Saat baru saja Naifa merebahkan dirinya di atas ranjang, ia terkesiap saat mendengar suara pintu kamar yang di banting dan suara mesin mobil yang menyala. Naifa segera mengenakan jilbab dan keluar dengan terburu-buru. Ia ingin melihat apakah suaminya itu akan pergi? Bukannya saat ia tanya jawab nya adalah tidak. Lalu kenapa sekarang saat sudah malam malah pergi?!
"Bang, Abang mau ke mana?" Tanya Naifa begitu sudah di samping mobil Adam.
Adam yang sudah di dalam mobil tersenyum sinis, menurunkan kaca mobil dan menatap tajam ke arah Naifa.
"Kenapa?! Lo merasa sudah bisa merubah gue?! Lo merasa dengan mudah nya lo bikin gue tertunduk sama lo?! Heh, jangan mimpi!" Adam memandang ke depan, tak lagi menatap tajam Naifa. Entah kenapa saat mulutnya mengatakan seperti itu, sudut hatinya merasa tidak senang.
Naifa jelas terkejut, kenapa sekarang Adam kembali dingin. Bahkan tatapan nya itu begitu mengerikan bagi Naifa. Ia menelan ludah dengan kasar, sembari memaksa untuk membuat senyum di bibirnya.
"Bukan seperti i_itu Bang, Nai hanya bertanya. Maaf kalau menyinggung perasaan Abang, silakan, jangan begadang tidak baik untuk kesehatan. Nai tunggu." Begitu kalimat yang di ucapkan Naifa secara terburu-buru. Lantas ia mundur agar tak menghalangi perginya mobil Adam.
Naifa berdiri di tempatnya menatap nanar kepergian Adam. Rasanya begitu nyeri dalam hatinya, tapi lagi-lagi Naifa tak mengatakan apapun apalagi mengeluarkan air mata. Gadis muda delapan belas tahun itu bahkan masih saja menyunggingkan senyum walaupun sedikit getir.
"Ya, Allah ... lindungi lah suami hamba, di manapun dia berada, kemanapun perginya. Semoga perginya suami hamba tidak membawanya dalam keburukan. Aamiin," ucap Naifa dalam hening nya malam, di depan rumah yang sepi, tanpa siapapun mengerti kalau hati nya kini tengah tersakiti.
Naifa memutuskan kembali masuk dan mengunci pintu. Lebih baik untuk dirinya mengistirahatkan badan dan pikiran, tak perlu terlalu di bawa untuk sedih, karena jalan yang akan ia lewati bukan untuk sehari dua hari tapi untuk selamanya. Jadi ... biarkan semuanya mengalir seperti semestinya.
***
Vela tersenyum puas penuh kemenangan saat melihat Adam kembali ke sisinya. Ia langsung menyuguhkan beberapa botol dan rokok untuk manusia bodoh yang gampang banget ia pengaruhi itu.
Bahkan Vela mengajak beberapa temannya agar bergabung, suasana yang ramai menjadi lebih ramai saat satu meja berisi banyak orang dengan para wanita se k si di sebelah para pria.
"Gue mau bicara sama lo!" Adam mengatakan tepat di depan telinga Vela agar kedengaran.
Vela menunjuk ke atas, yang menandakan untuk keduanya pergi ke atas Kelab. Di sana ada rooftop yang biasa nya hanya di kunjungi beberapa orang yang kenal dengan pemilik Kelab, seperti Vela dan Adam.
Adam mengangguk, lalu beranjak dari sana setelah pamit pada teman-teman Vela yang jadi teman minum nya juga. Adam mengikuti langkah Vela. Menaiki lift, dan melewati lorong yang berujung di pintu besi. Adam membukanya dan mempersilakan Vela untuk keluar terlebih dahulu, setelahnya baru dirinya.
Saat berada di sana, semua tidak akan menyangka kalau tengah berada di Rooftop Kelab, karena tepatnya beda dari kelab. Jauh berbeda. Rooftop di sana terlihat jauh lebih indah di pandang, dengan beberapa taman kecil penuh bunga dan terdapat gazebo modern di sana.
Adam langsung duduk di atas sofa di dalam gazebo, di susul Vela dengan duduk di sebelahnya sembari menyulut rokok.
"Lo mau bicara apa?! Seperti nya penting banget!" Vela membuang asap ke udara dengan mata yang mengerling ke arah Adam.
"Lo, yakin kita beneran ngelakuin waktu itu!" Jujur saja Adam masih tak percaya, karena masak iya dirinya tidak bisa merasakan apapun.
"Hahaha ...," Vela tertawa. Adam yang tengah memandang ke arah depan jadi menoleh begitu mendengar Vela tertawa, dahinya mengerut.
"Jadi, lo masih nggak percaya?! Lo perlu bukti apa?!" Vela menaikan sebelah ujung bibirnya.
"Lo, nggak nyesel?!" Adam menelisik wajah Vela yang tengah menatapnya dengan begitu intens.
"Gue nggak pernah nyesel dengan apa yang sudah kita lakukan Dam. Kalo lo mau, gue siap kapan saja." Ujar Vela dengan tatapan serius.
"Lo, gi la Vel. Kalau lo hamil gimana?!" Adam terlihat frustasi.
"Santai saja kali Dam, kalo gue hamil ya lo tinggal nikahin gue. Apa susahnya."
"Tapi gue sudah nikah! Lo tahu itu!" Geram Adam. Ia tak habis pikir dengan Vela.
"Kenapa?! Lo takut nyakitin perasaan istri lo?! Lo udah jatuh cinta sama dia?!" Adam tak menjawab ia menelan ludahnya dengan kasar.
"Bukan seperti i_itu Bang, Nai hanya bertanya. Maaf kalau menyinggung perasaan Abang, silakan, jangan begadang tidak baik untuk kesehatan. Nai tunggu." Kini justru Adam jadi mengingat apa yang di katakan Naifa saat dirinya mau pergi. Ia jelas mengingat bagaimana Naifa tersenyum saat kepergiannya ke tempat ini.
"Lo, nggak mikirin perasaan gue Dam. Gue yang selalu ada di sisi lo Dam! Dan tanpa lo tahu lo nyakitin perasaan gue Dam."
Adam menoleh ke arah Vela. "Apa maksud lo?! Lo suka sama gue?!"
"Heh," Vela tersenyum sinis, "gue cinta sama lo dari lama. Lo pikir gue mau sendirian nemenin lo terus menerus tanpa ada rasa?!"
"Atau, karena gue lebih tua dari lo, makanya lo nggak mau sama gue." Vela menatap Adam.
Ini pertama kalinya mereka berdebat tentang perasaan. Padahal biasanya mereka hanya sekedar bersama tanpa membicarakan perasaan. Apa yang di rencanakan Vela, sampai ia jadi mengaku cinta?!
Adam menelan ludahnya dengan kasar saat yang ada di hadapannya adalah Vela tapi nyatanya yang ia lihat adalah wajah Naifa dengan senyum manisnya. Adam menggeleng lemah, ia tak mengerti apa yang di katakan Vela. Justru ia hanya dapat mengingat Naifa saja.
Semua perkataan Vela seperti embusan angin yang tak ia perdulikan.
Adam lantas berdiri dan berjalan menuju ke pembatas. Berdiri di sana menatap keindahan kota yang di penuhi dengan kelap-kelip lampu. Namun keindahannya tak seindah bayangan senyum dari Naifa.
Ini gi la, saat ia tengah berada dengan Vela dan berbicara serius nyatanya bayangan yang muncul di matanya hanya ada Naifa.
Adam menghela nafas kasar.
Vela sudah berdiri di sebelahnya, menyodorkan sebungkus rokok dan korek.
Tanpa menoleh Adam mengambilnya dari tangan Vela. Ia mengambil sebatang rokok dari tempat nya dan menyulutnya. Menghisap dalam-dalam dan mengembuskan asapnya ke udara sembari memejamkan mata.
"Sorry Dam!"
Adam membuka matanya dan menoleh ke arah Vela. Perempuan yang sudah ada saat dirinya terpuruk karena perundungan yang selalu ia dapat dari sekolah menengah pertama. Gadis yang saat itu sudah SMA tapi mau berteman dan merubahnya menjadi anak yang di takuti oleh teman-temannya.
"Buat?!"
"Buat yang tadi, sorry gue emang suka sama lo, tapi lo nggak perlu khawatir gue lebih milih lo selalu ada di sisi gue, walaupun kita hanya teman."
"Kita sudah dewasa Vel, apa iya kita bakalan kayak gini terus?!"
"Ada, apa sama lo?! Lo nggak harusnya mikirin dewasa. Yang penting lo happy."
"Iya. Lo benar. Mungkin gue emang udah gi la kalau gue mikirin dewasa."
Keduanya kembali diam, menatap penuh ke arah di depan sana.
"Kayaknya gue punya ide buat senang-senang!" Ujar Vela.
Adam menoleh ke arah Vela.
"Kita minum di sini," sambung Vela.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments
Neulis Saja
nai, let flow like wind blowing
2023-02-06
0
Noviyanti
jangan percaya dam.. vela mungkin punya maksud..
2022-12-11
1
Mom Dian
Adam jangan jatuh keperangkapnya Vela lagi, pulang saja lebih aman
2022-12-06
1