Sania yang sudah sampai di penginapan bergegas menemui Nenek Satia. Dia menceritakan tentang kehilangan Aliza yang tak meninggalkan jejak sedikit pun, sementara Kakek Latua ke rumah juru kunci lainnya untuk meminta bantuan.
“Saya harus bagaimana, Nek? Kasihan sahabat saya,” tanya Sania seraya menangis tersedu-sedu.
Sania ketakutan jika sahabatnya itu tak dapat lagi kembali bersamanya ke Kota.
“Tunggu, kita berusaha cari dulu, semoga saja dia belum masuk pilar Canai,” ujar Nenek Satia penuh harap.
Sania tetap saja gelisah, dia merasa harus bertindak. Sahabatnya menghilang di hutan belantara, hanya menunggu Jabar dari para juru kunci baginya itu tak cukup. Sania memutuskan untuk segera keluar dari Desa Kunan mencari jaringan telepon, dia akan memberikan informasi pada pihak keluarga Aliza dan pihak kantornya.
Sania melirik jam tangannya, masih pukul sepuluh pagi, dia memperhitungkan jarak waktu tempuhnya jika harus kembali lagi ke Desa Kunan setelah mencari akses telekomunikasi di Desa lain.
“Jika teman saya kembali, beritahu tunggu saya sampai kembali, Nek,” pesan Sania pada Nenek Satia.
Sebenarnya Nenek Satia tidak setuju dengan langkah Sania itu, tetapi karena Sania sudah bersikukuh dengan keinginannya, Nenek Satia tak mampu mencegah Sania untuk keluar dari Desa Kunan.
Para jujur kunci terlihat berbondong-bondong menuju ke hutan Canai. Beberapa dari mereka meyakini bahwa Aliza sudah di belenggu oleh penghuni Canai. Salah satu dari juru kunci itu bercengkerama dengan penghuni Canai bahwa ada manusia yang sudah mengganggu ketenteraman sehingga menyalakan cahaya pilar.
“Sepertinya perempuan itu belum masuk cahaya pilar,” kata juru kunci itu pada Kakek Latua.
“Lalu gadis itu ke mana?”
“Sepertinya ada makhluk lain yang menyembunyikannya, saya takut jika dia dijadikan budak,” sahut juru kunci itu.
Kakek Latua menghela nafas berat, ia tidak menyangka tamunya itu adalah korban dari kelalaiannya. Kakek Latua menyesali karena tidak menegaskan aturan-aturan yang harus di patuh pada Aliza dan Sania.
Aliza terbangun dari tidurnya, dia terkejut karena hanya seorang diri di ruang tamu. Aliza menyeru memanggil nama Garret, tetapi pria itu tampan tak kunjung menampakkan batang hidungnya. Perlahan Aliza menjelajahi rumah Garret, terdengar suara berisik di dapur, ternyata itu Garret yang sedang memasak.
Menyadari kehadiran Aliza di belakangnya, Garret tersenyum kecil
“Kau sudah bangun, mari sini,” kata Garret tanpa menoleh ke Aliza.
Meskipun sedang di dimensi berbeda bersama makhluk asing, Aliza sudah tak memiliki ketakutan terhadap Garret. Ia yakin, semua yang di ucapkan Garret adalah kejujuran, dia akan baik-baik saja selama ada di samping pria berahang kukuh itu.
“Kau lapar?” tanya Garret.
“Ta-tapi,” sahut Aliza yang ragu mengucapkan kegelisahannya.
“Tapi kamu takut dengan makanan kami?” tanya Garret menebak.
Aliza mengangguk pelan, dia takut makanan yang akan ia makan bukan makanan untuk manusia, melainkan makanan jin yang berasal dari kotoran. Hak itu ia ketahui dari cerita legenda tentang makanan makhluk dimensi lain.
“Tenang saja, aku makan makanan manusia, karena aku manusia juga dulunya, semua manusia yang terperangkap di hutan Canai memakan makanannya sendiri, kamu beli di pasar Desa Kunan,” jelas Garret sesuai fakta yang sudah berpuluh tahun ia jalani.
Setiap hari ia berkunjung ke pasar Desa Kunan untuk membeli makanan manusia. Baik itu perlengkapan pangan, ataupun perabot rumah tangga yang mereka pakai, bahkan di penghuni Canai mengikuti perkembangan zaman seperti manusia.
“Aku sudah membersihkan kamar mu, setelah makan, kamu bisa istirahat lagi,” lanjut Garret.
Pria itu menyusun sajian yang sudah ia masak di atas meja makan, sementara Aliza masih mematung ditempat-Nya. Dia tak habis pikir dengan kehidupan penghuni Canai yang sama seperti manusia. Rumah Garret pun mirip dengan rumah-rumah modern di kota besar.
“Kau masih ragu?” tanya Garret membuyarkan lamunan Aliza.
“Em ..Tidak, cuman ..” sahut Aliza menyembunyikan kekhawatirannya bila memakan makanan Garret.
“Cuman apa?” tanya Garret mendekatkan wajahnya ke Aliza. Bila mata birunya memandangi gadis cantik itu tanpa berkedip.
“Kata cerita mereka, jika kita tersesat di dunia lain, lalu memakan makanannya, aku tidak bisa kembali lagi ke dunia ku,” jawab Aliza terbata-bata. Pesona Garret membuatnya gugup.
“Benarkah? Berarti mereka salah mengartikan, di dunia seperti ini, bukan makanan yang menjebak mereka, tetapi iming-iming kemudahan hidup, dunia yang saat ini kamu tempati, segalanya bisa instan tanpa kamu bersusah payah seperti duniamu, perputaran ekonomi kami dari harta yang kami buat sendiri,” papar Garret.
Aliza yang belum mengerti berusaha berpikir keras tentang harta yang di buat sendiri oleh kaum dimensi lain.
“Harta yang kalian buat sendiri? Maksudnya?” tanya Aliza.
“Di setiap sisi bumi ini menyimpan banyak harta yang tai terlihat, di gunung memiliki banyak timbunan emas dan batu yang tak dapat di jangkau manusia, itu cara Tuhan memberikan rezeki kaum dimensi lain, makanya terkadang manusia ada yang salah mengartikan meminta kekayaan dari jin, padahal mereka tidak tahu sebab semua itu dari mana,” jelas Garret yang sudah sangat memahami segala siklus kehidupan di dunia jin.
Aliza terperangah, pantas saja, sering kali ada manusia yang tiba-tiba mendapatkan benda berharga yang berasal dari timbunan tanah dan di reruntuhan gunung, karena di sisi bumi ini memang menyimpan harta-harta yang tersembunyi.
“Jadi, kamu makan saja, kamu akan pulang, tapi butuh waktu,” lanjut Garret.
Adegan makan itu berlangsung dingin, Aliza larut dalam rasa penasarannya tentang pola hidup di Canai yang sangat taat aturan. Sementara Garret sesekali melirik ke Aliza, dia mengingat siluet tentang masa depannya bersama Aliza.
“Setelah ini kamu mau tidur atau harus buat apa?” tanya Garret. Dia ingin berbuat sesuatu pada Aliza agar perempuan itu tak bosan berada di rumahnya.
“Aku boleh berkeliling dengan kamu? Maksudku ingin mengetahui keadaan hutan Canai yang sebenarnya,” sahut Aliza yang memang memiliki keingintahuan yang tinggi pada sesuatu yang langkah baginya.
“Nanti kita sudah aman, sepertinya ini belum aman, penghuni lain akan mencium aroma manusia pada tubuhmu.”
Aliza mengerti, larangan Garret pasti demi kebaikannya. Bukan rasa jenuh yang akan menghampirinya, melainkan rasa yang lain jika terus berdua bersama Garret di rumah itu.
“Apakah di dunia mu memiliki pasangan suami-istri?” tanya Aliza yang ingin tahu dengan kehidupan asmara jin yang sering kali di kaitkan manusia.
“Kenapa? Kau mau jadi istriku?” Garret malah balik bertanya sehingga menyebabkan Aliza terkejut.
“Kau ingin menjebak ku?!” Aliza menyerang kembali Garret.
“Aku hanya menawarkan, aku bertahun-tahun menunggu seorang gadis yang bayangannya selalu hadir di wajahku,” ujar Garret. Yang di maksud gadis itu ialah Aliza.
Aliza terdiam, dia memahami perasaan Garret yang kesepian. Garret pun juga korban dari penghuni Canai, sebelum dunia berakhir, Garret akan tetap berada di hutan Canai dengan hidup kayaknya seorang jin. Tentu Garret juga merindukan keluarganya, mungkin saja mereka melupakan Garret karena sudah menghilang berpuluh-puluh tahun lamanya.
“Sudahlah, lupakan. Itu hanya candaan agar kita bisa lebih akrab lagi,” sergah Garret. Dia beranjak meninggalkan Aliza menuju kamarnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments
Mr.VANO
suka bacany
2023-03-31
0
$uRa
masih lanjut baca ....
2023-03-01
0