Remaja Tangan Besi 2

Remaja Tangan Besi 2

Hitam dan Putih

Di sebuah jalan sepi berkelok dan belum di aspal menuju kearah desa kecil yang bernama desa pasir, terlihat tiga orang bocah berangasan berseragam SD sedang mengeroyok seorang bocah kecil kurus yang pakaian sekolahnya sudah robek juga sangat kotor dengan banyak lebam di wajahnya. Walau perkelahian tiga lawan satu ini jelas tidak seimbang, bocah yang di keroyok itu sambil menangis terus saja melawan mengayunkan tangan dan kakinya biarpun dirinya sudah lemas dan babak belur.

Bocah yang di keroyok itu bernama Rian. Memiliki tubuh kecil dan kurus yang selalu menjadi bullyan di sekolahnya. Sedangkan tiga bocah yang lainnya bernama Dutar Seno dan Maco.

Sebenarnya keempat bocah berumur sepuluh tahun ini sekolah di tempat yang sama, bahkan mereka belajar di kelas yang sama. Tapi Dutar Maco dan Seno yang memiliki karakter bandel bin nakal dan sedikit jahat suka bertindak seperti genk di kelasnya, selalu menjadikan Rian sebagai pelampiasan darah muda mereka yang bandel dan sok jagoan. Bukan hanya sekali atau dua kali Dutar Maco dan Seno memprovokasi Rian yang berujung pada perkelahian, tapi sudah berkali tidak itu di sekolah maupun di tempat lain. Malah kejadian yang selalu berulang itu pernah menimbulkan pertengkaran di antara orang tua mereka. Mungkin karena orang tua Dutar Seno dan Maco termasuk golongan orang berada di desanya, juga di segani karena mulut ember mereka yang suka gecor membela anaknya yang di anggap tak pernah salah. Menyebabkan Dutar Seno dan Maco suka berbuat sesuka hatinya, memiliki sifat demit sombong dan congkak segede gaban yang sudah melebih tapal batas negara.

Saat itu sudah pukul satu siang ketika Rian masuk kedalam rumahnya, sambil menangis dia langsung duduk di atas tikar melemparkan tasnya yang sudah rusak begitu saja kearah samping. Ketepatan saat itu nenek dari sebelah ayahnya yaitu nek Timah datang menjenguk, mereka sekeluarga dalam keadaan akan makan siang. Ibunya yaitu Alia terlihat sangat sedih melihat keadaan Rian yang wajahnya sudah penuh dengan lebam, dan pakaian sudah robek kotor juga kusam. Sementara Pian ayah Rian mulai naik pitam melihat kondisinya, tanpa di beritahu pun dia sudah bisa menebak apa yang telah terjadi pada anaknya.

"Mereka memukulmu lagi? " seru Pian yang sudah emosi tingkat tinggi hinga bisa mengeluarkan tanduk yang menjulang di kepalanya saking geramnya.

Rian tidak menjawab, dia hanya mengangguk di sela isak tangisnya.

"Dasar anak-anak bajingan, tingkah mereka tak ubah binatang seperti orang tuanya" gerutu Pian yang memang memiliki sifat tempramen. Dia langsung beranjak berdiri ingin melakukan perhitungan pada orang tua tiga bocil yang sudah memukuli anaknya.

"Sabar bang, sabar!" ucap Alia panik melihat suaminya yang mulai menggila. Tapi belum saja sempat Pian benar-benar berdiri, sudah terdengar suara kericuhan di depan rumahnya.

"Dasar anak orang miskin, taunya membuat kekacauan saja" 1

"Ini bagaimana ini, tidak bisa di biarkan begitu saja kan? Lihat, pakaian anakku sudah kotor seperti ini" 2

"Betul. Anak si Pian ini mungkin gak pernah di ajar kebaikan sama orangtuanya, jadi dia suka berbuat sesuka hatinya. Lihat, dia selalu saja berkelahi dengan anak-anak kita" 3

"Sudah, panggil saja si Pian itu keluar dari rumahnya. Suruh dia bertanggungjawab atas perbuatan jahat anaknya pada anak kita" 4

"Woi Pian, keluar woi! Jangan ngendok aja di dalam. Apa kau tidak berani mempertanggungjawabkan perbuatan anakmu itu ha?" 5

Pian yang sudah geram mendengar cemooh bukannya berjalan keluar. Dia pergi ke dapur dulu mengambil sebilah parang sebelum pergi keluar dari rumahnya.

"Apa kalian! Mari sini biar ku im babat satu-satu batang leher kalian!" teriak Pian dengan tubuh yang sudah bergetar-getar menahan amarahnya.

"Sudah bang... . Sudah" cicit Alia yang panik dengan suara sepelan mungkin seraya menarik lengan suaminya kearah belakang. Sebenarnya yang terjadi di sini di luar Realita. Harusnya Pian yang melabrak karena anaknya yang selalu di bully, tapi kejadiannya malah sebaliknya.

"Woi! apanya kau. Sudah miskin berlagak pula mengancam orang pakai parang. Apa kau mau kami masukkan kedalam penjara?" teriak Parto yaitu ayah dari Dutar dengan suara yang berapi-api.

"Apa kalian tidak punya otak, bodat!. Harusnya aku yang marah karena anak kalian mengeroyok anakku" teriak Pian kelepasan saking kesalnya.

"Halah anak mu yang pasti salah, dasar kau yang tidak becus mendidik anak sebagai orang tuanya. Sudahlah miskin, belagak. Punya anakpun kurus ceking macam cacing, sudah begitu jahat pula" cemooh Muri ibunya Dutar dengan menyudutkan Pian melalui Rian.

"Betul itu mbak Muri, anak dia yang kurus itu pasti yang jahat. Lihat ini si Seno tubuhnya sudah terluka, pakaiannya pun sudah kotor. Bagaimana ini? Siapa yang bayar perobatan dan belikan baju baru untuknya?" omel Minten ibunya Seno sambil menunjukan goresan tipis setipis kulit bawang saking tipis lukanya, dan baju kotor karena keringatnya sendiri karena kecapean mukulin Rian.

"Dia yang harus bayar dan belikan baju untuk si Seno. Biar di jual rumahnya ini. Diakan miskin. Mana punya uang untuk bayar perobatan rumah sakit dan beli baju baru. Untuk makan keluarganya saja ngutang sana ngutang sini kok belagak" ucap Darmin ayahnya Seno seraya menunjuk Pian sambil mengucapkan kata-kata merendahkan.

"Heh! Kalian\_\_\_\_"

"Tidak usah banyak bacod kamu!" potong Rinjol dengan cepat sebelum Pian sempat menyelesaikan kata-katanya . Rinjol mengangkat cangkul yang ada di tangannya karena pada saat itu Pian mengacungkan parang kearah mereka. "Cepat ganti rugi lalu bawa keluargamu pergi dari desa ini" Seru Rinjol, ayah dari Maco. Dia orang kaya nomor satu di desa pasir. Memiliki ber hektar-hektar kebun sawit dan berpetak-petak garapan sawah di luar maupun dalam rumahnya.

"Betul itu Mazze. Kita usir saja orang miskin ini dari desa, biar mampusss dia jadi gelandangan di luar sana" cerocos Miah ibunya Maco dengan mata berbinar setengah melotot dan mulut mencucu setengah inci kearah Pian.

Orang-orang yang berkumpul melihat pergaduhan itu dari jarak jauh menatap iba simpatik dan kasihan melihat keluarga Pian yang sudah terzolimi, tapi mereka tidak berani melakukan apapun untuk membantunya dari kejahatan orang-orang kaya se seantero desa pasir yang sudah teramat kondang gesreknya. Sedangkan Pian sendiri sudah tidak bisa berkata-kata secuil pun setelah di hujani cemoohan dari orang-orang paling berpengaruh di desanya. Dia hanya mampu menahan amarah dengan tubuh yang semakin bergetar dan bibir ketar-ketar.

"Pergi dari sini atau kalian semua akan mati"

Tiba-tiba terdengar suara menggelegar seperti pertir dalam hujan es dengan aura membunuh yang begitu kental mendominasi seluruh areal tempat itu. Dengan cepat tonasi suaranya itu merebak hingga kejantung merubah suhu yang mulanya panas menjadi dingin seketika. Semua orang menoleh kearah pemilik suara itu yang terdengar parau namun sangat menakutkan. Kemudian terlihatlah seorang wanita tua memiliki rambut yang sudah putih keseluruhannya dengan mata yang merah menyala berdiri tegak setengah bungkuk memandangi orang-orang sinting di depannya.

"Ibu?" Gumam Alia sangat pelan menatap mertuanya yang sudah melangkah maju dari arah belakang dan kini berdiri tegak di sisi kanannya. Alia tau kalau mertuanya itu bukanlah orang sembarangan. Dia pernah melihat mertuanya menarik sesuatu yang tidak terlihat dengan mata kepalanya sendiri, menggunakan tali tambang seakan menyeret hewan peliharaan mengelilingi pondok saat di kebun durian. Karena penasaran diapun memberanikan diri bertanya pada mertuanya, apa sebenarnya yang telah mertuanya itu lakukan. Ketepatan pada saat itu baru Alia satu-satunya menantu dalam keluarga nek Timah, sehingga dia sangat di sayangi dalam keluarga mertuanya itu. Kemudian nek Timah pun menjelaskan semua pertanyaan yang Alia tanyakan tanpa menutupinya. "Aku menyeret harimau. Tapi harimau dari bangsa jin. Aku menyuruhnya untuk berjaga siang dan malam, agar tidak ada satu orangpun yang berani mencuri di kebun ini." ucap nek Timah dengan santai, namun tidak dengan Alia. Dia terperangah hingga matanya melotot hampir saja melompat keluar saking kagetnya.

"Hehe, tidak usah terkejut seperti itu Al. masih banyak lagi yang belum kau ketahui" ucap nek Timah yang langsung di sambut cengiran oleh Alia di masa lampau.

"Kalian lihat burung-burung itu?" ucap nek Timah menengadah melihat burung-burung yang terbang bebas di atas sana. "Pergi, ambil nyawa mereka" Kemudian dia mengangkat tangan kanannya lalu membuka jarinya yang terkepal seakan melepaskan sesuatu. Lalu terlihatlah bias cahaya biru yang terlihat samar menebar di udara dengan cepat. Sepersekian detik kemudian burung-burung yang terbang bebas di atas sana berjatuhan menggelepar di atas tanah mati seketika dengan mulut menganga menampakkan buih kehitaman. "Lihatlah, aku bisa membunuh kalian semua hingga tiada seorangpun lagi di antara kalian yang tersisa. Seperti burung-burung itu" ucap nek Timah dengan tonasi suara pelan namun memiliki aura mengerikan. Membuat perasaan takut pada siapapun yang sudah mendengarnya.

'Ma ma ma maf Nek. Sa saya akan pergi' batin orang-orang yang tadi mencemooh karena sudah tidak dapat lagi menggerakkan mulut saking takutnya. Satu persatu orang-orang itu membawa tubuhnya pergi dari halaman rumah Pian dengan tubuh menggigil dan kaki gemetaran. Apa gunanya punya uang dan harta yang banyak kalau hari ini dia dan keluarganya akan mati? Pikir mereka dengan langkah berat dan hati yang memburu ingin segera meninggalkan tempat itu.

Nek Timah bukanlah dukun. Tapi dia bisa mengobati seseorang apalagi orang itu mengalami penyakit yang ganjil. Dia juga bukan Penjahat. Tapi dia mampu membunuh dari jarak jauh maupun dekat, tanpa harus melihat dan menyentuh targetnya. Orang-orang sepertinya memiliki ilmu seperti itu berdasarkan keturunan. Ilmu yang hadir karena syarat akibat perjanjian dengan setan yang di lakukan orang-orang sebelumnya. Tapi sebenarnya semua itu bukanlah di lakukan tanpa alasan. Nenek moyang mereka melakukan hal seperti itu demi melindungi diri dan keluarganya dari kekejaman para penjajah yang datang mengusik negrinya.

Setelah semua perusuh yang datang melabrak sudah membubarkan diri dan pulang membawa harapan hampa. Pian Alia dan nek Timah kembali masuk kedalam rumah. Saat itu Riani adiknya Rian duduk meringkuk di pojokan, mungkin bocil itu merasa takut melihat banyaknya orang yang datang seperti akan mendemon keluarganya. Sedangkan Rian, entah karena dia merasa lelah maupun sakit pada tubuhnya. Sudah terbaring lelap di atas tikar seraya menunjukkan rasa kesedihan yang mendalam di wajahnya.

Nek Timah duduk mendekat memandangi wajah cucunya yang kuyu dan penyakitan sejak dia di lahirkan dengan tatapan prihatin. Rian memang terlahir tidak normal, dia lahir prematur saat usia kandungan ibunya masih berumur tujuh bulan. Mungkin itulah yang membuatnya lemah dan perkembangan tubuhnya sangat lamban.

"Apa perlakuan seperti ini sering terjadi padanya?" Tiba-tiba nek Timah berkata seraya melirik Pian dan Alia. Tidak ada yang menjawab ucapannya, selain anggukan kepala Alia yang yang hatinya meringis sedih atas penderitaan anaknya.

"Huh... mulai hari ini tidak ada satupun manusia yang bisa melukai cucuku" ucap nek Timah seraya mendengus kesal.

Perlahan nek Timah meraih kedua belah tangan kecil Rian yang sedang tertidur lelap. Kemudian bibirnya komat-kamit entah itu membaca do'a ataupun mantra. Tapi yang jelas, sepersekian detik setelah itu tubuh nek Timah bergetar keras begitupun tubuh Rian walaupun Rian tidak terbangun dari tidurnya. Sebab nek Timah sengaja menghipnotis tubuh Rian agar tetatap tertidur di tempatnya.

"Mulai hari ini aku wariskan apa yang aku miliki kepada Rian cucuku. Maka sejak hari ini juga ikatan tali perjanjian padaku telah terputus. Aku perintahkan pada kalian tunduklah padanya sesuai perjanjian. Ingat siapapun yang ingkar di antara kita atas perjanjian itu maka dia akan menerima akibatnya. Dengar, jangan perlihatkan wujut kalian sebelum umurnya genap dua puluh tahun. Mengerti?"

"Kami menerima perjanjian ini dan akan setia pada Tuan kami yang baru. Sejak hari ini kami akan pergi dari Tubuhmu mengikuti Tubuhnya. Selamat tinggal Tuanku"

Begitulah interaksi antara nek Timah dan tiga mahluk halus yang selama ini telah setia mengikutinya. Mereka telah di pindahkan ketubuh lainnya. Ilmu turunan seperti itu memang bisa di pindahkan asal manusianya masih dalam satu ikatan keluarga. Mereka tidak bisa di pindahkan ketubuh orang lain yang bukan keluarganya.

Setelah selesai melakukan pemindahan itu tubuh nek Timah meluruh kebawah, dia jatuh ke lantai. Tubuhnya yang selama ini kuat sekarang menjadi lemah, bahkan kulitnya terlihat keriput dan tampak lebih tua sepuluh tahun dari sebelumnya.

"Ibu, ada apa!?" ucap Pian yang terlihat cemas melihat keadaan orang tuanya. Alia juga tak kalah cemasnya. Dia buru-buru pergi kedapur mengambil air minum untuk di berikan pada mertuanya.

"Minum dulu Bu" Alia menyodorkan segelas air putih itu kemulut ibu mertuanya.

"Jangan cemas, ibu tidak apa-apa. Pian bisakah kau mengantar ibu pulang?"

"Bisa Bu, tapi sepertinya sekarang ibu sedang sakit"

"Tidak apa-apa, nanti ayahmu bisa mengurus ibu"

"Baiklah Bu"

Setelah di pikir-pikir oleh Pian, dia merasa apa yang di katakan ibunya memang benar. Ayahnya memang sudah di kenal ahli dalam mengobati seseorang. Dan caranyapun berbeda dengan ibunya.

Jika nek Timah bisa di katakan memiliki ilmu hitam. Maka suaminya yaitu kek Rahman memiliki ilmu putih. Dan perbedaan antara ilmu Hitam dan Putih adalah Mudharat dan Maslahat.

Bersambung

Terpopuler

Comments

Sri Juliani

Sri Juliani

sambung lah thor,gi mana kekuatan mereka nantinya,saya yakin,arumi akan berjidoh ana rian..

2022-12-30

1

Senajudifa

Senajudifa

seru thor aku br mulai baca nih

2022-12-16

1

Hariyanti Samosir

Hariyanti Samosir

cerita yang lumayan bagus dan mudah di mengerti. lanjutkan 👍🏻

2022-12-12

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!