Bab 11

Aran masih di sana, di belakang pohon yang terletak tak jauh dari rumah Naifa. Tengah memperhatikan Naifa dan adiknya yang tengah berbicara dengan senyum lebar. Tak nampak kesedihan di wajah Naifa dan itu cukup membuat Aran tenang. Seenggaknya dengan seperti itu Aran yakin kalau suami dari sahabatnya itu tak buruk untuk Naifa.

Sedangkan di balik punggung Naifa, Adam yang sudah selesai mandi dan baru akan masuk ke kamar nya ia tertegun saat mendengar apa yang di katakan istri kecilnya. Ia masih tak percaya bagaimana bisa Naifa tak mengatakan apapun pada Adiknya, selain hanya memuji dirinya. Baik?! Baik apanya? Bahkan Adam hanya bisa membentak dan belum memberikan nafkah. Meninggalkannya sampai pagi, tak perduli padanya sama sekali. Sungguh Naifa yang malang.

Adam masuk kamar setelah melihat Naisha pergi dari rumahnya, bahkan Naisha hanya datang untuk melihat keadaan Kakaknya. Sungguh bagi Adam, ia adalah manusia paling buruk. Sembari memakai baju sembari memikirkan apa yang tadi ia lihat, apakah sekarang saatnya ia mencoba untuk berubah?! Apakah sudah saatnya ia mengakhiri kehidupan nya yang tidak jelas ini?! Toh selama ini juga ia tetap tak memiliki teman. Tapi, bagaimana cara memulainya? Apakah dia harus minta bantuan pada istri kecilnya itu?!

Tok ... tok ... tok

Pintu kamarnya di ketuk, membuat dirinya membawa kepalanya menoleh ke sumber suara, sudah bisa di pastikan oleh Adam kalau istrinya lah yang tengah mengetuk pintu kamarnya.

"Bang, Abang sudah selesai?!" Benar saja, suara Naifa terdengar setelahnya.

"Mmmm, Nai mau tanya, Abang mau makan sama apa?" Suara Naifa di balik pintu terdengar ragu.

Adam memutar tumitnya berjalan ke arah pintu, setelah memakai pakaian nya dengan lengkap. Tangannya membuka pintu dan tampaklah Naifa dengan bibir yang menyunggingkan senyum.

"Apa?" Suara Adam terdengar pelan di telinga Naifa.

"Mmm," Naifa tak bisa mengalihkan pandangannya dari wajah tampan di depannya, rambut basah, wajah yang rupawan dengan mata yang tajam.

"Kenapa?" Ada rasa aneh saat Adam melihat gadis kecil menatapnya dengan tak berkedip, membuatnya tersenyum miring.

"Mmmm, itu." Naifa menggaruk kepalanya yang tertutup jilbab, "Abang mau di masakin apa, Abang nggak pergi 'kan?!" Tanya Naifa yang lalu mengalihkan pandangan nya dari wajah tampan di depannya dengan sedikit menunduk.

"Serah lo. Enggak," Adam menggeleng, "gue nggak pergi." Ujarnya.

"Iya," Naifa membalik badannya bersiap untuk pergi, namun ia kembali menoleh, "mmm Bang?!"

Adam menaikan alisnya, seolah bertanya 'apa?!'.

"Abang, nggak ada alergi makanan 'kan?!"

Adam menggeleng.

"Baiklah," Nai berlalu dari sana.

Adam bisa melihat kecanggungan yang menyerang Naifa. Terlihat begitu menggemaskan di mata Adam. Entah kenapa dia merasa senang saat melihat Naifa seperti itu. Adam bahkan tersenyum saat mengingat wajah canggung Naifa barusan.

***

"Abang sudah lapar?" tanya Naifa pada Adam yang tengah duduk di teras menikmati rokoknya.

Adam menoleh dan menggeleng.

"Kalau belum, Nai mau salat dulu, abis itu, baru makan." Ujar Naifa.

Kini Adam hanya mengangguk, sembari menatap badan Naifa yang memutar dan masuk ke dalam rumah.

Adzan Magrib terdengar, Adam membuang puntung rokok ke lantai dan menginjak nya. Setelahnya Adam beranjak dan masuk, tak lupa menutup pintu. Ia menunggu Naifa yang tengah salat dengan duduk di sofa ruang tamu. Tunggu? menunggu?! Adam menunggu untuk apa? Makan?

Adam mengangkat sudut bibirnya, bisa-bisanya dirinya menunggu Naifa untuk makan. Padahal bisa saja bukan dia langsung ke ruang makan dan langsung makan tanpa harus menunggu. Tapi, ini ... Adam benar-benar tak mengerti bagaimana bisa dalam dua hari saja Istrinya itu membuatnya seperti ini.

Apa mungkin Adam merindukan saat-saat seperti makan tadi siang? Saat makan di ambilkan dan ditemani?! Ah, entah sihir apa yang di pakai oleh Naifa sampai kini dirinya bisa menjadi seperti ini, kembali menurut.

Setelah merasa pusing dengan pemikiran-pemikiran nya, Adam berdiri dan berjalan dengan pelan mengarah ke kamar Naifa. Ia sedikit membuka pintu kamar itu. Dalam pintu yang terbuka sedikit itu, Adam dapat melihat Naifa tengah menengadahkan tangannya ke atas, berdoa.

"Ya, Allah ... Hanya Engkau dzat yang Maha Pengampun, Ampunilah segala dosa-dosa ku, dosa-dosa suamiku. Buka kan lah pintu hidayah-Mu, agar kembali lagi suami hamba ke jalan yang Engkau ridhoi."

Cukup! Adam menutup pintu dan kembali duduk di sofa. Rasanya ia begitu malu, bagaimana bisa dia yang berbuat dosa dan Naifa yang memintakan ampun pada-'Nya untuk dirinya.

***

Naifa sudah selesai salat, tadinya ia ingin mengaji terlebih dahulu. Namun karena takut Adam menunggunya terlalu lama, jadilah ia mengurungkan niatnya. Biar nanti saja selepas isya. Naifa melipat mukenah nya dan mengambil jilbabnya, mengenakan nya dan keluar.

Ah, sebenarnya Naifa ingin sekali melepas jilbab di depan suaminya. Tapi ... entahlah, mungkin belum saatnya.

Naifa membuka pintu dan mengajak Adam yang ternyata sudah duduk di sofa.

"Mari, Bang ... kita makan," ajak Naifa.

Adam mengangguk dan berdiri, berjalan mengikuti langkah Naifa menuju ruang makan. Lantas ia duduk di kursi. Siap untuk menunggu makanan yang di ambilkan oleh Istrinya. Lagi-lagi Adam tersenyum sinis saat mengingat itu.

Nasi serta telor yang di dadar dengan di gulung, tumis sawi putih, juga ikan goreng menjadi menu makan malam pasangan suami-istri itu. Naifa mengambilkan nya dan memberikan nya pada Adam. "Silakan, Bang," ucapnya dengan sopan.

Lalu Naifa mengambil untuknya. "Kenapa, Bang?!" tanya Naifa saat melihat Adam masih diam saja tak menyentuh makanan yang ia hidangkan.

"Abang, tidak suka? Yang mana?! biar Nai ambil," sambung Naifa.

"Belum, ber-do'a 'kan?!" Tanya Adam dengan melihat ke arah samping, tak ingin melihat wajah Naifa yang pasti menertawakannya. Matanya melirik Naifa, yang ternyata malah mengangguk dan tersenyum, tidak ada pandangan mengejek di wajah Naifa.

"Oh, iya," Naifa menengadahkan tangannya, begitu juga Adam walaupun ia hanya diam tak bergumam mengucapkan doa dengan mulutnya. Ia hanya ber'doa di dalam hati.

Makanan yang di buat Naifa berhasil membuat Adam selalu merasa kurang, entah kenapa hanya makanan sederhana tapi rasanya begitu nikmat. Apalagi telor dadar yang di gulung dan di iris, yang oleh Naifa di isi sayuran membuat Adam rasanya ingin memakan semuanya. Tapi ia susah untuk mengatakannya.

***

Setelah selesai makan, Adam masih duduk di sana memperhatikan Naifa yang tengah mencuci piring usai membereskan meja makan.

"Mmm, Bang, gelasnya sudah?!" Tanya Naifa yang sudah berdiri di depannya.

"Tunggu," Adam mengisi air lagi ke dalam gelas, lalu ia meminumnya.

"Jangan di habiskan Bang!"

Adam mengehentikan aktivitas minumnya, "kenapa? Bukan nya mubazir kalau tidak di habiskan?!"

"Itu, mmm ... nggak papa," ucap Naifa tersenyum kecut, tak berani mengatakan yang sejujurnya kalau ia ingin minum di bekas Suaminya.

Adam tak lagi berbicara, ia beranjak dari duduknya dan memberikan gelas yang airnya masih ke Naifa, lalu ia pergi dari sana.

Setelah Adam pergi, Naifa lantas duduk di kursi yang tadi di duduki suaminya, membaca basmalah dam minum air di gelas suaminya tadi.

Adam yang merasa ada yang ketinggalan balik kembali ke ruang makan, dengan alis berkerut ia menatap heran pada istrinya yang tengah minum. Ia tahu sekarang kenapa Naifa tak membolehkan dirinya menghabiskan air dari gelas nya.

Naifa berdiri dan terkejut saat melihat Adam di belakangnya, "Abang!"

Dan tatapan Adam membuat nya takut.

Terpopuler

Comments

Neulis Saja

Neulis Saja

Allah yg maha membolak balikan hati someone to change to the right paith

2023-02-06

1

Noviyanti

Noviyanti

ah doa mu indah nai.. semoga adam cepat sadar

2022-12-08

2

teti kurniawati

teti kurniawati

wah kereeennn deh.. novel kamu👍👍👍

2022-12-08

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!