...༻✡༺...
Akibat penolakan Disha, Defan jadi tak peduli lagi. Padahal dia selalu terganggu dengan fakta bahwa Jerry selalu menjadi orang yang mengantar Disha pulang. Itu terjadi hampir setiap hari sebelum keberangkatan ke Eropa dilakukan.
Waktu berlalu cepat. Sekarang hanya perlu menghitung jam untuk menanti jadwal keberangkatan. Disha dan Defan tengah bersiap.
"Kau tidak akan membawa Jerry ke Eropa kan?" celetuk Defan. Dia sedang memilih pakaian untuk dimasukkan ke koper. Kebetulan Disha yang bertugas menyusun pakaian ke dalam koper. Keduanya bekerjasama seperti biasa.
"Apa-apaan! Jangan mengada-ada," sahut Disha.
"Apa kau menyukai Jerry? Aku lihat sepertinya dia sangat menyukaimu."
"Aku tahu. Sejak kuliah dia beberapa kali menyatakan cintanya. Tapi aku hanya menganggapnya teman. Nasibnya sama seperti Erika. Gadis yang tidak menyerah kepadamu dulu itu."
"Ah... Berhentilah menyebut namanya. Mendengar nama itu saja aku sudah jengkel."
"Dasar tidak tahu malu. Kau itu tidak tahu kalau ada banyak gadis yang sakit hati karenamu," cetus Disha. Dia dan Defan jadi membicarakan perihal masa lalu.
"Dih! Kau bicara seperti berpengalaman saja," komentar Defan.
"Setidaknya aku lebih menghargai perasaan orang dibanding dirimu." Disha melempar tumpukan pakaian kepada Defan. "Tuh! Susun sendiri. Aku ngantuk," tambahnya.
"Lah, kenapa aku?" protes Defan.
"Itu kan bajumu!" sahut Disha. Dia segera menghilang ditelan pintu kamar.
Defan mendengus kasar. Ia memasukkan pakaian tanpa dilipat terlebih dahulu. Defan memasukkan pakaiannya asal-asalan ke dalam koper. Karena kepenuhan, kopernya jadi terlihat menggembung. Namun Defan tak peduli. Ia sekarang siap dengan kepergiannya besok.
Ketika pagi tiba, Disha dan Defan berangkat ke bandara. Mereka tentu memilih kursi di kelas bisnis. Duduk saling berdampingan. Disha dan Defan akan menjadikan kota Paris sebagai tempat pertama yang didatangi di Eropa.
Panggilan video dari Dimas mendadak masuk. Disha segera mengangkat panggilan itu.
"Kenapa kalian tidak bilang akan pergi ke Eropa?" timpal Dimas. Dia ternyata baru tahu kalau Disha dan Defan akan pergi.
Disha bertukar pandang dengan Defan. Keduanya tentu merasa bersalah.
"Maaf, Co. Aku sama Letoy lupa karena terlalu sibuk." Disha memberi alasan sambil menggaruk tengkuk.
"Iya, sorry ya. Kau kalau mau ikut kami kabarin saja ya," ujar Defan.
"Tentu saja aku akan ikut. Tapi nggak sekarang. Nanti aku kabarin kalau akan berangkat. Aku nggak akan biarin kalian liburan berduaan di tempat asing! Jahat emang kalian yang nggak kasih tahu aku. Awas saja."
"Tapi itu--" perkataan Defan terhenti ketika Dimas mematikan panggilan telepon lebih dulu.
"Aku kira kau sudah kasih tahu Kroco kalau kita akan pergi ke Eropa," tukas Disha.
"Bukankah itu tugasmu? Kau juga sahabatnya kan?" balas Defan.
"Sudah deh. Yang penting Kroco sudah tahu sekarang." Disha berbalik membelakangi Defan. Ada waktunya dia merasa lelah berdebat dengan lelaki itu.
Sesampainya di Paris, Disha dan Defan langsung mendatangi hotel yang sudah dipesankan keluarga mereka. Keduanya tidak terkejut saat mengetahui keluarga mereka hanya memesan satu kamar.
"Kalau kau nyebelin, aku akan pesan kamar lain," imbuh Defan. Dia berjalan lebih dulu menuju kamar. Defan tidak lupa membawakan koper Disha.
...***...
Kini Disha sedang sibuk bermain ponsel. Bersamaan dengan itu, dia mendadak ingin buang air kecil. Tanpa basa-basi, Disha langsung masuk ke kamar mandi. Ia lupa kalau Defan ada di dalam.
"Toy!!" Disha berteriak sambil menghentikan langkahnya. Dia juga reflek memejamkan mata. Bagaimana tidak? Dia menyaksikan Defan telanjang bulat dalam posisi membelakanginya. Pantat putih dan berisi milik lelaki itu dapat terlihat jelas.
Disha sudah biasa melihat Defan bertelanjang dada. Tetapi tidak bertelanjang pantat. Mata Disha benar-benar kaget melihat pemandangan tanpa sensor tersebut.
"Apaan sih. Kayak sama orang lain saja. Kalau aku orang asing yang kau nikahi, mungkin wajar kau bersikap begitu. Tapi aku sahabatmu, Sha." Defan mengambil handuk. Lalu melilitkan handuk itu ke pinggang.
"Mataku ternodai sama pantatmu itu! Cepat pakai sesuatu gih!" suruh Disha. Dia masih menutup mata karena tidak mau melihat Defan telanjang untuk kali kedua. Wajahnya memerah bak kepiting rebus. Perempuan mana yang tidak malu saat melihat lelaki bugil. Tidak peduli lelaki itu siapa. Bahkan sahabat sendiri.
Defan berseringai licik. Dia berusaha menahan tawa. Terutama ketika dirinya dapat melihat wajah Disha yang memerah padam.
"Dih! Bilang saja suka. Wajahnya sampai merah gitu kok. Pasti otak mesum nih," ejek Defan. Dia menghampiri Disha. Berdiri tepat di hadapan gadis itu. Defan mentertawakan Disha sambil memegangi perut.
Disha perlahan membuka mata. Dia menatap Defan dengan perasaan kesal.
"Aku yakin, kalau aku melepas pakaian, kau pasti tidak berbeda denganku!" timpal Disha.
Defan tersenyum pongah. "Maaf, Sha. Aku sering lihat gambar wanita telanjang di iklan internet. Dan aku tidak pernah tertarik. Apalagi melihatmu begitu," ungkapnya merasa yakin.
Disha memicingkan mata. Dia terpaksa menahan keinginan kencingnya untuk meladeni Defan terlebih dahulu.
"Benarkah? Ayo kita buktikan." Tanpa diduga, Disha melepas pakaian atasannya. Sekarang tampilan gadis tersebut hanya dengan balutan bra berwarna hitam. Buah dada Disha cukup besar dan memperlihatkan belahan yang menonjol.
Pupil mata Defan membesar. Dia tidak menyangka Disha sampai seberani itu.
"Apa kau gila?!" tukas Defan. Dia ingin buru-buru keluar toilet. Anehnya Defan merasa sedikit terganggu menyaksikan penampilan seksi Disha. Sahabat perempuannya tersebut tidak pernah senekat itu.
Disha sigap menghalangi jalan Defan. Dia yang tak mau kalah, jelas ingin melakukan balas dendam. Disha memperhatikan wajah Defan. Ia tersenyum miring. Terutama saat melihat sikap Defan agak canggung.
"Lihat! Sahabatmu ini sangat mempesona kan. Aku ini sebenarnya cantik dan seksi," ujar Disha seraya menyandarkan satu tangan ke dinding. Lalu mengibaskan rambut panjangnya ke belakang.
Defan berusaha tenang. Dia tersenyum singkat. Kemudian memegangi handuk yang ada di pinggang. "Kau menantangku? Mau lihat yang lebih pamungkas dari pantat?" tantangnya yang siap membuka handuk.
"Jangan coba-coba perlihatkan letoymu itu kepadaku!" Disha lekas menghentikan. Dia mendengus sebal. Lalu kembali mengenakan pakaian. "Oke, aku kalah!" ungkapnya. Disha segera mendorong Defan keluar kamar mandi. Menutup pintu dengan bantingan keras.
Defan berlari menjauh dari kamar mandi. Dia duduk ke tepi ranjang sembari menepuk dada kirinya berulang kali. Jantungnya berdegub kencang. Wajah Defan akhirnya memerah. Entah kenapa tampilan Disha tadi terus diputar ulang dalam bayangannya.
"Sial! Kenapa jantungku sangat aneh?" gumam Defan. Dia terus menggeleng kuat karena berusaha membuang bayangan Disha yang hanya mengenakan bra.
Apa yang dirasakan Defan sekarang, persis seperti apa yang pernah dirasakannya ketika bergairah. Dia sangat takut alat vitalnya tak terkendali saat itu terjadi. Tetapi setelah dipastikan, organ intimnya sama sekali tidak bereaksi.
Defan mendengus lega. Dia segera menyalakan alat pemutar musik. Sebuah lagu terputar. Defan lantas mencoba rileks dalam keadaan telentang.
"Tidak apa-apa, Defan. Kau sudah suntik impoten. Tidak mungkin si ontong bisa bangun lagi." Defan bergumam penuh keyakinan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
Kamiem sag
jangan mau dibodohi Defan Tong
2024-05-12
1
Bzaa
bangun tong jgn bobo terusss🤣
2023-06-24
0
Kristina Sinambela
lanjut Thor udh saya vote 😁
2022-12-05
1