...༻✡༺...
Defan menatap malas.Tangannya sigap menangkap mulut Disha yang memanyun. Mata gadis itu sontak terbuka lebar.
Disha langsung menampar wajah Defan. Lelaki tersebut lantas melepas tangannya dari bibir Disha.
"Jangan lebay, Sha. Suara desa-han sudah cukup meyakinkan," ujar Defan sembari menoyor kepala Disha. Sebagai balasan terhadap tamparan yang diberikan gadis itu.
"Tapi kan biasanya harus ada suara ciuman," kata Disha. Dia memberi Defan salah satu lollipopnya.
Defan menerima lollipo Disha. Matanya memicing penuh selidik. "Tunggu dulu. Kenapa kau sangat tahu? Kau nonton bokep ya?" tukasnya.
"Te-tentu saja tidak. Aku hanya terinspirasi dengan film yang kita tonton kemarin. Bukankah banyak adegan ciuman di sana?" balas Disha tergagap.
"Kau--"
"Lagi pula aku sudah dewasa. Nonton atau nggak film bokep, apa pedulimu?!" Disha memotong perkataan Defan. Sebelum lelaki itu menimpali pertanyaan yang mungkin akan membuatnya tersudut.
"Peduli lah! Aku takut jadi korban otak mesummu." Defan memeluk tubuhnya sendiri sambil menghindari Disha.
"Heh! Jangan kepedean! Aku tuh sudah bosan lihat kau sama Kroco! Aku lebih bernaf-su lihat tas mahal tahu nggak!" Disha yang merasa terhina mencubit hidung Defan. Keributan yang mereka buat segera berakhir saat mendengar benda jatuh dari luar kamar.
Mata Disha dan Defan membulat bersamaan. Keduanya reflek menoleh ke arah pintu.
"Kita tidak seharusnya bertengkar," cicit Defan yang kembali menatap Disha. "Aku takut yang di luar itu Papaku," tambahnya.
"Lagian kau yang mulai duluan." Disha mengerutkan dahi.
Defan mendengus kasar. Atensinya tertuju kepada lollipop pemberian Disha. Ia segera membuka bungkus lollipop tersebut.
"Dih! Katanya desa-han sudah cukup," komentar Disha. Dia tersenyum miring.
"Sudah deh. Mau ngelakuin atau nggak?" Defan menarik Disha ke dekat pintu. "Kita lakukan di sini," sarannya.
Disha mengangguk. Ia segera membuka bungkus lollipop. Lalu memasukkannya ke mulut.
"Mmmph..." gumam Disha. Menjilati serta mendecap permen lollipopnya dengan intens. Hal serupa lantas dilakukan Defan. Suara decapan dan gumaman mereka mulai beradu. Jika didengar tanpa melihat, suara keduanya persis seperti pasangan yang asyik berciuman panas.
Di tengah-tengah, Disha mendadak berhenti. Dia membiarkan Defan mengemut lollipopnya sendiri.
"Akh..." Disha mengeluarkan suara lenguhan pelan ke depan pintu.
Kretak!
Defan menggigit lollipopnya karena suka dengan rasanya. Disha sontak mendelik.
"Toy! Kenapa ada suara ngunyah permen?" timpal Disha dengan nada berbisik.
"Enak." Defan menjawab singkat. Semua permen lollipop telah habis dia telan.
Disha menghampiri Defan. Dia menatap permen lollipopnya yang sudah mengecil. Kemudian memakannya sampai habis.
"Enak kan?" tanya Defan. Dia terkekeh melihat aksi Disha. Gadis itu mengangguk setuju.
"Sekarang ayo kita ke tahap berikutnya," ajak Defan sambil berjalan ke dekat ranjang.
"Adegan ranjang?" Disha memastikan. Dia mengikuti Defan dari belakang.
"Itu intinya kan?" sahut Defan. Ia mengambil laptop dan kacamata anti radiasi. Selanjutnya, Defan duduk ke atas ranjang.
"Kau akan melakukannya sambil bekerja?" tanya Disha.
"Bukankah itu jelas? Lagi pula aku punya banyak pekerjaan yang harus secepatnya diselesaikan," tanggap Defan.
"Kalau begitu aku juga akan melakukannya. Aku juga punya banyak pekerjaan yang harus diselesaikan," imbuh Disha. Dia segera mengambil laptop dan duduk ke sebelah Defan.
"Pakai acara ikut-ikutan segala," sindir Defan.
"Aku benar-benar sedang punya banyak kerjaan ya," sahut Disha.
"Sudah cepat mende-sah gih!"
"Sekarang?"
"Bulan depan. Ya sekaranglah!"
"Kenapa cuman aku? Kau enggak?"
"Aku cukup sering mendengar kedua orang tuaku bercinta. Setahuku, suara erangan perempuan lebih nyaring dibanding pria," jelas Defan.
Disha memutar bola mata jengah. Sebelum beraksi dia berdehem terlebih dahulu.
"Akh! Akh! Akh!" Disha mengerang.
"Lebih keras lagi!" perintah Defan.
"Perlukah kita pakai speaker?" tanggap Disha. Namun dia malah kena geplakan di kepala dari Defan.
"Gila! Mau bikin satu komplek dengar?" geram Defan.
"Katanya mau lebih nyaring," balas Disha.
"Ya nggak perlu pakai speaker segala kali!" Defan yang gemas, mengacak-acak puncak kepala Disha.
Disha terus menyuarakan lenguhan. Defan sesekali mengikuti namun dengan erangan lebih pelan. Mereka melakukannya sambil sibuk dengan laptop masing-masing.
Merasa sudah cukup lama mende-sah palsu. Disha melirik Defan. "Pssst! Gimana mengakhirinya?" tanyanya.
"Mau sedetail itu? Berakhir ya berakhir. Tinggal diam saja. Lagian orang yang dengar nggak bakalan tahu," jawab Defan.
"Kau benar." Disha menghela nafas. Dia menyandar tenang dan fokus dengan pekerjaan.
Di sisi lain, tepatnya di sofa yang berada tidak jauh dari kamar Defan dan Disha, di sana ada Zidan. Dia tidak sendiri, ada Zerin yang menemaninya. Mereka duduk menonton televisi sambil menikmati camilan. Suara erangan Disha dan Defan tentu terdengar jelas.
"Tuh, sekarang apa kau masih meragukan mereka?" timpal Zerin.
"Apa kau merasa tidak aneh dengan des-ahan mereka?" tanggap Zidan. Sepertinya dia belum kunjung percaya.
Zerin kesal dengan keraguan Zidan yang tak kunjung pudar. Tangannya segera menjewer telinga sang suami.
"Aaa! Sayang! Sakit!" rintih Zidan.
"Cukup sudah kecurigaanmu itu!" geram Zerin. Dia perlahan melepaskan kuping Zidan.
"Ya sudah, aku berhenti mencurigai hubungan Defan dan Disha." Zidan mematikan mendadak televisi. "Ayo kita main juga di kamar," ajaknya.
Zerin memutar bola malas. Meskipun begitu, dia tak bisa menahan senyum. Tanpa sepatah kata pun, Zerin beranjak lebih dulu ke kamar. Zidan lantas mengikuti dari belakang.
Di waktu yang sama, Disha dan Defan masih asyik dengan laptop masing-masing. Disha yang mulai lelah, meletakkan kepala ke pundak Defan. Posisi lelaki itu memang tidak jauh darinya.
"Kerja memang melelahkan. Tapi bikin candu nggak sih?" celetuk Disha.
"Kau--" perkataan Defan terjeda tatkala mendengar suara keributan di kamar sebelah. Matanya dan Disha terbelalak bersamaan. Mereka spontan saling menatap. Sebab keduanya mendengar suara lenguhan bercinta dari Zerin dan Zidan.
Wajah Disha memerah. Dia segera menjaga jarak dari Defan.
"Anjir... Itulah yang sering kau dengar saat tinggal di rumah ini?" Disha merasa tak percaya.
"Menjijikan bukan?" Defan menghembuskan nafas berat. Dia meletakkan laptopnya. Kemudian mengambil headphone yang tersimpan di lemari. Defan juga tidak lupa mengambilkan satu untuk Disha.
"Itu pasti sangat mengganggumu kan, Toy?" tanya Disha sembari menatap iba bagian bawah perut Defan. Dia sekarang bisa menyimpulkan kenapa sahabatnya itu nekat melakukan suntik impoten. Mungkin saja semuanya berhubungan dengan lingkungan tempat tinggal Defan sendiri.
Defan yang menyadari tatapan Disha kemana, sigap menutup alat vitalnya dengan bantal. "Eh! Mikirin apa kau?!" timpalnya dengan mata melotot.
"Mikirin letoymu itu? Alasan kau melakukan suntik impoten sebenarnya bukan karena tidak tertarik dengan wanita kan? Tapi karena--"
"A-apa?! Aku benar-benar tidak tertarik menjalin hubungan dengan siapapun!" Wajah Defan memerah padam. Dia hampir tertangkap basah.
Memang alasan utama Defan melakukan suntik impoten bukan karena tidak tertarik menjalin hubungan dengan siapapun. Tetapi ada alasan lain. Alasan itulah yang membuat Defan semakin tidak tertarik membangun hubungan dengan siapapun.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
Kamiem sag
ampun dah
2024-05-12
0
Rayhana Mb
🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣 aduhhh bikin sakit perut thour
2023-06-26
0
Bzaa
wah ternyata ada alasan lain nya ☺️🤣
2023-06-24
0