...༻✡༺...
"Kami hanya tidak sengaja lewat!" Anas segera memberikan alasan. Dia dan Mona segera menjauh dari pintu.
Zidan dan Zerin tersenyum kecut. Keduanya terpaksa kembali ke kamar. Hal serupa juga dilakukan oleh Anas dan Mona. Mereka merasa malu terhadap kelakuan masing-masing.
Di dalam kamar, Disha sudah tertidur nyenyak. Karena kelelahan, dia tidur dalam keadaan mulut menganga.
Defan yang kebetulan memergoki, tersenyum licik. Dia segera mengambil ponsel dan mengambil foto Disha yang asyik tertidur.
Defan berusaha keras menahan tawa. Koleksinya sekarang bertambah. Dia sebenarnya punya banyak foto Disha saat tidur. Begitu pun Dimas. Defan yang seringkali tertidur paling akhir, selalu memanfaatkan kesempatan untuk mengabadikan ekspresi lucu dua sahabatnya.
Laptop dimatikan oleh Defan. Dia segera telentang di sebelah Disha.
Sementara di depan pintu, Zidan dan Zerin kembali. Zidan yang masih merasa curiga, bersikeras ingin memastikan.
"Sangat sepi," komentar Zidan.
"Mungkin mereka kelelahan. Kita juga begitu setelah menikah," imbuh Zerin. Namun Zidan tidak menghiraukan ucapannya sama sekali. Dia justru mencoba mengamati pintu. Berharap ada celah di sana.
Zerin berdecak kesal. Dia sudah lelah dengan segala sikap suaminya yang begitu berlebihan. "Kau bilang akan percaya kalau melihat Defan dan Disha menikah. Lalu kenapa masih meragukan mereka?" cicitnya.
"Sudah kubilang ada yang aneh dari mereka."
"Sudahlah. Kau--" perkataan Zerin terpotong ketika pintu mendadak dibuka oleh Defan. Mata semua orang terbelalak bersamaan.
"Papa? Mama? Ngapain kalian di sini?" tanya Defan. Dia yang tadinya hendak tidur, terpaksa membuka pintu karena mendengar keributan.
"Kami cuman--"
"Tidak ada. Kami hanya kebetulan lewat. Nikmatilah waktumu!" potong Zidan datar. Dia bergegas mengajak Zerin kembali ke kamar. Saat itu Zidan juga sukses melihat Disha yang sudah tertidur pulas.
Defan mematung di tempat. Perlahan dia menutup pintu. Setelah memergoki kedua orang tuanya di depan pintu, Defan merasa gelisah. Ia bisa menduga kalau orang tuanya pasti mencoba mengetahui sesuatu. Defan yakin, itu pasti terkait dengan hubungannya dan Disha.
"Apa Papa masih tidak mempercayai hubunganku dan Disha? Dia nggak akan berbuat begitu kalau sudah percaya kepadaku," gumam Defan. Dia sangat mengenal betul ayahnya. Zidan memang agak sedikit psiko. Jika mencurigai atau berurusan dengan suatu masalah yang mengganggu, maka dia tidak akan tinggal diam.
Defan akan membahas segalanya saat Disha terbangun nanti. Dia kembali telentang ke ranjang yang sama dengan Disha.
Beberapa jam berlalu. Mentari muncul dari ufuk timur.
Disha menjadi orang pertama yang bangun. Ia mendengus kasar tatkala menemukan dirinya berada dalam pelukan Defan. Gadis itu sama sekali tidak terkejut. Sebagai sahabat yang pernah tidur beberapa kali bersama, Disha sangat tahu bagaimana cara tidur Defan. Lelaki tersebut akan memeluk apapun di sampingnya jika bantal guling tidak ada. Kebetulan sejak awal bantal guling berada dalam pelukan Disha.
Disha tersenyum tipis. Bukan karena dirinya menyukai pelukan Defan, melainkan karena lelaki itu tadi malam tidak merebut bantal guling darinya. Pikiran Defan memang terkadang sulit ditebak. Dia kadang bersikap gentle kepada Disha. Tetapi juga seringkali bersikap menyebalkan.
Perlahan Disha mencoba melepaskan diri dari dekapan Defan. Namun dia tidak cukup kuat melakukannya.
"Bangun, Toy! Kau hari ini juga harus kerja kan?" ujar Disha.
"Hmmmh..." Defan bergumam malas. Dia sudah terbangun namun masih enggan membuka mata. Defan bahkan tidak melepaskan pelukannya.
"Toy, bisa lepasin aku nggak?" pinta Disha pelan. Dia sudah biasa mendapat pelukan dari Defan dan Dimas.
"Bentar lagi..." sahut Defan.
"Ada bantal guling di belakangku. Kau bisa peluk itu saja kalau malas." Disha menyarankan.
"Ambilkan..." Defan akhirnya melepaskan Disha. Gadis itu segera mengganti dirinya dengan bantal guling.
"Aku nggak tahu ya kalau kau nanti telat ke kantor." Disha menggeleng maklum. Dia segera masuk ke kamar mandi. Sedangkan Defan terlihat enggan bangun sambil memeluk bantal guling.
Sekian menit terlewat. Disha telah selesai mandi. Dia melihat Defan sudah bangun. Lelaki itu duduk di tepi ranjang dengan tatapan kosong.
"Ayo mandi gih! Katanya kau ada kerjaan keluar kota kan?" ujar Disha.
Mata Defan membulat sempurna. Dia langsung berlari ke kamar mandi. Dirinya hampir lupa kalau ada pekerjaan penting di luar kota.
"Makasih, Sha! Untung kau ingatkan. Aku hampir lupa," ucap Defan. Dia segera menghilang ditelan pintu kamar mandi.
Karena ada pekerjaan mendesak, Defan harus pergi keluar kota. Sekarang dia dan Disha ada di parkiran. Kebetulan di sana juga ada keluarga mereka yang sama-sama ingin pulang.
"Hati-hati di jalan, Toy." Disha mengencangkan dasi Defan. Keduanya terlihat sangat canggung. Bagaimana tidak? Mereka sama-sama tidak memiliki pengalaman romantis seumur hidup. Kekakuan di antara Disha dan Defan dapat terlihat jelas. Terutama oleh Zidan.
Defan yang sadar terhadap kecurigaan Zidan, segera memeluk Disha. "Papaku sepertinya masih curiga kepada kita. Aku tadi malam memergokinya berdiri di depan pintu kamar kita. Aku pikir sikap kita sebagai pasangan masih belum meyakinkan," bisiknya.
"Apa?" Disha reflek melepas pelukan. Matanya segera melirik ke arah Zidan sekaligus keluarganya yang juga memperhatikan.
"Aku pikir kita harus melakukan sesuatu," imbuh Defan.
"Seperti ini?" Disha memegangi wajah Defan. Dia mendaratkan ciuman ke pipi lelaki itu.
"Ide bagus." Defan balas memegang wajah Disha. Dia menempelkan bibirnya ke kening gadis tersebut.
"Sekarang senyum," saran Disha. Defan lantas menurut. Keduanya saling tersenyum.
Zerin yang melihat, ikut tersenyum. Dia segera menyenggol Zidan dengan siku.
"Tuh, mereka terlihat mesra. Aku yakin tadi malam mereka melakukannya. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan, Sayang..." ujar Zerin.
"Aku akan percaya kalau mereka bisa memberiku cucu dalam waktu dekat," tanggap Zidan.
Zerin mendengus kasar. Dia mendelik. "Oh jadi karena itu tadi malam kau sangat penasaran? Kau takut nggak akan punya cucu?" tukasnya.
"Salah satunya itu. Tapi aku benar-benar merasa curiga. Itu karena banyak hal ganjil yang terjadi. Pertama, Disha dan Defan tiba-tiba mengaku berpacaran. Kedua, interaksi Disha dan Defan terasa palsu bagiku. Ketiga, aku baru mengetahui kalau Disha selalu didesak menikah oleh keluarganya. Gadis itu bernasib sama seperti Defan," jelas Zidan panjang lebar. Dia memegangi dagu. Masih memperhatikan Defan yang sudah berpamitan kepada Disha.
"Jadi?" Zerin menuntut jawaban.
"Jadi... Jika Disha dan Defan menikah, maka mereka akan lepas dari tuntutan itu. Kita sendiri tahu kalau Defan dan Disha selalu mengutamakan pekerjaan lebih dari apapun." Zidan menduga. Kejeniusannya tidak pernah hilang dalam mengevaluasi sesuatu.
"Kau mengira putra kita mempermainkan pernikahan? Defan tidak mungkin begitu!" bantah Zerin.
"Aku juga tidak mau mempercayainya. Tapi rasa curigaku bertambah saat mendengar pembicaraan Dimas di pelaminan kemarin," ungkap Zidan. Dia berhasil mendengar omelan Dimas terhadap Disha dan Defan. Kalimat Dimas itulah yang menyebabkan kecurigaan Zidan kembali.
"Ini nih yang bikin aku khawatir sama kalian! Bertengkar terus! Sekarang semuanya sudah terlanjur terjadi. Seenggaknya bertahan saja selama satu minggu atau sebulan! Kasihan keluarga kalian tahu nggak."
Begitulah kalimat yang berhasil didengar Zidan dari Dimas.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
Kamiem sag
wah pak Zidan makin curiga
2024-05-12
0
Bzaa
ngeyakinin papa zidan.berat ini mah
2023-06-24
0
Sugianto
aku penasaran kapan si toy2 merasakan panas dingin ketika ama disha😄😄😄
2022-11-30
2