Ilmu pelet

Di saat keadaan mulai menegang, buru-buru manajer Syahril di bantu 4 orang pengaman restoran menenangkan keadaan. Bahkan beberapa orang gadis dan pemuda dari meja sebelah ikut mendamaikan, hingga perkelahian tidak sempat terjadi.

"Sudah, jangan berkelahi di sini Ar" ucap Anisa. Dia dan tiga gadis lainnya menarik kebelakang tangan tiga pemuda di hadapan Rian dan tiga sahabatnya.

Rian sendiri dan tiga sahabatnya di tarik kebelakang oleh manajer Syahril dan 4 orang pengaman restoran yang di bawanya. "Maaf ya, Tuan-tuan muda? Tolong jangan buat keributan di sini. Kasian sama orang-orang yang sedang makan, mereka bisa terganggu, lo. Sekali lagi maaf. Lain kali tuan-tuan boleh datang lagi kemari, tapi untuk saat ini sebaiknya Tuan-tuan pergi dulu untuk menghindari perkelahian" ucap manajer Syahril ramah penuh kesopanan, sembari mendorong Rian dan sahabatnya keluar menjauhi Libra Argi dan kumpulan nya. Lagipula dia segan terhadap Anisa, selalu anak pemilik restoran.

Setelah di luar, Rian dan tiga sahabatnya melangkah pergi sesekali menoleh kebelakang melihat restoran. Meskipun masih kesal pada gadis yang menghina mereka, setidaknya manajer Syahril masih dapat mengurangi kadar kemarahan mereka dengan kesopanan kata-katanya.

"Kalau saja aku punya ilmu pelet, sudah ku pelet gadis itu biar bertekuk lutut di kakiku. Habis itu ku buang ke gurun sahara di Afrika sana. Biar mampus dia" kesal Maco mengingat gadis tadi.

"Gila kau Bro! Gadis semulus itu mau kau buang kesana. Apa gak kasian? Lagipula kulitnya akan jadi hitam kepanasan. Baik kau jadikan istri, Bro?" sahut Seno geli melihat wajah Maco yang masih merengut kesal. "Biasanya di novel-novel orang yang seperti itu malah jadi berjodoh, Bro. Hahaha..." lanjut Seno terkekeh di ikuti Rian dan Dutar.

"Ya gak bisa lah, Bro. Mulut nya pedas kek comberan. Nanti rumah ku jadi ramai, dah la ibuku juga seperti itu. Bisa-bisa aku mati tertekan batin, Bro!?" balas Maco ikut terkekeh membalas candaan Seno.

"Eh, eh. Kita ini mau kemana?" ucap Seno celingukan tersadar melangkah tanpa tujuan.

"Ya kemana-mana! Kitakan mau berkelana menyusuri seluk-beluk kota ini? " sahut Dutar sembari melihat keramaian di sekeliling dan mendongak melihat bangunan megah di sekitar.

"Tapi bukan tanpa tujuan, kan?" balas Seno.

"Tujuan kita ke Dataran merdeka. Eh, ngomong-ngomong uang kita masih ada gak?" ucap Rian menatap 3 sahabatnya. Pasalnya dia tadi sudah meletakkan semua uangnya di atas meja, sama seperti Maco.

"Aku masih punya 4 ribu" kata Dutar.

"Aku juga" timpal Seno.

"Bagus! Kalau gitu kita masih bisa makan enak dan tidur nyenyak di penginapan. Tapi jangan seenak yang tadi dan tidur di hotel berbintang, kalau gak mau di gebukin sampai mati" ucap Dutar terkikik.

"Hahaha" serentak mereka berempat tertawa.

"Sebenarnya aku masih heran. Apa sih? yang membuat kita bayar sampai segitu banyaknya. Jauh sekali bedanya saat kita makan di kantin. Paling banyak habis 40 Ringgit, udah kekenyangan untuk kita berempat. La ini 30.000 Ringgit Coi! Gaji kita berapa bulan tuh!? Kalau sampai emak bapak ku tau uang segitu habis hanya buat makan, mati di gantung di pohon sawit aku!?" ucap Maco sembari menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal, bingung tak mengerti.

Sebenarnya 4 sahabat itu makan di restoran berbintang, meskipun tak tampak bintang tergantung di atas restoran itu. Sedangkan di dalam mereka memesan Kafiar, Lobster, daging sapi Kobe, White alba truffle, makanan yang memang terkenal mahal. Untung saja mereka punya cukup uang, kalau tidak. Mungkin mereka akan mencuci piring di restoran itu selama setahun.

"Sudahlah, tak usah di pikirkan. Uang bisa di cari lagi, yang penting kita sudah selamat dari rasa malu. Lagi pula makanan lezat itu sudah masuk kedalam perut, mau apa lagi? Sekarang yang terpenting kita perlu tau jalan ke Dataran merdeka. Oya, ini ambil" ucap Dutar memberi RM 2000 ke tangan Rian." Kau beri dia Sen" lanjut Dutar menatap Maco.

"Aku tidak usah. Uang kalian sudah banyak habis membayar makanan tadi. Sedangkan aku hanya mengeluarkan 2400 Ringgit saja untuk membayarnya" ucap Rian ingin mengembalikan uang di tangannya kepada Dutar.

"Hey, apa maksudmu?" ucap Dutar tak senang " Terima uang itu atau aku akan marah pada mu. Kita berempat adalah teman dan tidak ada kira mengira dalam kamus persahabatan kita sejak lama" ucap Dutar tegas.

Selama ini empat sahabat itu memang tak pernah saling mengira apa yang telah di keluar kan. Tak penting itu dalam bentuk tenaga, uang atau apapun. Mereka akan selalu tetap sama. Bahkan meskipun itu hasil dari mencuri di kebun sendiri, mereka tetap akan membaginya sama.

"Baiklah" ucap Rian terpaksa. "Ayo... . Teruskan perjalanan kita menuju destinasi" ucap Rian berjalan di depan di barengi Dutar Seno dan Maco.

Bersambung

Terpopuler

Comments

mochamad ribut

mochamad ribut

up

2022-12-27

1

mochamad ribut

mochamad ribut

lanjut

2022-12-27

1

mochamad ribut

mochamad ribut

up up

2022-12-27

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!