Nara merebahkan badannya yang terasa lelah, ia berniat mengganti pakaian yang sudah bau asap rokok dan kawan-kawan laknut'nya. Mata yang sudah mengantuk mendadak segar kembali berkat batagor yang dikirim Rama, ia kembali turun setelah mengganti pakaian menjadi piyama.
"Dih, udah dicomot!" decaknya, sudah pasti si tembok Berlin yang makan. Setelah dirasa perutnya kenyang, kini rasa kantuk pun kembali melanda. Ia beranjak menuju kamar mandi lalu naik ke lantai atas bersiap tidur, menyiapkan tenaga untuk hari esok, Yap! Ia harus ke pasar untuk mengerjakan tugas kelompok. Saking mengantuknya, Nara sampai lupa mengabari ke-empat anak komplek yang masih di club malam itu.
Ditariknya selimut hangat hingga membalut tubuhnya dan ia terlelap.
"Ck! Serang oyyy!"
sudah seperti orang gila yang bicara sendiri, pemuda ini bermonolog dengan ponselnya di tengah malam, jarum jam menunjuk ke angka 1 dini hari. Berhubung besok itu minggu, ditambah ia yang memang terbiasa bergadang, malam ini ia masih terjaga bersama kekasihnya, ponsel.
Jarinya memencet tombol pause saat mendengar sayup-sayup suara mesin mobil di sekitaran rumah, penasaran---ia menaruh bantal dan turun dari kasur, disingkapkannya tirai kamar beberapa senti demi mengetahui keadaan luar, bisa jadi maling atau orang yang berniat jahat.
Alisnya berkerut melihat sebuah mobil dengan mesin menyala berhenti tepat di depan rumahnya, ia pun menyipitkan mata agar penglihatannya menajam, sesaat kemudian senyum miring tercetak.
"Ngga beres tuh anak-anak," dengusnya tertawa sumbang seraya menggelengkan kepalanya miris.
Terdengar suara obrolan dari sana, dari keempat anak-anak yang tadi pergi bersama adiknya itu, Akhsan bukan tidak tau dengan gelagat mereka yang sudah seperti maling lagi nyatronin rumah target.
"Gue tebak, loe semua pada clubing?! Masih kecil udah belajar nakal, mana mau bawa-bawa adek gue lagi," gumam Akhsan, ia lantas menutup kembali tirai kamar dan kembali merangkak ke atas kasur.
"Semalem kamu ke night club ?" tembak Akhsan tanpa basa-basi, sontak saja serangan mengintimidasi itu membuat Nara tersedak nasi goreng yang tengah ia makan, "uhuk---uhuk!"
*Darimana bang Akhsan tau*?
"Apa?! "tanya papah ikut terkejut.
"Benar itu Nara ?!" tanya papah dengan nada bicara yang sudah meninggi.
Tentu saja gadis itu berkilah, "Engga kok, kata siapa ?! Abang nih suka fitnah!" Nara menukikkan alisnya singkat bersama mata yang membola namun ucaoannya mencicit. Ia menunduk tak berani melihat siapapun, hanya menatap nasi goreng-nya nyalang sambil terus diaduk-aduk, pusing--pusing deh tuh nasi!
"Jangan bohong! Jadi, sekarang Nara-nya papah juga sudah berani berbohong ?" tanya nya lagi. Jelas saja orang rumah bisa tau, sebab gadis ini tak pandai berbohong. Gelagat Nara yang membuat papah jadi curiga.
"Nara sayang, jujur saja tak apa," ucap mamah meyakinkan Nara dengan mengusap bahu Nara yang menunduk takut.
Nara memberanikan diri mendongak dan memandang mereka satu persatu, "iya," cicitnya dengan ragu.
"Astagfirullah---- kamu ngapain ke tempat begituan Nara?" tanya papah menaruh sendoknya di atas piring.
"Tunggu pah jangan marah dulu..Nara dipaksa pah, sama temen-temen komplek, mau nolak tapinya ngga enak," jawabnya.
"Emangnya ga bisa alesan, bilang aja pingin coba-coba !" balas Akhsan menatap sinis.
Gadis itu kini diam, tak berani angkat bicara lagi, karena bagaimanapun itu adalah kesalahannya.
"Kamu tau darimana Akhsan?" tanya papah kini menatap Akhsan.
"Semalem Akhsan liat mobil anak-anak komplek sini yang sebelumnya ngajak Nara jalan berenti di depan rumah terus celingukan kaya maling, Akhsan tebak mereka nyariin Nara. Papah percaya nggak? JAM SATU PAGI!! Mereka baru pulang, "jelas bang Akhsan dengan menatap tajam ke arahku saat kalimat terakhirnya.
"Tapi kan Nara---" belum gadis itu menyelesaikan ucapannya, Akhsan kembali memotongnya.
"Tapi Nara pulang jam sepuluhan pah, ada temennya yang nyusulin, gaya nya sih kaya preman tapi kelakuannya---" ia melirik adiknya.
"*Ya not bad*! Patut diacungi jempol !" senyuman miring yang disunggingkan bang Akhsan terkesan memuji tindakan Rama.
"Siapa?" tanya papah mengerutkan dahinya.
"Itu pah, yang sering ngirimin Nara batagor!" angguk Akhsan singkat.
"Oh si ahli gizi," tebak papah berseru seraya menunjuk Akhsan.
Bang Akhsan mengangguk yakin.
"Siapa sih, siapa namanya Ra?" tanya mama penasaran juga dengan pemuda itu.
"Namanya---" belum Nara menjawab kembali seseorang memotong ucapannya.
"Pa ada tamu," bi Asih menghampiri ke meja makan.
"Siapa bi ?" keempatnya menoleh.
"Katanya mau ketemu bapak, ibu, sama den Akhsan." Jawab bi Asih, "permisi," perempuan paruh baya ini berlalu ke arah dapur.
SIAPA? Pertanyaan besar keempatnya muncul diatas jidat. Papa, mama dan Akhsan beranjak dari duduknya dan melangkah ke arah pintu depan. Nara yang penasaran melongokkan kepalanya dari balik tembok.
Betapa tercengangnya gadis itu saat mendapati tamu yang dimaksud bi Asih, "astaga !" ia sampai menutup mulutnya.
"Rama."
"Assalamu'alaikum," salim takzim Rama pada kedua orangtua nara dan Akhsan, ketiganya menautkan alisnya tanda kebingungan.
"Wa'alaikumsalam."
"Lu temennya Nara kan, yang sering kirim batagor ?" tanya Akhsan, pemuda itu mengangguk sopan seraya tersenyum, "iya a."
"Tunggu...tunggu! Ini anaknya abah haji Nawir kan?" tebak mamah mengingat-ingat.
Kembali Rama mengangguk sopan, "Iya bu."
"Haji Nawir siapa mah ?" tanya papah menoleh dengan menautkan alisnya.
"Itu loh pah, suplier daging yang mamah ceritain tempo hari, yang mamah usulin ke papah buat jadi suplier resto kita! Jualnya jujur, udah gitu dagingnya berkualitas super!" jelas mamah tersenyum begitu antusias.
"Oh," papa berohria.
Akhsan meneliti Rama dari ujung rambut hingga ujung kaki, kemeja motif bunga macam anak pantai, celana panjang dan sepatu dengan lipatan jaket di lengannya. Urakan sih, namun rapi.
"Nama saya Ramadhan. Untuk saat ini, saya teman sekelasnya Narasheila, ngga tau kalau nanti sore, minta do'a restunya aja. Siapa tau bisa naik jabatan," ucapnya jumawa, pede abis, memalukannnnn! Tapi justru membuat ketiganya tertawa.
"Naik jabatan dipikir company, mau naik jadi apa?" Akhsan terkekeh pelan.
"Jadi teman dekat boleh, jadi supir boleh, jadi temen curhat juga boleh!" kelakar Rama.
"Kalau mau naik jabatan, harus diospek dulu, bisalah menang catur 3 ronde dari om," kelakar papa Nara.
"Atau mabar online sama gue, kalo bisa ngalahin! Baru---boleh jadi temen deket si boncel," sahut Akhsan.
"InsyaAllah kalo catur sama game online bisa, ya walaupun ngga jago-jago amat!" jawab Rama.
"*Dih ! Gampang banget, dia akrab sama mama--papa. Lebih-lebih abang, temen-temen ku aja, susah buat ngambil hatinya si tembok Berlin*," gumam Nara nyinyir nan julid di balik tembok.
.
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
Ney Maniez🍒⃞⃟🦅
aa Rama💪💪
2023-09-22
1
'Nchie
gokil deh AA Rama ..bisa ae taktiknya tahlukan keluarga nya dulu hehe
2023-01-28
2
Misda Cabina Aco
taklukin keluarga nya dulu baru deh ke target utama 😂😂
2022-12-08
2