Gila. Ini sudah benar-benar gila menurut Adam. Ia masih tak habis pikir bagaimana bisa dia se ma buk itu, sampai tak mengingat apapun semalam. Bagaimana dia bisa pergi dari kelab dan malah tidur di kamar kost Vela dengan keadaan yang menjijikan menurut nya. Ia benar-benar tak percaya ia sampai melakukan itu dengan Vela, karena ia tak mengingat apapun, sama sekali tidak ingat.
Dadanya bergemuruh kesal, seperti ada sebuah bogem yang meninju ulu hatinya, ia merasa kesal, cemas, rasa takut. Apakah ini yang di namakan sesal?
Ia memang bukan lelaki baik, ia tahu karena ia tak seperti Ayahnya yang kata ibunya adalah lelaki yang paling baik. Tapi, untuk melakukan hal 'itu' dengan sembarang orang jelas ia tak sudi. Ia masih sedikit sadar jika untuk hal 'itu'.
Adam pergi dari kostan Vela tanpa membersihkan badan terlebih dulu, ia langsung saja memakai pakaiannya setelah mendapat respon menjijikan dari Vela-orang-yang-selama ini dekat dekat nya. Ia juga tak habis pikir, kenapa Vela malah biasa-biasa saja, sedangkan dirinya langsung kelimpungan, seperti telah melakukan kejahatan besar. Rasa takut dan bersalah menyerang hatinya.
***
Mobil Adam terparkir di depan rumah, Naifa yang mendengar itu langsung membukakan pintu untuk suaminya. Itu yang dia ajarkan ibu nya padanya. Dengan seulas senyum ia menyambut suami yang baru kemarin menikahinya itu.
Adam terlihat turun dari mobil, lantas membanting keras pintu mobil. Naifa yang ada di depan pintu sampai kaget.
"Baru, pulang Bang?" Tanya Naifa dengan senyum yang lebar sembari mengulurkan tangan.
Adam yang tengah kesal, menatap tajam wajah Naifa yang tengah tersenyum padanya.
"Menurut lo!" Adam teriak di depan wajah Naifa sampai membuat Naifa memejamkan mata karena kaget.
"Minggir!" Adam menggeser pelan tubuh Naifa.
Naifa menggeser tubuh nya dan menarik nafas dalam-dalam, lalu mengeluarkan nya perlahan. "Sabar, Naifa...sabar," ucapnya menyemangati dirinya sendiri.
Adam berjalan ke kamar dan lagi-lagi ia membanting pintu, Naifa terlihat kaget, memegangi dadanya. "Astaghfirullah," ucapnya seraya memejamkan mata.
Sebelum orang lain dengar, Naifa buru-buru menutup pintu. Lalu ia duduk menunggu suaminya di ruang tamu. Ini sudah hampir siang, dalam pikiran Naifa ingin sekali menanyakan apakah suaminya sudah makan atau belum. Tapi melihat suaminya yang seperti itu ia menjadi sedikit takut. Mungkin kalau bicara kasar ia masih bisa mengatasi, yang Naifa takutkan adalah memukul yang lebih takutnya adalah Naifa kehilangan kesabaran dan mendoakan yang jelek-jelek kepada suaminya. Naifa menggeleng, tidak. Tidak boleh. Lebih baik ia menunggu sampai suaminya keluar saja baru ia akan menawari makan.
***
Hingga pukul 13:15 Adam tidak juga keluar dari kamar. Naifa yang sudah bolak-balik kamar dan ruang tamu sampai penasaran, apakah suaminya itu tidak haus, atau lapar? Atau sebenernya Adam tidur?
Naifa mengembuskan nafas kasar, bingung. Sekarang Naifa kembali duduk di sofa ruang tamu setelah selesai salat duhur.
Apa yang harus Naifa lakukan? Jika diam saja, sampai kapan ia dan Adam akan seperti ini, seperti orang asing. Naifa mengetuk dagunya, memikirkan bagaimana cara memanggil suaminya itu.
***
Adam masih duduk di kamar dengan kesal, bolak-balik ponselnya bergetar tanda ada telpon masuk dari Vela. Juga ada pesan dari Vela yang menanyakan dirinya. Jujur saja ia tengah bingung dengan apa yang baru saja ia lakukan pada Vela, ia tak tahu harus apa, mungkin jika Vela menangis dan berteriak itu akan memudahkannya untuk minta maaf. Tapi ini, Vela diam saja, tak seperti apa yang ia bayangkan. Jadi apakah Adam juga harus biasa saja? Seperti tidak pernah terjadi apa-apa?! Atau memang tidak terjadi apa?! Entahlah Adam sangat kesal dengan kesi alan ini.
"Aaaaaaaaaaaa!!!!"
"Astaghfirullah!!"
Adam yang duduk di ranjang menghisap rokok itu mengernyit saat mendengar Nai berteriak.
"Apa, yang di lakukan gadis si a lan itu?!" Adam melempar puntung rokok ke lantai dan menginjak nya.
Membuka pintu dan menghampiri Naifa yang tengah memutar kan badannya dengan raut takut.
"Ngapain, sih! Teriak-teriak! Berisik tahu nggak!" Bentak Adam.
Tapi Naifa yang tengah ketakutan itu hanya menampakan wajah memelas, "tolong Bang, Nai takut sama kecoa," ucapnya menunjuk hewan kecil yang menempel di bawah bahunya.
"Ppffft hahahaha, lo takut sama kecoa?! Hahaha."
Adam tertawa, ia sampai menutup mulutnya saat melihat Naifa ketakutan hanya karena masalah kecoa yang menempel pada jilbabnya.
Dalam seperkian detik, Naifa tak mampu berkata-kata, ia sedikit bahagia saat melihat suaminya tertawa, ia bahkan terdiam dan tersenyum mengamati setiap inci wajah suaminya yang tengah tertawa itu. Tawa lepas tanpa beban, tak seperti pandangan matanya yang setiap Nai pandang selalu menyiratkan beban yang begitu banyak.
"Sini, gue buang in," ujar Adam setelah sadar dari tawanya.
Ia mengambil hewan yang menempel di jilbab Naifa dan membantingnya ke lantai dan bersiap untuk menginjaknya, saat bersamaan dengan teriakan Naifa.
"Jangan, Bang! Biarkan dia hidup," ucap Naifa yang membuat kaki kanan Adam berhenti di udara.
"Bukannya lo takut?!"
Naifa mengangguk, "iya, tapi tidak harus di bunuh juga 'kan?!"
Adam kembali tak perduli, ia membalik badannya bersiap-siap untuk kembali ke kamar.
"Abang!" Panggil Naifa dengan takut.
Adam berhenti tanpa menoleh.
"Sebagai ucapan terimakasih, karena sudah membantu Nai, boleh Nai siapkan makan?" Tanyanya harap-harap cemas.
"Serah lo!" Jawab Adam.
Adam masuk kembali ke kamar dan menutup pintu rapat-rapat.
Naifa masih berdiri di sana dengan senyum merekah, "sedikit-sedikit, Nai. Perlahan tapi pasti, dengan kekuatan Doa dan usaha kamu harus yakin, kalau Allah akan membantumu melembutkan hati suamimu, karena hanya Allah lah Sang Maha membolak-balikkan hati." Ujar Naifa menyemangati dirinya sendiri.
***
Sebenernya makanan sudah ada, hanya tinggal di panaskan saja. Jadi Naifa kini tengah di dapur, ia tengah menghangatkan masakannya, hanya menggoreng ayam ungkep baru untuk suaminya, untuknya biarlah yang di hangatkan saja.
Semua sudah siap, dengan menarik nafas pelan dan membaca basmalah ia berjalan menuju kamar suaminya. Lalu mengetuk nya dengan pelan. Entah kenapa perasaan takutnya sedikit hilang setelah melihat wajah suaminya tadi saat tertawa, hanya karena dirinya yang ketakutan dengan kecoa. Harusnya Naifa berterimakasih pada kecoa itu, karena telah membantunya untuk mengeluarkan suaminya tanpa sengaja.
Tok ... tok ... tok
"Abang, masakan nya sudah siap," ucapnya pelan.
Tidak ada jawaban. Membuat Naifa bersiap-siap untuk mengetuk kembali pintu.
Tuk. Bersamaan dengan pintu yang terbuka, Naifa tak sengaja mengetuk dada seseorang karena dalam hitungan detik pintu sudah terbuka dan menampilkan suaminya di depannya.
Naifa mendongak dan Adam yang lebih tinggi dari Naifa menunduk. Keduanya sama-sama merasa debar aneh yang baru mereka berdua rasakan.
"Maaf," ucap Nai sembari menarik kepalan tangannya di dada Adam.
Adam yang tak mengerti harus berbuat apa, lebih memilih pergi ke arah belakang. Meninggalkan Nai dengan detak jantung yang berdebar-debar kencang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments
Neulis Saja
wish you all the best
2023-02-06
0
teti kurniawati
ketuk dada bukan ketuk pintu... 😄
2022-12-07
1
teti kurniawati
sepertinya membanting adalah hobinya 🤣
2022-12-07
0