Adam masih berada di kontrakan Vela. Setelah ma buk semalam, Adam langsung di bawa pulang oleh Vela. Seperti biasa lewat pintu bagian belakang. Karena kontrakan Vela tak jauh dari sana.
Kontrakan yang ia tinggali setelah Adam mulai masuk SMA sampai kini. Tempat untuk dirinya dan Adam yang dulu masih berstatus pelajar, untuk memudahkan mereka agar bisa minum tanpa ketahuan. Dan tentu saja yang membayar segalanya adalah Adam, berkat kartu sakti yang Adam punya, Vela dan Adam jadi punya tempat tinggal seperti sekarang.
Vela sengaja meninggalkan kehidupannya bersama sang Nenek karena ingin membalas dendam pada ibunya. Ibu yang sudah meninggalkan nya tanpa perasaan. Ibu yang tidak pernah ia lihat semasa kecil, yang sampai membuatnya hidup tak beraturan seperti ini. Vela begitu ingin melihat ibunya hancur lewat anak kesayangannya. Jika anak kesayangannya hancur maka ibunya akan hancur bukan?! Begitu pikir Vela.
Tanpa tahu kebenaran dari sisi ibunya, ia hanya percaya pada apa yang di katakan dengan jelas oleh Neneknya. Vela yang sudah hidup susah dan berada di lingkungan yang tidak baik membawa dirinya sampai se nekat ini. Memiliki dendam pada seseorang yang sudah mempertaruhkan nyawa demi hadirnya dirinya ke dunia ini.
Adam masih duduk di kursi dengan memegangi kepalanya yang terasa sangat pusing. Ia sudah bangun dari tadi tapi untuk beranjak ke kamar mandi rasanya sangatlah malas. Sedangkan Vela ia lihat tengah menikmati sarapannya dengan lahap tak perduli padanya yang mengernyitkan dahi.
"Lo mending nggak usah pulang Dam?!" Ujar Vela tanpa melihat ke arahnya.
"Kenapa?!"
"Biar semua orang tahu rasa, terutama istri lo itu!"
Adam memandang kesal pada Vela, entah kenapa ia tak suka saat Vela membicarakan tentang Naifa. Tapi untuk membela istrinya mulutnya masih tidak bisa. Ia masih menimbang-nimbang tentang rasa di hatinya. Perasaan apa yang ada di hatinya sekarang ini, ia sungguh masih tak mengerti.
Ia juga masih takut kalau-kalau Naifa sama seperti yang lain, mendekatinya untuk hanya untuk merendahkan nya.
Adam hanya diam tak menanggapi, tapi nyatanya ia menuruti perkataan Vela. Ia tetap di sana. Makan, mandi, tidur kembali. Tentu saja semua kebutuhan memakai kartu sakti miliknya. Ibu dan Ayahnya sangat baik bukan?! Membiarkan nya hidup menghabiskan harta tanpa harus susah payah bekerja. Sungguh Adam yang tidak pandai bersyukur.
Tak perduli pada istri kecil nya yang kesepian.
***
Ternyata penantian Naifa sungguh sia-sia. Karena nyatanya Adam tak pulang sampai seminggu setelahnya. Adam benar-benar tega pada nya. Padahal Naifa sudah mencoba menghubungi Adam, setelah meminta nomor suaminya itu pada Ibu Mertuanya. Tapi nyatanya pesan nya hanya terbaca tanpa balasan.
Kini gadis manis itu tengah duduk di sofa, kesehariannya hanya seputar kamar dan ruang tamu. Selama seminggu ini ia bahkan makan seadanya, untuk masak rasanya tak ingin. Jangankan masak, untuk makan saja sebenarnya dirinya enggan, hanya saja jika tak makan ia tak mau menyakiti tubuhnya.
Kemarin sayur yang masih bagus dan makanan yang kira-kira tak bertahan lebih lama lagi ia bagikan pada tetangga nya lewat Ibu Limah. Ia tak mau membuang sia-sia makanan yang harusnya di makan itu.
Ingin sekali rasanya Naifa pulang ke rumah Ibunya. Tak betah rasanya hidup di sana. Di rumah yang sepi tanpa suami menemani. Padahal status nya adalah istri. Tapi ... untuk pergi tanpa izin pada suaminya jelas bukan Naifa sekali, jadi, Naifa hanya bisa ikhlas menjalani.
***
"Bagiamana, bu?! Apa Den Adam sudah pulang?" Bi Siti bertanya pada Ibu Nuri-majikannya.
"Belum, Bi. Saya jadi merasa sangat bersalah. Saya pikir Adam tidak akan semena-mena dengan Naifa, Bibi ingat 'kan selama ini walaupun dia berubah, tapi untuk memukul atau melukai kita, dia tidak pernah. Hanya kata-katanya saja yang kasar, tidak pernah juga tidak pulang sampai berhari-hari, tapi ini ... kenapa sampai se lama ini," ucap Ibu Nuri. Bibi Siti mengangguk membenarkan.
Karena memang benar, selama ini walaupun Adam suka keluyuran tidak jelas, tapi Adam selalu menyempatkan untuk pulang ke rumah. Walaupun sikap dinginnya begitu menakutkan, tapi jika tak di ajak bicara maka Adam tidak akan mengatakan apapun. Adam sebenarnya hanya butuh waktu untuk menyendiri. Bibi Siti tentu tidak tahu apa yang membuat anak majikannya itu berubah, yang jelas menurut Bibi Siti mungkin Adam memang butuh waktu untuk sendiri.
Ibu Nuri memandang kosong ke arah depan, di mana ada meja yang berisi foto-foto masa kecil Adam yang menggemaskan dan begitu penurut. Tak pernah membangkang sama sekali, namun saat memasuki tahun ke dua di sekolah menengah pertama anaknya berubah, bahkan sampai sekarang. Saat sudah seharunya Adam bekerja di perusahaan Ayah nya, menggantikan Ayahnya. Kini Adam malah menjadi manusia yang tidak bisa di andalkan. Bahkan tidak berguna sama sekali.
Bukan tidak di selidiki, tapi sikap lemah lembut Ibu Nuri tidak bisa untuk membawa Anaknya kembali ke jalan yang benar dengan cara paksaan. Ibu dan Ayah Hendra ingin anaknya kembali ke jalan yang benar dengan suka rela. Tanpa paksaan sama sekali. Makanya Ayah ingin membawa Naifa ke dalam kehidupan Adam.
Karena mereka berdua yakin, Naifa akan memperbaiki Adam dengan berada di sisi Adam. Mereka yakin Naifa akan membawa pengaruh baik selama Adam bisa bertahan di dekat Naifa.
Tapi, nyatanya ... Adam malah meninggalkan istrinya sampai lama.
Belum ada sepuluh hari pernikahan Adam, ia sudah membuat kedua orangtuanya merasa untuk menyerah. Jelas mereka tidak ingin menyakiti Naifa lebih lama lagi. Dan karena ini besok Ayah Hendra dan Ibu Nuri berniat untuk mendatangi menantunya itu.
Mereka berdua akan menyerahkan keputusan Naifa untuk pernikahan nya. Tak perduli walaupun usia pernikahan anaknya masih seumur toge, yang jelas Ibu dan Ayah tak akan membuat Naifa merasakan sakit lebih lama. Karena mereka tahu kalau tidak ada istri yang suka jika di tinggal suaminya pergi terlalu lama.
Apalagi jika Naifa tahu kalau Adam pergi meninggalkan nya dan tinggal bersama wanita lain.
***
Ibu Muni duduk diam di kamar Naifa, ia baru saja membereskan buku-buku bacaan Naifa. Buku tentang fikih, hadist dan yang lainnya. Selama ditinggal hampir sepuluh hari kamar Naifa terasa begitu dingin. Meja nya pun berdebu, mungkin karena Rara dan Sasha sibuk jadi tidak di bersihkan.
Ibu Muni mengusap kasur berbalut seprai motif bunga itu, membayangkan bagaimana kehidupan Naifa di rumah suaminya. Bukan tak tahu kabar dari putrinya, hanya saja sebagai seorang ibu, ia jelas bisa merasakan apa yang anaknya rasakan.
Apalagi setiap berkomunikasi tak pernah sekalipun Ibu Muni mendengar suara Adam-menantunya itu, atau jika tengah video call pun tak pernah sekalipun Ibu Muni melihatnya.
Setiap memberi kabar, Naifa memang selalu mengatakan kalau dirinya dan suaminya baik-baik saja, hubungan mereka pun baik. Tapi seorang ibu tidak bisa di bohongi bukan?! Ibu Muni bisa tahu hanya dengan melihat mata sang putri.
Sekilas ia merasakan sesak di dadanya, apalagi saat mengingat waktu itu, waktu ia menyuruh putri pertamanya itu untuk mau menikah dengan Adam. Masih jelas wajah tak rela, tak suka, tak setuju di wajah putrinya, sampai tak bisa menjawab sendiri dan memasrahkan jawaban apapun padanya.
"Maafkan Ibu, Nai ...."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments
Neulis Saja
Will beautiful his time
2023-02-06
0
Astuty Nuraeni
whats? mereka saudarA?
2022-12-19
1
Noviyanti
sabar nai
2022-12-12
0