Bab 12

Adam melihat Naifa dengan bingung. Ia tak tahu harus seperti apa, tersenyum kah?! Bahagia kah?! Karena istri kecilnya itu sudah dengan berani meminum dari gelas bekas bibirnya.

Naifa masih menatap takut-takut karena wajah Adam yang terlihat kaku.

"Ekhem." Adam berdehem. "Gue mau ambil ini," Ujarnya seraya dengan cepat mengambil korek dan sebungkus rokok yang tadi sebelum makan ia keluarkan dari dalam saku. Ia mengangkat nya ke depan Naifa.

Naifa hanya tersenyum kikuk dan mengangguk.

Naifa hanya bisa bernafas lega saat ternyata suaminya tidak marah, hanya saja sekarang dirinya malah bingung dan malu. Karen sudah ketahuan meminum di gelas bekas suaminya.

Adam berlalu dari sana, meninggalkan Naifa dalam perasaan malu yang luar biasa.

***

Suara motor berhenti tepat di depan rumah Ibu Muni, bersamaan dengan selesainya Adzan Magrib. Segera saja dari dalam pintu rumah itu di buka, nampak lah wajah khawatir dari Ibu Muni dan Rara.

"Assalamu'alaikum!" Ujar Sasha dan Aran bersamaan.

"Wa'alaikumsallam, Sha! kamu dari mana?!" Ibu Muni lantas memeluk erat tubuh gadis bungsunya itu.

"Kok, bisa sama kamu Kak?!" Tanya Rara.

"Sudah! Ayo jelaskan di dalam," ajak Ibu Muni.

"Iya, bu," ucap Sasha dengan menyesal karena sudah membuat Ibunya begitu khawatir.

Rara menutup pintu setelah Sasha dan Aran masuk.

"Kamu, dari mana?!" Tanya Ibu Muni lagi.

"Maaf, bu ... tadi Sasha ke rumah Kak Nai," jawabnya dengan menunduk.

"Astaghfirullah! Se-enggaknya kamu kasih tahu dong Sha, Ibu sama Kakak 'kan jadi nggak khawatir kayak gini." Gerutu Rara.

"Maaf, Kak." Naisha hanya bisa menunduk.

"Sudah, sudah! Sekarang kita salat dulu, baru setelah itu kita bicara lagi."

Ibu Muni mengajak semua tiga anak termasuk Aran salat, dengan Aran sebagai Imamnya.

Se-enggaknya hati Ibu Muni sudah lega saat anaknya sudah pulang. Walaupun dengan hati yang bertanya-tanya kenapa bisa sama Aran? Karena setahu Ibu Muni Aran tengah ada di Jogja.

Selesai salat, Ibu Muni mengajak Sasha dan Aran juga Rara makan malam. Masakan yang Rara masak sepulang dari Masjid. Tadi Rara pikir, Sasha menyusul ke warung, tapi nyatanya Ibu nya malah menanyakan adiknya itu padanya.

Naisha yang belum di berikan ponsel sendiri membuat Rara bingung tak bisa menghubungi, sedangkan saat menelpon teman-temannya, mereka semua tak ada yang tahu.

Dan saat kembali ternyata Naisha pulang dengan Aran dan mengatakan kalau dari rumah Kak Nai, bersama Aran kah?! Ngapain?!

"Jadi, kamu ke rumah Kak Nai?!" Tanya Ibu saat tengah mengambilkan nasi untuk Sasha.

"Iya, bu. Terus pas pulang ketemu Kak Aran di jalan, jadi di antar." Jawab Naisha.

"Kak, Aran nggak ikut ke rumah Kak Nai?!" Tanya Rara. Yang di peruntukan untuk Aran.

Aran menggeleng, "enggak, Ra."

"Ya sudah, tidak apa-apa. Sekarang sudah di rumah sudah tenang, ibu." Ujar Ibu. "Oh, iya, Ran?! bukannya kamu sedang di Jogja?!" Sambung Ibu Muni.

"Sampai tadi siang Bu, pengin tahu, benar apa tidak Nai menikah, ternyata benar." Jawab Aran jujur dengan senyum yang mengembang.

"Iya, jodoh Nai begitu dekat. Ibu tidak menyangka kalau Nai akan menikah di usia muda," ucap Ibu Muni sembari menerawang mengingat saat anaknya menikah dua hari yang lalu.

"Eh, ayo! Di lanjut makan. Setelah makan ibu mau nanya bagaimana kabar Kakak mu," ucap Ibu pada Naisha yang tengah sibuk mengunyah.

"Mmm, Kak Nai baik-baik saja, bahkan kata Kak Nai kita tidak perlu khawatir, katanya Kak Adam baik." Ternyata Naisha malah langsung menjawab tak menunggu makan malam selesai, bahkan saat mulutnya masih penuh dengan makanan.

"Makanan nya di kunyah dulu terus di telan, Sha, baru ngomong." Kata Rara yang gemas pada adiknya itu. Sasha memang lebih cerewet dari dirinya dan Naifa kakaknya.

***

Kekhawatiran pada Naifa tidak hanya di rasakan oleh Naisha sekeluarga, tapi juga di rasakan oleh Ibu Nuri. Ia jelas tak ingin terjadi sesuatu pada menantunya itu. Ibu Nuri bahkan dengan diam-diam menyuruh orang untuk mengawasi di sana. Mengawasi bagaimana Adam setiap jamnya.

Dan hari ini ia begitu senang saat sang mata-mata memberi tahu kalau melihat Naifa dan Adam tengah ngobrol di depan rumah dengan posisi Naifa di pintu dan Adam di kursi teras menjelang adzan Maghrib.

"Den, Adam tidak terlihat kasar, Bu. Malah yang saya lihat Den Adam menjawab dengan biasa saja, tidak membentak sama sekali." Begitu penuturan Pak Jenggot-orang-suruhan Ibu Nuri dan Pak Hendra.

"Baguslah, seenggaknya Adam menghargai Naifa." Ujar Ibu Nuri.

"Ya, Bu. Paling tadi pagi, saat baru pulang. Tapi saya hanya mendengar bantingan pintu, setelah nya saya tidak mendengar apapun, mungkin hanya saat kesal saja. Sama ini, tadi sore saya juga melihat adik dari Neng Naifa datang, dan tidak jauh dari tempat saya sembunyi ada pemuda yang memperhatikan keduanya Bu, saya tidak tahu itu siapa, karena Ibu hanya menyuruh untuk mengawasi Den Adam saja." Jelas Pak Jenggot lagi.

Ibu Nuri mendengarkan dengan dahi berkerut, "awasi terus ya, Pak. Jangan sampai ada yang mau mencelakai mereka, terutama Naifa." Perintah Ibu Nuri.

"Baik, bu," jawab Pak Jenggot.

Panggilan pun terputus, Ibu Nuri menyelesaikan panggilnya. Lalu ia mendekat ke arah sang Suami.

"Bagaimana, bu?!" Tanya Ayah Hendra penasaran.

"Sudah mulai ngobrol katanya Pak Jenggot Yah, cepet banget ya Yah. Baru mau dua malam sudah mulai, kita lihat Yah, malam ini Adam keluar apa tidak." Jawab Ibu Nuri yang lantas duduk di sebelah sang Suami di sofa.

"Hanya saja, kata Pak Jenggot ada yang mengamati Naifa dari jauh Yah, saat tadi Naisha datang bertemu dengan Naifa." Jelas Ibu Nuri.

"Siapa?!" Tanya Ayah penasaran.

"Nah, itu Yah. Pak jenggot tidak tahu," jawab Ibu Nuri.

"Ya, kita lihat saja. Mungkin hanya orang iseng." Jawab Ayah Hendra.

***

Naifa mengaji setelah Salat Isya, Adam bisa mendengar suaranya dari kamarnya karena Naifa mengaji dengan suara yang lumayan keras. Adam membuang ponsel yang tengah menampilkan panggilan dari Vela. Memang seharian ini Vela terus saja mengubungi nya, mungkin karena dirinya tak membalas pesan-pesan nya dan tidak datang ke kelab malam ini.

Adam beranjak dari ranjang dan berjalan ke luar kamar. Entah kenapa setiap mendengar suara Naifa yang tengah mengaji membuat dadanya berdebar, ada perasaan yang tidak bisa ia jelaskan. Yang pasti suara Naifa begitu indah di telinga Adam. Rasanya ia ingin mendekat dan mendengarkan dengan jelas. Tapi sayangnya, Adam hanya mampu sampai di depan pintu kamar Naifa saja. Ia menempelkan telinganya di pintu dan memejamkan mata. Mendengarkan istrinya yang tengah mengaji. Yang membuat sudut hatinya merasa tenang dan ... damai.

Terpopuler

Comments

Neulis Saja

Neulis Saja

although logging In is also no problem

2023-02-06

0

Noviyanti

Noviyanti

adam aku tunggu dirimu bucin

2022-12-08

2

linda sagita

linda sagita

ngobrol dulu, nanti baru bikin cucu🤭

2022-12-01

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!