Malam ini Adam tidur di kamarnya dengan tenang, entahlah biasanya ia tak pernah tidur malam hari di rumah. ia lebih menyukai malam di luar bersama teman-temannya, terkecuali malam ini. Biasanya Adam akan pulang waktu pagi, dan pergi saat sore tiba, saat rasa kantuknya sudah hilang.
Pagi nya bahkan ia bisa bangun pukul 07:10 pagi, biasanya waktu-waktu segitu sedang lelap-lelapnya ia tertidur. Mungkin karena semalam ia hanya minum seteguk saja, tak seperti biasanya.
Setelah merasa segar karena sudah mandi, Adam turun dari kamarnya menuju ruang makan.
"Ibu, mana Bik?!" Tanya nya pada Bik Siti yang tengah sibuk di dapur.
Bik Siti yang sudah begitu lama tak di panggil oleh tuan mudanya itu menoleh dengan perasaan yang begitu bahagia, walaupun nadanya setengah kesal.
"Den, Adam. Belum keluar, Den," ucapnya.
"Aden mau sarapan?" Tanya Bik Siti dengan senyum bahagia.
Adam menggeleng dan berlalu, namun ia berhenti dan menoleh ke arah Bik Siti, "bilangin, nanti gue mau bicara!"
Adam melanjutkan langkahnya. Sedangkan Bik Siti mengangguk antusias, ia bahkan menatap punggung lebar anak majikannya itu, anak yang dulu selalu baik dan menurut padanya, di suapi, di mandikan, di sayang-sayang bahkan di tinggal sebentar olehnya saja sudah menangis meraung-raung. Tidak bisa jauh dari dirinya dan Ibu Nuri, ibunya Adam. Tapi kini, anak kecil manja itu sudah tak ada, berganti Adam yang jauh dari genggaman hanya bisa di pandang saja, bahkan hatinya pun sudah tak tersentuh. Entah kenapa anak majikannya itu menjadi berubah, padahal ibu dan bapaknya tak pernah marah ataupun jahat, mereka berdua adalah orang tua yang baik menurut Bik Siti.
***
Ibu Nuri dan Pak Hendra keluar dari kamar, mereka sudah berpakaian rapi. Niat mereka akan tetap melamar Naifa untuk Adam, walaupun Adam belum setuju.
"Ih, ibu sama Bapak sudah rapi sekali. Bapak tidak ke kantor?" Tanya Bik Siti.
Pak Hendra mengulas senyum dan duduk di sebelah kursi yang di duduki istrinya. "Hari ini mau nemenin Ibu dulu Bik, melamar calon mantu," seloroh Pak Hendra.
"Doakan ya, Bik. Semoga nanti Adam setuju," ucap ibu Nuri.
Seketika Bik Siti ingat kalau tadi Adam mencarinya, "mmm, Bu. Tadi Den Adam mencari ibu, mau bicara katanya."
Ibu Nuri dan Ayah Hendra saling pandang, "sekarang di mana Adam nya Bik?!" Tanya Pak Hendra.
"Di kamar, Pak," jawab Bik Siti.
"Ayo, bu," ajak Pak Hendra pada istrinya.
Keduanya lantas beranjak dan pergi ke lantai dua, di mana kamar anaknya berada.
Di depan pintu kamar berwarna putih, Ibu Nuri mengetuk nya, dan tak lama terdengar suara dari dalam kamar.
"Masuk!" Teriak Adam dari dalam.
Ibu Nuri memandang suaminya, lantas pak Hendra mengangguk. Bu Nuri lantas membuka pintu itu.
"Dam!" Panggil Ibu Nuri, di buntuti Pak Hendra di belakangnya.
"Hm," jawab Adam yang ternyata tengah ada di balkon kamarnya. mencondongkan tubuhnya ke depan dengan siku yang menumpu pada teralis besi. Tanpa menoleh sedikitpun pada kedua orangtuanya yang sudah berdiri di belakang nya.
"Bagiamana jawaban kamu, Dam?!" Tanya Pak Hendra to the poin.
"Dengan syarat." Ujar Adam.
"Syarat, apa Nak?" Tanya Ibu Nuri.
"Gue mau tinggal sendiri, nggak mau tinggal di sini!"
"Tapi, Dam," ucap Ibu tertahan saat Bapak menggeleng ke arah ibu, dan berkata, "Ok! Kamu bebas pilih rumahnya."
"Gue mau rumah yang kecil." Ujar Adam lagi.
"Yah, kalau mereka tinggal berdua, ibu lebih khawatir sama Nai," ucap ibu berbisik di telinga Ayah.
"Ibu, percaya sama Nai 'kan? Kalau Nai bisa membawa kembali putra kita yang baik itu?!" Ibu mengangguk.
"Ok. Ayah setuju. Tapi Ayah nggak mau sampai kamu melukai Nai, Ayah juga mau kamu nanti ikut kita melamar ke orang tua Nai." Kata Ayah lagi.
"Ok!"
Entah apa yang di rencanakan Adam sampai begitu mudah menyetujui pernikahan ini. Yang jelas ada rasa takut di hati ibu Nuri kini, seolah menyesal meminta Nai dari ibunya untuk ia nikahkan dengan putranya. Tapi, jika bukan Nai maka sudah pasti Adam akan menikah dengan wanita pilihan nya yang sama-sama tidak benar seperti dirinya. Yang jelas Ibu Nuri akan lebih takut kalau putranya semakin terjerumus ke jalan yang salah.
Setelah tak ada lagi yang di bicarakan, Ibu Nuri dan Ayah Hendra keluar dari kamar Adam. Kembali ke ruang makan untuk sarapan, setelahnya ia akan pergi ke rumah Naifa.
***
Dengan gaya yang seperti biasa, Adam ikut ke rumah Naifa dengan mobil terpisah. Ia mengendarai mobilnya sendiri, sedang orangtuanya dengan mobil lain. Gaya Adam, memakai celana yang sobek di bagian lutut, kaos oblong rambut berantakan dan kuping yang terdapat benda hitam bulat di sana. Jangan lupakan tato di tangan kirinya, sebuah tulisan yang tidak terlalu jelas. Entah tulisan apa.
Mobil yang berjalan di depan mobil Adam berbelok memasuki halaman rumah ibu Muni yang tak terlalu lebar. Begitupun dirinya yang lalu memakirkan mobilnya di sebelah kanan mobil Orangtuanya.
Dengan mengembuskan nafas kasar Adam keluar, dan berdiri di belakang Ibu-Ayah nya. Menyandarkan pan tat nya di mobil, lalu kakinya sebelah di tekuk sehingga telapak kaki yang terbungkus sepatu itu menempel pada bagian depan mobil.
"Assalamu'alaikum!" Ayah mengucapkan salam di depan pintu yang terbuka.
"Wa'alaikumsallam," jawab Ibu Muni dari dalam. Namun yang keluar dari dalam adalah Sasha.
"Silahkan masuk, bu, pak," ucap Sasha begitu sopan. mempersilakan tamu ibu dan kakaknya itu untuk masuk.
"Ayo, Bu," ajak Ayah.
"Silakan duduk, saya tinggal dulu bu," pamit Sasha setelah menyalami dua orang yang masuk dengan takzim. Ya, karena nyatanya Adam masih di tempatnya tengah menyulut rokok.
Sasha ke belakang, melihat wajah Ibu nya dan Rara yang tengah kebingungan. Mungkin karena Kaka Nai nya belum pulang.
"Sha! Kamu saja sana, yang nyari." Perintah ibu padanya.
Sasha mengangguk dan buru-buru pergi lewat pintu belakang.
Ibu dan Rara lantas keluar dengan masing-masing membawa nampan.
"Silakan, bu," ucap Rara. Lantas Rara pun pamit dari sana, karena tak ingin ikut campur apa yang akan di bicarakan orang tua. Rara mengerling ke arah Adam yang dari pintu terbuka bisa terlihat kalau Adam tengah menikmati rokoknya tanpa perduli pada sekitar.
"Maaf, ya Bu ... Nai nya belum pulang, mungkin sebentar lagi." Ibu Muni buru-buru mengatakan sebelum Ibu Nuri bertanya.
"Tidak apa-apa, Mun. Kita sambil nunggu Adam selesai merokok." Ujar Ibu Nuri.
"Iya, silakan. Pak, Bu, seadanya," Ibu Muni masih mempersilakan tamunya untuk menikmati hidangan seadanya. Karena memang hanya teh manis hangat, lumpia, dan kue basah lainnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments
Neulis Saja
next
2023-02-06
0
Mom La - La
like
rate
kolment
done
ditunggu feedbacknya ya...
biqr kita saling dukung
salam dari
CINTA 3 SERANGKAI
2023-01-18
1
Noviyanti
dasar adam.. pengen tahu bucinnya gimana nti. hihi🤭🤭
2022-12-05
1