Sania telah berjalan sejauh empat kilometer, beberapa Desa telah ia lewati, namun tak ada satu pun sarana transportasi ia temukan, akses telekomunikasi pun belum menjangkau ditelepon genggamnya. Sania merasa ada yang aneh dengan perjalanannya, sejauh jarak yang ia tempuh membawanya kembali ke arah yang sama.
“Perasaan gue udah jalan jauh banget deh, kemarin naik ojek gak sampai sejauh ini dari pelabuhan,” gumam Sania mengingat jarak tempuh yang ia lalui kemarin saat bersama Aliza.
Ia kembali melihat kompas, pelabuhan terdapat di arah Timur, tetapi tetap saja dia kembali lagi ke arah Selatan. Berjam-jam Sania melakoni perjalanan yang berulang kali, melintasi jalan yang sama, lalu berujung di tempat yang sama sebelumnya. Sania yang lelah, mencoba untuk istirahat sejenak, ia melirik jam sudah menunjukkan pukul dua siang, tak ada salahnya ia bersandar di pohon untuk memulihkan tenaganya.
“Ternyata benar kata Kiki, yang kami lakukan berbahaya, membahayakan diri kami sendiri,” lirih Sania mengingat peringatan Kiki kepada dirinya dan Aliza.
Sania diliputi perasaan kesal terhadap direktur redaksinya, karena direkturnya lah hingga mereka harus mengambil keputusan besar itu agar tetap bertahan menjadi penulis kolom.
Mata sipitnya mulai mengantuk, tetapi ditelinga nya terdengar suara riuh seperti orang-orang yang sedang melakukan aktivitas jual beli. Sania merasa di sekelilingnya ada keramaian yang tak kasat mata. Dia merasa sedang di tengah pasar, suara deru kendaraan pun terdengar berbaur dengan orang-orang yang sedang bernegosiasi harga.
Sania teringat dengan cerita para pendaki gunung. Suara bising di tengah kesunyian hutan acap kali mereka dengar. Bukan suatu kebetulan, melainkan suara itu berasal dari aktivitas makhluk gaib yang sedang melakukan aktivitas seperti manusia pada umumnya.
‘Astaga, gue kayaknya sedang ada di jalur protokol mereka deh, gue takut ya Tuhan,’ lirih Sania dalam hati.
Seluruh bulu kuduknya merinding, tak henti mengumandangkan doa-doa agar ia tak diganggu oleh makhluk yang ia yakini mereka sedang lalu lalang didekat-Nya. Dia tahu, jika salah melangkah saja, itu akan membuat dirinya celaka karena energinya berbenturan dengan makhluk gaib.
Para makhluk itu pun tahu keberadaan Sania di tempat itu. Tetapi mereka tak peduli itu, selama Sania tidak mengusik dan tidak menghalangi jalur tempuh mereka.
‘Gue harus tetap disini, gue harus melewati waktu Ashar jika ingin melanjutkan perjalanan,’ ucap Sania dalam hati.
Saran seperti itu yang diberikan Aliza terhadapnya, Aliza sudah mewanti-wanti bahwa aktivitas kesibukan makhluk gaib ada pada waktu siang bolong, Magrib, serta malam hari menuju pukul dua belas malam.
‘Ya Tuhan, apa yang gue harus lakuin untuk mengabaikan suara bising ini? Gue takut jika mereka iseng,’ ucapnya kembali dalam hati.
Aliza menunggu Garret di ruang tamu, sudah lima jam pria keturunan Inggris itu tak keluar dari kamarnya. Aliza takut jika selalu saja melakukan aktivitas sendiri di rumah itu, dia takut jika yang dilakukannya adalah hal-hal yang dapat merugikan dirinya sendiri.
“Apa tadi ada yang salah dengan ucapan ku, lalu dia tersinggung,” gumamnya mengingat-ingat kalimat terakhir yang diucapkan pada Garret.
Karena merasa bersalah, Aliza pun beranjak ke kamar Garret. Ia mengetuk perlahan seraya memanggil nama Garret.
“Kamu tidur ya?” tanya Aliza seraya mengetuk pintu kamar itu.
Garret tahu saat itu Aliza ketakutan bila seorang diri, tetapi jika terus bersama Aliza, dia tak mampu menahan perasaannya, juga hasratnya pada perempuan yang ditakdirkan untuknya itu. Garret tahu, dia hanya menunggu waktu yang tepat untuk memiliki Aliza sepenuhnya, sesuai bayangan lakon yang sering kali ia lihat.
“Ada apa?” tanya Garret seadanya.
“Apa aku membuat kesalahan?” tanya Aliza.
“Tidak, aku hanya sudah terbiasa sendiri, jadi dengan adanya kamu di sini, aku tidak menyadari bahwa aku harus lebih menghargai tamuku, maaf ya,” ujar Garret.
Aliza yang takut diabaikan Garret malah meraih tubuh pria itu untuk dipeluknya, dia pun tak menyadari yang dilakukannya saat itu, semua terjadi begitu saja dan ia merasa aman jika berada di samping Garret.
“Kau kenapa?” tanya Garret yang terkejut karena Aliza memeluknya dengan erat.
“Aku tidak tahu bagaimana keselamatan ku selanjutnya, tetapi aku mohon, jangan tinggalkan aku, tetaplah bersamaku sebelum aku bisa benar-benar keluar dari hutan ini,” ucap Aliza penuh harap.
Garret belum juga menyambut pelukan Aliza. Dia tahu, saat itu Aliza hanya sedang ketakutan sehingga ia diminta Aliza untuk selalu bersamanya.
“Bagaimana jika kamu masih lama keluar dari sini?” tanya Garret.
Aliza melepaskan pelukannya, dia memandang Garret kebingungan. Aliza tidak ingin tinggal berlama-lama di hutan Canai. Ada Ibunya yang menunggunya, selain menunggu, Aliza juga tulang punggung keluarga, bila tak kembali ke dunia manusia, siapa yang akan membiayai sekolah adik-adiknya nanti? Ditambah lagi ada Fuad, pacar yang sudah tiga tahun menjalin kasih dengannya, bahkan bulan depan mereka berencana melangsungkan pertunangan.
“Aku harus keluar dari sini, ada Ibuku yang menunggu ku, membutuhkan aku,” jawab Aliza.
Garret mengerti itu. Tetapi ia bingung dengan bayangan yang dilihatnya, mengapa dia melihat Aliza sedang hamil dan menggendong anaknya? Bagaimana kisah mereka seharusnya yang terjadi? Batin Garret begitu banyak menerka-nerka.
“Aku akan berusaha, tapi aku tidak janji, di Gapura tempat kamu melanggar itu pintu dimensi hutan Canai, di sana di jaga ketat, untuk melewati pintu tidak semudah itu, jika mereka menangkap mu, kamu bisa dipenjara untuk sementara waktu, aku pun tidak bisa berbuat apa-apa, di dunia kami, sama seperti sistem pemerintahan di dunia mu, semua memiliki aturan,” jelas Garret panjang lebar.
Sekujur tubuh Aliza lunglai, dia tidak menyangka ada banyak rintangan yang akan ia lalui untuk kembali ke dunianya. Dia berusaha menenangkan pikirannya terlebih dulu, berusaha memahami bahwa yang terjadi pada dirinya sudah kehendak sang khalik. Aliza harus menghadapinya, suka tidak suka, dia harus menjalani konsekuensi karena tidak sopan bertamu di wilayah makhluk lain.
“Kalau begitu, jangan biarkan aku sendiri, aku takut, apalagi di luar sana terdengar suara-suara bising yang aneh,” ujar Aliza.
Garret tersenyum kecil, ternyata Aliza terusik oleh suara-suara riuh yang berasal dari tempat hiburan para makhluk Canai. Di dekat rumah Garret, terdapat bangunan yang tempat berkumpulnya para penghuni Canai ingin menghibur diri, mereka berpesta tanpa mengenal waktu.
“Nanti kamu juga akan terbiasa, aku akan mengajak mu melihat apa yang mereka lakukan di sebelah sana,” kata Garret menawarkan pada Aliza untuk melihat aktivitas pesta penghuni hutan Canai.
Garret menggendong Aliza ke lantai dua rumahnya, dari atas dengan jarak yang tak terlalu jauh, Aliza melihat dengan jelas para penghuni Canai saat itu sedang berpesta.
“Ternyata mereka juga dugem,” ucap Aliza terheran.
Namun tiba-tiba Garret saat itu hilang kendali karena terlalu fokus memandangi Aliza. Dia terjatuh ke lantai bersama Aliza sehingga tubuh perempuan itu menindihnya. Mata keduanya saling bertautan, sama seperti Garret, Aliza pun terkagum dengan ketampanan pria itu, selain tampan Garret juga memiliki pribadi yang baik, sopan, dan lemah lembut, sangat jelas di setiap intonasinya saat berbicara pada Aliza.
“Aku selama ini sepi, aku butuh teman hidup,” ucap Garret pada Aliza.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments
Mr.VANO
ya ampun bisa2 alisa gak pulang ke dunia manusia krn kesemsem jin tampan
2023-03-31
0
$uRa
hantu yang sopan..
2023-03-01
0