Dengan langkah panjang-panjang Sasha berjalan menuju rumah Kak Nai yang lumayan jauh dari tempatnya. Jika di lewati dengan jalan kaki sudah di pastikan nanti malam kaki Sasha akan pegal-pegal. Tapi ternyata jauhnya jalan menuju rumah Naifa tak di hiraukan sama sekali oleh Sasha.
"Sha, mau ke mana?!" Sebuah motor berhenti di sampingnya. Membuat Sasha menoleh ke arah pria yang menggunakan helm ful face sehingga Sasha tak tahu siapa orang itu.
Sasha terdiam, namun setelah si pengendara motor membuka helmnya senyumnya lebar menyapa pria itu.
"Eh, Kak Aran! Kok kakak bisa ada di sini?!"
"Iya, Kakak dengar kabar Kak Nai, jadi apa benar Sha?!" Tanya Aran dengan raut wajah sendu.
Sasha mengangguk, "ya Kak. Benar. Kak Nai sudah menikah dua hari yang lalu," jawab Sasha tidak semangat sama sekali.
"Bisa ngobrol, sebentar Sha, Kakak pengin tahu," ucap Aran yang masih di atas motornya.
Sasha melihat sekeliling nya, "di sana Kak," tunjuk Sasha pada pos ronda.
Aran mengangguk dan menjalankan motornya menuju ke sana, Sasha pun mengikutinya.
Kini keduanya sudah duduk di Pos Ronda.
"Jadi, kenapa Nai bisa menikah dengan Adam Sha?" Aran memulai obrolan, mengorek sedikit informasi dari adik seseorang yang ada di setiap doanya.
"Huhh," Sasha mengembuskan nafas kasar. "Kak Nai sebenarnya nggak mau, aku yakin itu Kak. Hanya saja ... Ibu Nuri yang meminta Kak, Kakak tahu sendiri, bagaimana kebaikan Ibu Nuri pada kami, jika tak ada bantuan dari Ibu Nuri, mungkin kita tidak akan seperti ini. Jadi untuk menolak, jelas tidak mungkin 'kan Kak?!" Jelas Sasha.
Aran mengangguk, ya ... Ibu Nuri dan Pak Hendra memang orang yang begitu dermawan, tidak hanya keluarga Ibu Muni saja yang di bantu, semua orang di kampung mereka yang terlihat tidak mampu pasti di bantu oleh mereka. Apa daya Aran yang hanya orang biasa, tidak se-kaya Keluarga Adam.
"Baiklah, semoga Nai bahagia dengan Suaminya." Ujar Aran.
"Kok, Kakak nyerah sih, harusnya Kakak berusaha dong," ucap Sasha.
"Kamu, tahu apa Sha?" Aran terkekeh melihat adik kecil Naifa itu seperti sedih saat ia mendoakan kebahagiaan untuk Naifa.
"Aku, memang nggak tahu apa-apa Kak, tapi aku tahu, apa itu suka. Dan aku yakin Kak Nai pasti suka sama Kak Aran." Ujar Sasha lagi.
"Suka tidak harus bersama 'kan Sha?! Kita cukup saling mendoakan, semoga kita semua di beri kebahagiaan." Ujar Aran.
Pemuda 18 tahun itu hanya bisa pasrah, karena jika sudah menikah ia bisa apa? Selain mendoakan yang terbaik tentunya.
"Ya sudahlah, Aku pergi ya," ucap Naisha sembari berdiri.
"Eh, kamu mau ke mana?!" Tanya Aran.
"Aku, mau mengintai rumah Kak Nai, aku mau lihat apa Kak Nai ku bahagia atau tidak." Ujar Naisha. "Assalamu'alaikum." Sambung Naisha.
Aran hanya bisa geleng-geleng kepala melihat Naisha yang sudah berjalan. "Wa'alaikumsallam, Sha ... Aku yakin Sha, kalau Naifa akan bahagia," ucap Aran.
Pemuda yang kuliah di Jogja itu sengaja pulang setelah tahu dari Mamanya kalau sang sahabat menikah. Sahabat yang selalu ada dalam doanya, sahabat yang ia harap bisa menjadi makmumnya, tapi nyatanya takdir tak berpihak padanya. Mungkin nanti ia akan menemukan sosok baik seperti Naifa yang Allah siapkan untuknya.
Akhirnya, Aran memutuskan untuk mengikuti dari jauh langkah Naisha, bukan penasaran, hanya saja ia ingin melihat wajah sahabatnya dari jauh. Sebelum ia kembali ke Jogja dan bertemu kembali entah kapan. Karana setelah seperti ini, entah siapa yang akan ia rindukan lagi di sini, selain orangtuanya.
***
Sore nya Naifa tengah duduk di ruang tamu yang merangkap sebagai ruang TV. Ia duduk menonton acara pengajian di salah satu stasiun televisi.
Adam terlihat keluar dari kamarnya dengan handuk di lehernya. Naifa yang melihat itu langsung berdiri dan bertanya. "Bang, mau mandi?"
"Menurut lo?!" Tanya balik Adam dengan sinis, namun tak berteriak.
"Mmm, mau pakai air hangat?!" Tanya Naifa lagi.
"Emang lo mau masakin?!" Adam membalik badannya mengarah ke Naifa.
"Mau, sebentar, Abang duduk dulu, kalau sudah siap nanti Nai panggil." Ujar Naifa.
Adam mengangguk dan menurut, ia lalu berjalan ke arah sofa dan duduk di sana. Sedangkan Naifa berjalan menuju dapur untuk memanaskan air untuk suaminya mandi.
Adam duduk dan menonton tv, duduk dengan menyandarkan punggungnya. Namun suara dari televisi membuatnya duduk dengan tegak dan melihatnya.
"Ustadzah, apakah benar surga seorang istri ada pada suami?" Terlihat di televisi seorang tengah bertanya pada ustadzah pengisi pengajian tersebut.
"Ya, dan di antara keutamaan istri yang taat pada suami adalah akan dijamin masuk surga. Ini menunjukkan kewajiban besar istri pada suami adalah mentaati perintahnya. 'Wanita mana saja yang meninggal dunia lantas suaminya ridha padanya, maka ia akan masuk surga' (HR. Tirmidzi no. 1161 dan Ibnu Majah no. 1854."
"Apa suami seperti gue pun termasuk?! yang bahkan belum memberikan nafkah sama sekali," tanpa sadar Adam mengucapkan kalimat tersebut, yang ternyata di dengar oleh Naifa.
"Semua suami adalah surga bagi istrinya, Bang." Ujar Naifa dengan senyuman yang begitu lebar.
Adam menahan rasa terkejutnya.
"Benarkah?!" Tanya Adam seolah tak percaya.
"Hm," Naifa mengangguk.
Adam lantas berdiri dan meninggalkan Naifa di sana.
"Airnya belum Nai tambahin air dingin Bang," ucap Naifa lagi.
"Ya. Makasih," ucap Adam yang semakin jauh. Namun ucapan terimakasih itu masih bisa di dengar dengan jelas oleh Naifa. Membuat Naifa tersenyum dan berlalu ke sofa, ia duduk di sana menonton kembali pengajian yang belum selesai.
Baru saja duduk, pintu rumah nya terdengar di ketuk di barengi dengan ucapan salam. Naifa tak langsung membuka, ia mengerutkan kening penasaran.
"Assalamu'alaikum, Kak," ucap Sasha dari depan pintu.
"Sasha," gumam Naifa. "Wa'alaikumsallam," jawabnya seraya berdiri dan membuka pintu.
"Sasha," ucap Naifa begitu melihat adiknya ada di depannya.
"Kakak, apa kabar?" Tanya Sasha yang langsung memeluk tubuh Kakak nya itu.
"Alhamdulillah, baik. Kamu ngapain ke sini?! Bilang sama ibu tidak?!" Tanya Naifa beruntun.
"Alhamdulillah kalau Kakak baik, aku khawatir banget Kak," ucap Sasha masih dalam dekapan hangat sang kakak.
"Ayok, masuk." Ajak Naifa pada adiknya.
"Tidak, usah Kakak. Aku cuma mau memastikan saja kalau kakak benar-benar baik-baik saja." Sasha mengurai pelukan nya dam menatap netra indah sang Kakak. "Kakak tidak terlihat berbohong," gumamnya dalam hati sembari menatap netra indah sang kakak, mencari tahu apakah kakaknya berbohong atau tidak. Dan jawabnya adalah tidak.
Naifa tersenyum, "Kakak akan baik-baik saja Sha, kakak tidak sama orang lain, kakak tinggal sama suami kakak, jadi kamu, Rara dan Ibu tidak perlu khawatir. Abang Adam orang nya baik kok, baik sekali." Jelas Naifa tanpa kebohongan yang terlihat. Karena nyatanya Adam tak pernah melakukan apa-apa yang merugikannya, hanya memang sedikit keras saja saat berbicara.
"Benarkah?!" Tanya Sasha seolah tak percaya.
"Benar, Sayangku. Abang Adam tak seperti apa yang kita bayangkan selama ini, nyatanya Abang Adam adalah orang yang baik. Kamu pernah dengar kalimat seperti ini 'kan?! 'tak kenal, maka tak sayang'. Karena kita belum kenal jadi kita tak mengerti apa yang sebenarnya," ucap Naifa.
Tanpa mereka tahu, ada dua pasang mata yang memandang mereka berdua dengan tatapan yang ... sulit di artikan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments
Neulis Saja
arankah?
2023-02-06
0
teti kurniawati
love😍😍😍
2022-12-08
2
Noviyanti
semoga adam cepat sadar kalo naifa istri soleha untukmu.. semangat nai, buat adam masuj ke jalan benar
2022-12-07
1