muncul dalam cerita fiksi fantasi.
[Kelinci bertanduk]
Seperti namanya, kelinci bertanduk memiliki senjata di dahi berupa tanduk tajam. Cara monster ini menyerang begitu sederhana, hanya berlari menerjang targetnya hingga kemudian menanduknya seperti banteng.
Walaupun serangannya lebih sederhana dari kelinci belati yang bisa melakukan zig-zag. Tetapi kelebihan pada kelinci bertanding adalah kekuatan.
Aku tidak ingin tanduk sepanjang setengah meter itu menembus perutku, jika itu terjadi aku pasti akan langsung sekarat dengan darah yang mengalir deras.
“Tapi aku akan melawannya.”
Ini kesempatanku menggunakan lengan sabit belalang. Walaupun target pengujian tidak cocok karena kelinci bertanduk memiliki postur tubuh seperti kucing. Tetapi aku yakin bisa mengenainya.
“Baiklah kemarilah!.” teriakku bersiap menghadapi serangan.
Roxy yang berada jauh dariku hanya menjadi penonton. Dia berbaring di rerumputan sambil sesekali menguap seakan dia sedang bosan.
Kelinci bertanduk mulai berlari, semakin lama larinya semakin cepat. Kemudian setelah memasuki jarak lima meter dariku, kelinci itu melompat dengan keras membuat gerakannya seperti torpedo, melesat begitu cepat menuju target.
Lompatan kelinci bertanduk hanya bergerak lurus sehingga aku bisa menghindarinya dengan mudah. Yang perlu disadari hanya bagian tubuh mana yang kelinci itu incar, setelah mengetahuinya aku bisa menghindar dengan sempurna tanpa takut terluka.
“Kau pikir serangan mudah seperti itu bisa melukaiku? Masih terlalu cepat seribu tahun kawan.” Dengan sombong aku menggeser sedikit posisiku membuat Kelinci bertanduk melewati ku, monster itu tidak berhasil mendaratkan serangannya.
Bibirku mengembangkan senyum. “Sekarang giliran ku untuk menyerang.” dengan penuh semangat aku mengayunkan lengan Belalang, lalu.....
Suara jangkrik berbunyi dalam keheningan.
Roxy yang tiduran di rumput, menatap dengan bosan kerahku yang tidak berhasil mengenai kelinci bertanduk.
“Hahahaha.... selain memiliki tanduk, kau juga memiliki keberuntungan yang luar biasa rupanya.”
Kelinci bertanduk hanya memikirkan kepala seakan tidak mengerti dengan apa yang aku katakan.
Kelinci berkulit kecoklatan itu kembali menyerang. “Kemarilah, kali ini serangan dariku akan mengenai mu.” lengan Belalang aku ayunkan, “Keberuntungan yang kau miliki sudah habis, hahaha...”
Werrrr! Seranganku kembali melesat.
Jleb! Suara sesuatu yang tertusuk.
“Hemmmm....”
Dengan tenang aku menatap lengan Belalang yang sudah berkali-kali aku gunakan tapi tidak kunjung mengenai kelinci bertanduk. Sementara itu dadaku tertembus oleh tanduk kelinci tetapi aku tidak peduli.
Cangkang kelabang besi cukup keras untuk menahan serangan kelinci bertanduk. Tetapi serangan kelinci masih tetap kuat hingga mampu menembus dua lapis cangkang besi dari tiga lapis yang aku gunakan untuk melindungi dada.
Akibatnya kelinci bertanduk terjebak dikarenakan tanduknya tidak bisa terlepas dari cangkang yang tertembus.
“Biar aku bantu.” aku menarik kelinci bertanduk yang terjebak, lalu menatapnya sesaat. Kelinci bertanduk tidak kalah imut dengan kelinci belati.
Mata merah mereka membuatku terhipnotis hingga aku tidak tega untuk melukai binatang imut ini. Tetapi aku harus melakukannya....
“Hiyaaa!”
Kelinci bertanduk aku lempar ke udara, lalu dengan cepat aku menebasnya dengan lengan Belalang sembah. Walaupun agak sulit tapi akhirnya aku bisa mengenai bola bulu itu, membuat darah memercik ke segala arah.
“Akhirnya aku bisa melakukannya.” ucapku saat melihat lengan Belalang yang dinodai oleh darah kelinci.
Melihat keberhasilanku, Roxy bangkit lalu setelah melakukan peregangan otot, dia menggonggong seakan tidak sabar untuk melanjutkan perjalanan.
“Tunggu sebentar, aku ingin mengganti cangkang besi yang rusak.”
Guk! Roxy menyalak ke arahku.
“Iya aku akan cepat. Tck, bukankah kau gadis yang sangat tidak sabaran.”
Setelah mengganti cangkang besi yang rusak aku dan Roxy melanjutkan perjalanan menuju Mini market.
Hanya beberapa menit setelah berjalan dari tempat aku berlatih menggunakan senjata baru (Lengan Belalang Sembah). Kami sudah melihat tempat yang kami tuju.
Roxy yang tidak sabar ingin segera berlari, tapi aku segera mencegahnya. “Tenang kawan” wajahku berubah menjadi serius,.
“Kita sudah sejauh ini, kau tidak ingin perjalanan ini justru berakhir dengan kegagalan lainnya bukan?.” Roxy menatapku dengan heran, tapi aku terus memperhatikan sekitar.
Perasaanku mengatakan ada sesuatu yang tidak beres. “Area ini terlalu tenang.” Mendengar perkataanku Roxy segera memahami apa yang salah.
Tidak ada monster di sekitar Minimarket. “Apakah ini ulah manusia atau monster?. Aku berharap ada seseorang yang masih bertahan.”
Jika yang membersihkan area sekitar adalah manusia, setidaknya aku bisa berharap jika manusia itu memiliki sifat baik dan mudah untuk diajak bicara.
Tetapi aku pun sadar jika terkadang sifat manusia lebih buruk dari para monster. Ingatan film tentang kehidupan setelah kehancuran besar terus tergambar di kepalaku.
Di dunia yang hancur ini, sistem telah hancur. Manusia menganut hukum rimba, dimana yang kuat akan berkuasa sementara yang lemah hanya bisa menunggu giliran untuk dimakan.
Kekerasan dan penipuan adalah hal wajar, tidak akan ada yang menegakkan keadilan untuk orang lemah dan bodoh.
“Tetapi, setidaknya jika itu manusia masih ada kesempatan untuk bertemu orang baik.” aku tetap mencoba bersikap positif.
Melihat area sekitar dengan lebih teliti, aku tidak menemukan satu pun mayat, baik manusia maupun monster tidak ada satupun yang aku temukan. Yang ada hanya darah yang tercecer di beberapa tempat.
Menemukan fakta ini membuatku semakin pesimis jika yang memberikan area sekitar Minimarket adalah seorang manusia.
Karena aku merasa tidak mungkin seseorang akan membersihkan mayat tanpa meninggalkan jejak sedikitpun.
Darah disekitar area seakan menunjukkan mayat monster maupun manusia menghilang ditempat mereka meninggal.
Tidak ada ide tentang monster yang menyebabkan semua ini, aku hanya bisa bertanya pada Roxy.
“Bagaiman menurut mu kawan?.”
Roxy hanya menggonggong ke atas.
“Apa menurutmu itu burung?.”
Roxy menggelengkan kepalanya seperti mengatakan jika tebakanku salah.
“Lalu apa...” Ketika aku kembali melihat keatas dengan lebih teliti aku melihat jaring.
Jaring laba-laba yang sangat tipis melintas dibeberapa tempat tinggal, saat aku mengikuti kemana jaring itu berasal maupun berakhir, aku melihat beberapa kepompong dengan berbagai ukuran.
Aku hanya bisa menelan liurku sendiri, ketika menyadari moster penghuni area Minimarket.
Dilihat dari manapun melawan monster penghuni area ini akan sulit, “Tiba-tiba saja dihadapkan pada rintangan yang tidak masuk akal.” aku cukup frustasi memikirkannya. Rasa saki di rongga mataku semakin memperburuk keadaan.
Roxy kembali menggonggong ke arahku, membuatku kembali menenangkan diri. Aku berjongkok didepan anjing itu lalu mengelus kepalanya.
“Roxy, bagaimana menurutmu?.” Tanyaku apakah dia memilih untuk melanjutkan atau kembali. Dia hanya menggonggong kearah Minimarket sebagai balasan.
Jawaban yang sangat mudah dimengerti.
“Persiapkan dirimu Roxy, kita akan melawan Bos Field!.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 122 Episodes
Comments
Nino Ndut
au dah..sebenernya bagus nih novel plus penjabarannya jg epik cm knp mc nya model begini???????
2023-02-13
0
•Aergrid[♧
mata naga nya mana
2022-12-21
2