Pagi hari, Naifa keluar dari kamar dengan pakaian yang bisa di bilang rapi.
"Mau, ke mana Nai?" Tanya ibu yang tak sengaja melihat Nai keluar dari kamar.
"Mau, keluar sebentar Bu," jawabnya di iringi senyum dan menyalami tangan ibunya dengan takzim.
"Jangan lama-lama ya, nanti mungkin Ibu Nuri sama Pak Hendra juga anaknya akan ke sini," ucap ibu lagi.
"Sebentar saja, Nai janji," ucap Nai.
Ibu Muni yang tahu kalau putrinya habis menangis, mengusap pipi halus nan bersih milik putrinya. Nai-putrinya begitu cantik, se cantik dirinya. "Maafkan ibu Nai," ucap Ibu dengan air mata yang menggenang.
"Tidak, apa-apa bu, kita tidak kuasa." Nai melepas tangan ibu yang ada di pipinya, lalu pergi dari sana.
"Assalamu'alaikum," ucap Nai begitu keluar dari pintu.
Ibu Muni membalas dengan pelan bahkan hampir tak terdengar, "wa'alaikumsallam."
Rara memeluk ibunya dari belakang, "jangan sedih bu, Rara yakin, Kak Nai bisa merubah Mas Adam menjadi lelaki yang baik," ucapnya dengan sedih.
Ibu mengusap tangan putrinya itu, "ibu jahat ya, Ra?!"
Rara melepas pelukan nya, membawa dirinya untuk berdiri di depan sang ibu. Menggenggam tangan ibunya dan berucap, "seperti yang tadi di katakan Kak Nai, bu...kita tidak kuasa. Jadi ibu nggak boleh bilang kalau ibu jahat, ibu adalah ibu paling baik," Rara tak kuasa untuk tidak memeluk sang ibu. Bahkan Sasha yang dari tadi hanya melihat dari kejauhan pun akhirnya mendekat dsn ikut memeluk sang ibu, memberi kekuatan.
***
Nai berjalan kaki dari rumahnya, melewati jalan aspal, lalu berbelok menuju jalan yang lebar yang tidak beraspal hanya bebatuan saja. Ia melewati beberapa beberapa rumah abadi bagi manusia, hingga sampailah ia di rumah abadi sang Ayah. Dengan mengucap salam Nai lantas duduk di sebelah rumah abadi sang Ayah.
Membaca doa, dan mulai bercerita. Entahlah ia ingin sekali ke sana dan bercerita pada Ayahnya. Mengeluarkan keluh-kesah di hatinya.
"Yah ... aku akan menikah," ucap nya dengan senyum yang menyedihkan.
"Ayah tahu, siapa orang yang ibu jodohkan dengan ku?! Ya, yah ... orang itu adalah Adam." Ucap Naifa, seolah tengah berbicara pada Ayahnya secara nyata.
"Hh, ayah tahu? Dada Nai rasanya sesak Yah, kenapa harus menikah dengan Adam Yah? Nai nggak mau Yah," ucap Nai tertahan.
Air matanya lolos, ia menangis di sana. Menelungkup kan wajah nya di lutut, menangis sejadi-jadinya. Mengeluarkan sesak yang menghimpit dadanya.
"Padahal, Nai mengagumi orang lain Yah, tapi kenapa harus Adam Yah?!"
"Apa, jika Ayah masih hidup Ayah mau menikahkan aku dengan Adam Yah? Apa Ayah rela, jika putri Ayah ini harus menikah dengan orang yang terkenal buruk nya dari pada baik nya?"
Lama sekali ternyata Nai di sana, sampai lupa pesan ibunya agar dirinya tak boleh lama-lama.
Hingga ia ingat waktu itu, waktu dirinya di temui oleh Ibu Nuri.
Flashback on
Sore harinya, sebelum paginya Ibu Nuri menemui Ibu Muni, ia lebih dulu menemui Naifa di Masjid yang tak jauh dari rumahnya, karena Naifa biasa mengajar anak-anak mengaji di sana. Membantu Ustadzah Arini.
"Apa, kabar, Bu ... lama sekali Nai tidak bertemu ibu," ucap Nai kala itu, ia begitu sopan dan selalu mengulas senyum pada Ibu Nuri.
"Aku, baik Nak," Ibu Nuri mengusap lengan Nai, "Nai?!" Panggil Ibu Nuri selanjutnya.
Keduanya sudah duduk depan Masjid sebelah kanan, paling pojok. Agar tak mengganggu ataupun terganggu anak-anak yang tengah mengaji.
"Iya, bu. Seperti nya ada yang penting, tumben sekali ibu menemui Nai, di Masjid."
Ibu Nuri mengulas senyum, "kamu tahu, Nai? Kamu sudah besar ternyata, berapa usia kamu sekarang?"
"Delapan belas, bu," jawab Nai.
"Apa, kamu mau membantu ibu?" Tanya Ibu Nuri dengan pelan dan ragu.
"Apa yang bisa, Nai bantu, Bu? Jika mudah, dan Nai bisa, InSyaa Allah, Nai bantu Bu," ucap Nai.
Ibu Nuri membasahi bibirnya sekilas, dan menarik nafas sebelum mengatakan apa maksudnya.
"Maukah kamu, menikah dengan Adam?" Tanya Bu Nuri dengan wajah takut nya. Takut akan di tolak mentah-mentah oleh gadis berwajah cantik itu.
Naifa diam tak menjawab, ia tersenyum masam, tak mengerti harus menjawab apa. Namun jika hatinya bisa menjawab, maka jawaban nya adalah tidak mau.
"Nai, ibu tahu kamu pasti ogah bukan?! Menikah dengan putra ibu yang seperti itu, tapi, Nai ... ibu tidak tahu harus meminta tolong pada siapa, ibu yakin hanya kamu yang bisa membantu Adam kembali ke jalan yang benar." Naifa masih diam mendengarkan apa yang Ibu Nuri katakan.
"Nai, dulu Adam putra ibu adalah putra yang baik. Tapi setelah masuk SMP, entah kenapa dia jadi semakin aneh sampai, seperti sekarang." Ibu Nuri menjelaskan inti dari masalahnya pada Naifa dengan air mata yang mengalir, jelas sekali di wajah ibu Nuri yang menyiratkan kesedihan yang begitu mendalam.
"Setelah berteman dengan perempuan yang bertato, Adamku jadi seperti itu Nai. Ibu mohon sama kamu, Nai, apa kamu mau membantu ibu?"
Naifa yang tidak tahan melihat Ibu Nuri menangis dengan segera memeluk Ibu Nuri dari samping.
"InSyaa Allah Nai bantu, bu, tapi apa tidak bisa dengan cara lain, selain menikah Bu?!" Sungguh Nai sebenarnya ingin menolak. Tapi, ia tak bisa se tega itu mengatakannya pada Ibu yang tengah merindukan anak baiknya yang kini menjadi seperti itu.
"Sudah di lakukan segala cara, Nai, tapi anak ibu," ibu Nuri bahkan tak lagi bisa melanjutkan kalimatnya.
"Nai, menyerahkan jawaban pada Ibu, apa yang nanti nya Ibu Nai katakan sebagai jawaban, itulah jawaban Nai bu," ucap Naifa akhirnya. Pasrah.
Karena ia tahu, keinginan Ibu Nuri jelas menjadikan dirinya sebagai menantu. Entah apapun alasannya.
"Benarkah Nai?!" Ibu Nuri menoleh ke arahnya, Naifa mengangguk. "Terimakasih Nai," ibu Nuri lantas memeluk sayang calon menantunya itu.
Flashback off
Nai mendongak dan menghapus air matanya, "Yah ... aku pamit ya, sudah terlalu lama Nai di sini, Nai nggak mau kalau Rara sampai menyusul ke sini," ucapnya yang lantas beranjak dari sana.
Nai mendengar suara orang membersihkan makam, jadi ia segera bangun sebelum orang-orang melihatnya dengan aneh karena berbicara dan menangis sendirian di samping makam.
Sudah saatnya ia kembali menjadi Nai yang dewasa, yang akan menerima segala bentuk rasa dalam hidupnya. Bersiap untuk mejalani hidup yang entah lah, setelah ini. Nai mencoba tersenyum lebar seperti biasa saat berpapasan dengan orang-orang. Melupakan hati yang belum siap untuk segala sesuatunya. Mungkin akan buruk, atau sebaliknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments
Neulis Saja
nasi, you have to strong 💪
2023-02-06
0
Ka'Unna
semangat kakak🥰
2022-12-18
2
Noviyanti
mungkin adam ada sesuatu yang membuatnya berubah ... eh ksatria baja hitam kali berubah. 😆😆
2022-12-03
1