Kakek Latua dan Sania sudah menyelesaikan ritualnya, keduanya baru menyadari bahwa Aliza sudah tak bersama mereka lagi. Kakek Latua bergegas memohon doa agar tamunya itu dikembalikan oleh penghuni hutan Canai.
“Kenapa, Kek?” tanya Sania yang juga ketakutan.
“Kita pulang terlebih dulu, temanmu sedang berada di alam yang berbeda, sepertinya dia melanggar pantangan,” jelas Kakek Latua.
Sania enggan beranjak pergi, dia tetap ingin mencari Aliza karena tak ingin sahabatnya itu ditinggalkan seorang diri dalam hutan yang amat gelap.
“Enggak, Kek. Aku mau nunggu Aliza, kali aja dia akan kembali,” kata Sania.
“Kita akan kembali, tapi lebih baik kita pulang dulu, para penghuni hutan canai sedang berkeliaran jika ada manusia yang melanggar pantangan, ayo, kalau kamu mau selamat,” jelas Kakek Latua yang juga sudah gemetaran karena ketakutan.
Sania berat meninggalkan Aliza seorang diri di hutan itu, tetapi jika mereka semuanya menghilang, bagaimana bisa Aliza ia di temukan? Batin Sania dilema. Tangannya di tarik paksa oleh Kakek Latua untuk bergegas keluar dari hutan canai.
“Lebih baik kita pulang dulu, nanti saya akan berusaha berdiskusi dengan kuncen lainnya,” kata Kakek Latua mengambil cara bijaksana.
Sania telah menurut, dia dan Kakek Latua berjalan cepat kembali ke penginapan, sesekali menoleh ke belakang berharap ada Aliza yang mengikutinya.
“Ayo cepat,” seru Kakek Latua agar Sania lebih mempercepat langkahnya.
Sania saat itu berjalan sambil menitikkan air matanya, dia tak menyangka akan kehilangan Aliza di hutan Canai, di pikirannya berkecamuk dengan musibah yang menimpa sahabat karibnya itu.
“Gue merasa bersalah banget ninggalin lu, Al,” lirihnya.
Garret dan Aliza masih berada di atas pohon. Pria berbadan kekar itu melihat di sekelilingnya, merasa sudah aman, dia pun berinisiatif membawa Aliza pergi.
“Lebih baik kita ke tempat ku saja, jika berlama-lama disini, kita bisa tertangkap,” usul Garret.
“Kemana? Ke cahaya pilar itu?” tanya Aliza.
“Bukan, ke rumah ku, aku akan menyembunyikan mu sampai keadaan aman,” sahut Garret dengan niat baiknya.
Aliza tak memiliki pilihan lain lagi, dia pun tak sanggup jika tetap berada di pohon itu, tubuhnya melemah karena energinya diserap oleh dimensi lain. Mempercayai Garret adalah satu-satunya solusi agar ia tetap tenang, setidaknya dia tidak melakukan yang akan merugikan dirinya sendiri.
Tanpa menunggu jawaban, Garret meraih tubuh Aliza lalu membawanya terbang. Aliza memejamkan mata karena yang ia rasakan hanya kibasan angin, sesekali ranting pohon menghalau jalan mereka. Melingkarkan kedua tangannya di punggung Garret, mempercayakan keselamatannya kepada pria berwajah blasteran itu.
Beberapa menit berselang, kibasan angin itu tak dirasakan lagi oleh Aliza, akan tetapi dia masih takut untuk membuka matanya. Garret menggendong Aliza ke rumah yang cukup mewah. Rumah yang tak kasat mata, rumah yang tak mampu di lihat oleh manusia bila tak memiliki kekuatan batin.
“Kita sudah sampai di rumah ku, di sini aman, para penghuni Canai tidak akan berani menerobos rumah-rumah penghuni lainnya,” jelas Garret.
Aliza perlahan membuka matanya, dia merasa sudah duduk di atas sofa yang empuk. Bertapa terkesimanya ketika melihat keadaan rumah Garret yang mewah. Perabot rumahnya pun sama dengan yang dimiliki manusia. Aliza tak bergeming sama sekali, dia masih terkesima dengan segala yang di suguhkan oleh pandangannya.
“Beristirahatlah, kamu sepertinya sudah kehabisan energi,” ujar Garret.
Aliza hanya mematung, dia memandangi Garret tanpa berkedip. Dia mengingat sosok pria yang mengawasinya saat berada di penginapan.
“Kamu yang ada di penginapan itu?” tanya Aliza menebak.
“Iya, itu karena penghuni Canai dan Desa sudah mengintai mu, karena kamera yang kau bawa itu,” jawabnya.
Aliza melihat kameranya yang masih bergantung di lehernya. Ya, sejak kemarin ia tak henti memotret keadaan Desa dan hutan. Ternyata itu salah satu pantangan yang tidak boleh dilakukan sebelum mendapat izin dari penghuni setempat.
“Apa aku bisa kembali ke dunia ku?”
Garret terdiam, untuk mengembalikan Aliza bukan hal yang mudah, ada banyak rintangan yang harus mereka lalui. Saat itu para penghuni Canai sedang marah dengan manusia yang pernah berkunjung sebelumnya karena telah berbuat buruk di tempat mereka. Ada yang membuang hajat sembarangan, ada yang pula melakukan hubungan badan di tempat ibadah penghuni Canai. Bahkan di gapura canai ada sebagian manusia yang buang air kecil seenaknya.
“Apa sebelum kau ke tempat kami, kau tidak tahu tentang hutan ini? Kenapa kamu seberani itu datang ke tempat kami? Apa hanya karena penasaran?” tanya Garret kesal.
Dia juga sangat bosan menghadapi manusia yang memiliki akal tapi tak menggunakannya. Seharusnya sebagai sesama makhluk hidup, mereka harus saling menghargai, bukan malah seenaknya berbuat tidak sopan hanya karena kaum mereka yang tidak terlihat.
“A-aku, tidak tahu begini akan terjadi,” sahut Aliza pelan. Ia menundukkan wajah karena menyesali sudah melanggar pantangan.
“Risikonya, kamu akan butuh berbulan-bulan untuk bisa keluar dari sini, tersesat di hutan bukan hanya tersesat di antara pohon saja, tetapi tersesat di dimensi lain, untung saja yang menemukan kamu adalah aku, jika penghuni lain, kamu sudah dijadikan budak,” jelas Garret.
Dia tahu penghuni lain sering kali menghukum manusia yang melanggar pantangan untuk dijadikan budak seumur hidup. Jiwanya di belenggu tak memiliki daya untuk kembali seperti manusia pada umumnya.
“Ja-jadi, kamu mau jadikan aku budak?” tanya Aliza gemetaran. Dia langsung bertekuk lutut agar Garret tak melakukan hal demikian terhadapnya.
Garret menyeka rambut Aliza yang sudah menangis histeris karena ketakutan.
“Aku sudah bilang, aku tidak jahat. Berhentilah menangis, selama kamu masih bersamaku, kamu akan aman, percayalah ..”
Garret memeluk Aliza, dia mengerti ketakutan Aliza sebagai manusia biasa, terlebih lagi seorang perempuan yang berasal dari kota modern, tentu tidak mudah menerima segala konsekuensi atas perbuatannya sendiri.
“Istirahatlah,” ucap Garret berbisik di telinga Aliza.
Aliza menurut, dia beristirahat di sofa, sementara Garret memasang pengamanan di sekitar rumahnya, itu cara agar suara dan aroma manusia Aliza tak dapat tercium oleh penghuni Canai lainnya.
Garret kembali masuk ke dalam rumahnya, dia melihat Aliza sudah tertidur lelap. Dia mendekat ke Aliza, mengamati wajah Aliza yang terlihat sangat lelah karena beradaptasi di dimensi berbeda. Garret tertegun, dia melihat ada siluet anak bayi yang saat itu ia gendong bersama Aliza. Seketika Garret menjauh dari Aliza, dia terkejut dengan gambaran kondisinya yang ia yakini itu masa depannya.
“Mungkin kah perempuan ini yang selalu hadir di bayangan mata ku?” gumam Garret bertanya-tanya.
Jika itu pun benar, betapa bahagianya dia, selama puluhan tahun, Garret seorang diri hidup di hutan canai. Sebelum menjadi penghuni canai, dia adalah manusia yang pernah jadi prajurit Inggris, Garret ditugaskan untuk menjaga perbatasan hutan Canai pada masa silam. Tetapi karena penduduk hutan merasa terganggu oleh keberadaan orang asing, Garret dan beberapa prajurit lainnya di sekap untuk dijadikan penghuni Canai.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments
Mr.VANO
waw ad cerita di masa lalu,,,apa mereka pasang masa dulu,,,jd penasara
2023-03-31
1
$uRa
kalau hantu tampan mungkin tidak takut
2023-03-01
0