Bab 9

Adam sudah duduk di kursinya, menyusul Naifa dengan perasaan senang dan ... canggung. Dengan sedikit ragu Naifa mengambilkan nasi dan lauk untuk suaminya. Padahal dalam benaknya ia sudah membayangkan akan indah sekali jika istri masak dan suami yang makan dengan percakapan seperti yang ada di angannya.

"Abang mau makan sama apa?"

"Sama itu, Nai, tolong ambilkan,"

"Iya, yang ini,"

"iya, Nai duduk sini, biar kita makan sepiring berdua, Nai mau 'kan Abang suapi?"

Nai mengangguk kan kepalanya dan tersenyum begitu lebar, membuat Adam yang tengah duduk memperhatikan dirinya mengambilkan nasi untuknya keheranan. Pasalnya Naifa mengambilkan nasi sampai memenuhi piring.

"Lo mau bikin gue mati kekenyangan!" Teriakan Adam membuat Naifa sadar dari apa yang ia bayangkan.

"Ah, iya, maaf Bang," ucap Naifa tak enak hati. Karena setelah ia sadar dari lamunannya ia baru menyadari kalau piring untuk suaminya berisi nasi dengan begitu banyak.

Naifa akhirnya mengembalikan nasi yang banyak itu, hanya menyisakan sedikit saja di piring, secukupnya untuk makan Adam. Lalu Naifa mengambilkan lauk ayam goreng yang baru dan beberapa lauk lainnya. Menaruhnya di depan suaminya.

"Silakan, Bang. Maaf, kalau rasanya tidak enak,"ucapnya.

Adam menyendok nasi dan bersiap untuk memasukan nya ke dalam mulut, namun segera di tahan oleh Naifa. "Tunggu, bang!"

"Apa lagi!" Adam benar-benar kesal pada Naifa yang menurutnya begitu cerewet.

"Ber-do'a dulu," ucap Naifa pelan seraya menengadahkan telapak tangan sembari membaca doa.

Adam yang sudah begitu lama meninggalkan kegiatan seperti itu hanya bisa menelan ludah kasar, bukan tak bisa doanya. Hanya saja ia merasa sudah tak pantas lagi untuk berdoa.

Selesai berdoa Naifa mengusapkan telapak tangan pada wajahnya, "selamat makan, Bang."

Adam menikmati makanan yang di siapkan Naifa dengan lahap, membuat Naifa senang, ia tersenyum mengerling ke arah suaminya.

"Kenapa! Senyum-senyum?! Ngeremehin gue lo?!" Tanya Adam yang memang tak suka jika ada orang yang senyum ke arahnya.

Naifa menggeleng, "bukan begitu Bang, Nai tersenyum karena senang, Abang do_doyan masakan Nai."

Setiap kali tatapan galak dari Adam sejujurnya Naifa merasa sedih dan takut. Bagiamana bisa Adam tidak suka pada senyuman nya, sedangkan senyumannya itu terbilang mahal, hanya dirinya lah lelaki muda yang mampu melihat dengan seutuhnya senyuman Naifa. Biasanya Naifa tidak akan segan-segan untuk menundukkan pandangan dari para lelaki, begitu juga Aran, walaupun Aran bisa di bilang teman baiknya.

Mungkin karena rasanya memang lezat jadi Adam melanjutkan kembali makannya dan membiarkan Naifa yang juga melanjutkan makannya, walaupun dengan rasa takut.

***

Setelah makan Adam langsung kembali ke kamar. Sedangkan Naifa masih duduk di kursinya, menarik nafas dalam-dalam dan mengembuskan nya secara perlahan, beristighfar dan bergumam, "semangat Nai, baru dua hari ini bukan?!"

Naifa lanjut membereskan semua piring, ia lalu dengan sengaja meminum air di gelas suaminya yang masih tersisa, dengan basmalah ia meminumnya. "Minum dalam satu gelas, untuk pertama kalinya," ucap Naifa dengan senyum.

***

Di dalam kamar.

Entah kenapa Adam masih bisa menyunggingkan senyum saat mengingat bagaimana wajah Naifa yang ketakutan hanya karena kecoa, ia merasa istrinya itu sangat lucu. Tunggu, istri? Adam menggeleng. Entah kenapa ia bisa sampai mengakui kalau Naifa adalah istrinya, ya istri yang baru dua hari ini sah namun sudah mampu membuat hatinya menyuruhnya untuk berbalik arah dari apa yang tengah ia lewati.

Ia masih ingat betul kenapa dirinya bisa jadi seperti sekarang, menentang orang tua, tak perduli pada kerjaan, tak perduli pada perasaan orang, selalu memikirkan dirinya sendiri, selalu minum-minum an.

Setelah mengenal Vela, ya ... setelah mengenal Vela, ia jadi seperti ini. Setiap perkataan Vela seolah hipnotis yang selalu membuatnya bertekuk lutut mematuhi perintah.

Bukan tak menyadari, tapi memang seperti itu kehidupannya. Hidup penuh perhatian dari orangtuanya membuatnya menjadi anak yang paling di jauhi di sekolah nya sampai akhirnya ia bertemu Vela yang lebih tua darinya, namun Vela mampu membuatnya jadi di takuti oleh teman-temannya, tak lagi di jauhi karena di remehkan, tapi di jauhi karena di takuti. Dan Adam suka itu. Suka saat semua teman, orang takut padanya. Tak lagi mengatur-atur dirinya, menyuruh dan sejenisnya.

Tapi, entah kenapa dua hari ini, tidak. Lebih tepatnya setelah mendengar Naifa mengaji, atau setelah ... Adam mendengus kesal. Jadi sebenarnya setelah apa dia jadi seperti ini?! Jadi merindukan masa-masa menyenangkan dulu, merindukan kedamaian seperti dulu. Tak menaruh begitu banyak dengki di hatinya. Apa yang di lakukan istri kecil nya itu, sampai dia ingin berhenti dari segala sesuatu yang membuatnya merasa senang sebelum ini.

Ibunya bahkan tak mampu membuatnya kembali seperti dulu, walaupun semua sudah Ibu Nuri berikan. Di bujuk rayu dengan uang, mobil, sampai di kasih tahu pelan-pelan dan hati-hati. Tapi nyatanya ia tetap nyaman pada jalan yang menyesatkan itu. Sampai kini, baru dua hari ini ia menikah dengan Naifa, ia sudah mulai merindukan masa dulu dan berubah dari apa yang biasa nya ia lakukan. Ia juga ingin hidup normal. Tak lagi berandal seperti sekarang.

"Tapi, apa dosa-dosa yang sudah dibuat begitu banyak bisa di maafkan?!" Tanpa sadar Adam mengeluarkan air di sudut matanya, sudah begitu banyak dosa yang ia perbuat.

***

Rumah ibu Muni

Rumah Ibu Muni terlihat begitu sepi, Sasha tengah sendirian di rumah. Rara tengah mengajar ngaji mengganti kan Kakaknya, sedangkan ibunya masih di warung. Sasha yang biasanya ke Masjid dua hari ini entah kenapa rasanya begitu malas, ia lebih memilih ngaji di rumah bersama ibunya sehabis Magrib. Karena saat ke Masjid ia pasti akan terbayang-bayang wajah Nai yang selalu tersenyum saat mengajari anak-anak mengaji.

Ah, Sasha sungguh merindukan kakak tertuanya itu. Kakak yang selalu bisa membuatnya menjadi berpikiran dewasa. Mengajari nya segala hal, sampai di usianya yang masih menuju remaja itu dia bisa membantu pekerjaan rumah dan masak. Itu semua berkat telaten nya Naifa dalam mengajarinya setiap hari. Mengajari adiknya dengan sabar.

Sasha tersenyum, "lagi apa ya, Kak Nai?!" Gumamnya seorang diri.

"Aku lihat aja kali ya, ke sana! Aku khawatir sama Kak Nai." Ujar Sasha.

Ya, Sasha akhirnya beranjak dari duduknya dan mengambil jilbab nya. Ia akan memata-matai rumah Kakaknya, ia takut Kakak tercintanya tengah menangis atau tengah kesakitan, mungkin. Dan jika itu terjadi, Sasha akan dengan tegas menarik Kakaknya agar pulang saja ke rumah, tak akan ia biarkan kakak tercintanya itu menderita di tangan lelaki seperti Adam.

Sasha mencolek hidungnya dengan Jempolnya di depan cermin. "Ayo! kita pergi menuju rumah Kak Nai. Kita lihat, bagiamana keadaannya."

Sasha mengangkat tangan yang terkepal ke atas seperti akan maju ke medan perang.

Terpopuler

Comments

Neulis Saja

Neulis Saja

keep up spirit nai

2023-02-06

0

teti kurniawati

teti kurniawati

sedih sangattt😥

2022-12-08

3

teti kurniawati

teti kurniawati

duh kasihan.. emang suka nyesek ya.. haluan tidak sama dengan kenyataan 😥

2022-12-08

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!