Hari minggu sore yang ingin di gunakan untuk bersenang-senang jadinya malah kacau, karena sekumpulan anak muda yang sekarang hidupnya pasti akan mengenaskan hingga ke masa depannya. Kecuali ada orang yang paham dan ahli dalam ilmu sihir agar bisa mengobati nya. Itu pun agak sulit, karna Mayang birahi belajar langsung pada empunya saat ilmu itu di ajarkan ribuan tahun yang lalu.
Minggu sore berlalu cepat. Sekarang Rian dan semua teman-temannya sudah berada di rumahnya masing-masing.Tepat pukul 8, Dutar, Seno dan Maco kembali datang ke rumahnya untuk mengantar pergi ke desa Titi lama menjumpai neneknya.
"Assalamualaikum"
Terdengar ucapan salam dari luar yang sudah pasti Dutar, Seno dan Maco. Rian segera melangkahkan kaki membuka pintu untuk mereka.
"Waalaikumsalam... . Ayo, masuk dulu Bro" kata Rian mempersilahkan tiga sahabatnya masuk kedalam rumah.
"Sudah, kami duduk di sini saja" ucap Dutar melangkah menarik kursi duduk di teras bersama Seno dan Maco.
"Ya sudah, aku pakai baju dulu ya?" ucap Rian melangkah masuk kedalam rumah. Dia hanya menggunakan celana jeans tidak pakai baju, hingga menampakkan otot-otot di tumbuhnya yang tinggi dan kekar. Tak berselang lama Rian kembali lagi sudah memakai pakaian rapi di ikuti Riani dan ibunya yang berjalan di belakang.
"Kalian mau pergi kemana?" tanya ibunya Rian penuh selidik "Jangan berkelahi lagi, apa kalian tidak takut di penjarakan orang? Bagaimana kalau orang yang berkelahi dengan kalian cedera atau terluka? Kalian bisa di kasus kan sama keluarga nya" ucap Alia menasihati anaknya dan tiga sahabatnya.
"Kami gak pernah cari gara-gara, Mak. Cuma kalau ada yang ganggu, ya kami lawan. Sekarang kami mau pergi ke rumah nenek" kata Rian.
"Benar Bu, kami ini anak baik-baik. Kami gak pernah berbuat kesalahan atau kejahatan yang fatal. Kalau ada pun, kami hanya melakukan kejahatan yang kecil-kecil. Itu pun hanya karna ada kesempatan" ucap Maco belagak polos, se polos bocah berumur 5 tahun demi membela Rian sahabatnya.
"Terus kalau mencuri itu salah apa enggak?" cerocos Riani melirik empat pemuda tangguh di hadapannya dengan mata mendelik. Dia tau empat pemuda itu selalu punya uang banyak dari mana, karna dia pernah melihat dengan mata kepalanya sendiri.
Sontak semua mata tertuju ke arah Riani. Dutar yang cepat tersadar arah pembicaraan Riani kemana, lekas-lekas menjawab untuk melindungi diri dan tiga sahabatnya. 'Aduh, kenapa dia bisa tau kejahatan kecil kami yang tersimpan rapi' batinnya.
"Kami hanya mencuri di kebun orang tua kami saja, Riani. Gak mungkin di penjarakan, dan gak mungkin berdosa. Karna saben hari raya kami pasti minta maaf" kata Dutar membela diri sekalian tiga sahabatnya.
"Tapi orang tua kalian pasti gak tau kan? kalau kalian ambil sawit nya sampai satu Cold diesel?"
"Gak papa Ni, kebun orang tua kami luas. Di ambil segitu gak bakal ketauan, dan gak bakal ngurangin jatah belanja ibu kami. Benarkan Co?... . Tar? "
"Betul!" kata Maco dan Dutar menanggapi ucapan Seno demi menyelamatkan harga diri dan muka mereka yang tebal karena malu.
"Apa Kau juga ikut-ikutan?" mata Alia melotot marah menatap anaknya.
"Eh, i_ia Mak. Itu karna di paksa mereka. Kata mereka kalau gak mau sama saja dengan memutuskan tali persahabatan" ucap Rian tergagap di tatap horor dengan ibunya.
"Nakal kalian ini gak hilang-hilang ya?" ucap Alia menatap empat anak muda di depannya. "Apapun itu yang namanya mencuri tetap saja salah meskipun milik keluarga sendiri. Apa lagi kau, Rian! " tukas Alia melotot menatap Rian.
"Satu lagi, kalian ini sering sekali berkelahi. Apa kalian tidak bisa menghindar saja? Seperti kejadian semalam, yang hasilnya merusakkan motor kalian sendiri. Untung saja motor kalian di ganti. Coba kalau tidak, apa kalian tidak rugi?" Panjang kali lebar Alia menceramahi anak-anak muda di depannya, yang pastinya masuk kanan keluar kiri di telinga mereka.
Setelah puas mendengar ceramah demi pencerahan hati mereka. Akhirnya mereka berangkat pergi mengantar Rian menuju desa Titi lama untuk menemui nenek nya. Tapi begitu sampai, Rian merasa heran melihat banyak nya mobil yang berjejer di depan rumah nenek dan kakeknya.
"Bro, sepertinya ada banyak tamu yang datang ke rumah nenek mu"
"Biasanya memang ramai, kebanyakan mereka datang untuk berobat. Tapi tidak pernah seramai ini" balas Rian pada Maco yang membonceng nya sembari turun dari atas motor.
Setelah memarkirkan motor. Rian membawa tiga sahabatnya masuk kedalam rumah dan duduk di ruang belakang melalui pintu samping. Tak ingin kehadiran nya menggangu orang-orang yang sudah pasti ramai berkumpul di ruang tamu.
"Rian, sini masuk. Bawa juga teman-temanmu kemari" kek Rahman setengah berteriak memanggil, membuat empat pemuda yang duduk di ruang belakang terkesiap. Kek Rahman tau kalau motor yang baru datang adalah Rian dan tiga sahabatnya.
"Kakekmu manggil Bro!"
"Ia, mau ngapain ya?" balas Rian menatap Maco. Tiga sahabatnya itu sudah kenal dengan kakeknya, begitu juga sebaliknya. Tapi ngapain manggil mereka sementara di dalam sedang banyak tamu? Pikir hati mereka.
Empat sahabat itu berdiri melangkah ke pintu tengah ruangan, lalu melongok kedalam. Alangkah terkejutnya mereka mendapati anak-anak muda yang sore tadi lemah tak berdaya, kini sudah teronggok dalam ruang tamu di antara ramai nya orang yang duduk serampangan di atas tikar.
Untung saja ruang tamu rumah cukup lebar. Hingga mampu menampung semua tamu kek Rahman, masuk kedalam rumahnya.
"Kalian, mari duduk di sini" ucap kek Rahman ketika melihat Rian dan tiga sahabatnya.
Rian, Dutar, Maco dan Seno saling berpandangan. Kemudian melangkah sembari membungkukkan badannya lewat dari celah-celah orang yang duduk, di tengah semua mata yang terus tertuju pada mereka.
Rian duduk di samping neneknya. Sedangkan tiga sahabatnya duduk berjejer di samping kek Rahman.
Sementara 17 pemuda yang tadi sore bersitegang dengan mereka terbelalak matanya. Kalau saja matanya tidak melekat di kelopak matanya, mungkin sudah melompat saking kaget nya.
17 pemuda itu kini sudah bisa duduk setelah di obati kek Rahman. Begitu pun untuk bisa pulih seutuhnya mereka memerlukan jangka masa yang panjang. Kecuali kalau mereka memiliki iman yang kuat, mungkin mereka bisa cepat sembuh.
Ataupun bisa juga, orang yang telah membuat penyakit aneh itu menarik balik sihirnya. Maka korbannya akan langsung sembuh.
"Dia ini cucuku" ucap nek Timah memperkenalkan Rian pada orang-orang dalam rumahnya. Dia tau dalam benak mereka penuh tanda tanya.
Mereka sudah lama mengenal, dan cukup segan pada nek Timah juga kek Rahman. Sebab mereka selalu nya datang ke rumah ini untuk minta tolong dalam hal penyakit, maupun sesuatu yang berbau mistik.
"Rian, apakah yang terjadi pada mereka karena ulahmu?" ucap nek Timah menatap wajah cucunya tersayang seraya menuntut jawaban.
Sebenarnya dia sudah tau kalau itu perbuatan cucunya, mana mungkin dia tidak tau kalau selama ini sihir itu pernah jadi miliknya. Hanya saja dia ingin menguji kejujuran cucunya itu. Agar suatu hari dia tidak merasa menyesal telah memberikan tiga Jin itu padanya.
Rian gelagapan bingung mau jawab apa. Tapi memang benar apa yang telah di katakan oleh neneknya. Kalau memang dialah, yang menyuruh Mayang birahi untuk melakukan nya. Dengan terpaksa dia mengakui perbuatan itu pada neneknya.
"I_iya Nek. Rian yang nyuruh Jin itu melakukan nya"
Selain kek Rahman dan nek Timah, semua orang dalam ruangan itu tercengang mendengarnya. Apalagi Dutar, Seno dan Maco. Mulut mereka menganga lebar saking kagetnya. 'Buset, bagaimana dia bisa nyuruh Jin? Jangan-jangan Jin malam itu ikut dengan nya' batin Dutar, Seno dan Maco.
"Apa yang membuatmu kesal, hingga menyuruh Mayang melakukannya?" Kembali nek Timah bertanya, dia ingin tau sebab Rian bertindak seperti itu.
"Mereka mengganggu Riani dan tiga perempuan teman Rian, Nek. Mereka juga menyuruh Rian agar meninggalkan Riani dan tiga perempuan teman Rian di Titi panjang ko_____"
"Sudah, sudah. Nenek sudah paham masalah nya, gak usah kau teruskan"
Sekarang nek Timah menatap tajam 17 pemuda di hadapannya. Selain Rian, dia juga menyayangi Riani. Cucu perempuan nya. Dia juga dapat melihat dengan mata batinnya kalau 17 orang di hadapannya bukanlah pemuda baik-baik.
"Sekarang bagaimana? Apa kalian mau minta maaf atau tetap sakit selamanya? Ada satu lagi syarat yang harus kalian penuhi, kalian harus bisa merubah sikap. Karna jikalau tidak. Apabila penyakit seperti ini terjadi lagi, maka kalian tak akan bisa di sembuhkan sampai mati"
Mendengar ancaman keras dari nek Timah, membuat 17 pemuda itu sangat ketakutan. Bahkan orang tua mereka sangat marah dan memaksa mereka meminta maaf.
"Ma, maafkan saya. Saya berjanji, tak akan pernah bersikap seperti itu lagi kedepannya" ucap semua anak muda kepada Rian dengan suara yang agak gagu karna belum pulih seutuhnya.
"Sudahlah, maafkan mereka. bukankah mereka sudah berjanji untuk merubah sikapnya? Kau obati lah mereka sekarang" kata nek Timah sembari menepuk bahu Rian.
bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments
yaniDanang
tuh dengar nek
2022-12-27
1
Goe Soka Cara Loe
🤣🤣🤣🤣🤣🤣🥲
2022-12-19
0
༄ᴳᵃცʳ𝔦εᒪ࿐
hahahaha 🤣
2022-12-19
0