Nania

Terlihat tiga sepeda motor yang saling mengejar dengan kecepatan tinggi, menyebabkan gumpalan debu pasir beterbangan ke udara menyesakkan nafas siapa saja yang menghirupnya. Raungan keras yang memekakkan telinga dari knalpot tiga motor itu membuat orang yang di lewatinya berjingkrak terkejut, berteriak memaki mengumpat bahkan menyumpah. Tapi empat pemuda yang ada di atas motor sama sekali tidak peduli walau mereka mendengarnya. Mereka malah tertawa cekikikan seakan senang melihat orang-orang itu marah, atas tindakan provokatif yang mereka lakukan.

Tak lama berselang waktu. Akhirnya empat preman kampung yang sudah sangat tersohor di desanya itu mulai memasuki kawasan desa lain, yaitu desa Peri. Desa yang menyimpan banyak bidadari tapi terkenal ganas dan sadis, belum merdeka saking kolotnya anak-anak muda yang tinggal di sana. Hingga jarang sekali ada anak muda dari desa lain yang berani masuk ketempat mereka, melebihi di saat malam. "Pelan Coi. Jangan sampai kita memancing keributan lagi di kampung ini, malu sama ayahnya Nania yang sudah berkali-kali jadi penengah setiap kali kita datang kesini" teriak Rian yang duduk berboncengan dengan Maco mengingatkan tiga temanya.

"Yo'i" Balas Dutar Seno dan Maco mulai menurunkan kecepatan motornya, sehingga ikut mengurangi volume suara bising dari knalpot BRONK yang terpasang di motor mereka.

Sepanjang jalan desa Peri menuju rumah Nania, sepanjang itu pula tatapan tajam setajam silet di layangkan pada Rian dan tiga temannya. Orang-orang itu mulai berkumpul hingga jumlahnya hampir mendekati ratusan orang, dan orang-orang itu tergabung dari anak-anak remaja, dewasa, bahkan orang tua. Orang-orang di desa itu memang selalu bersatu jika ingin melakukan tindakan kekerasan terhadap orang-orang luar yang berani masuk ke desanya. Maklum, desa pelosok yang masih bertahan dengan sikap Ortodoks masih banyak di negeri ini. Hehehe.

Sementara Rian Dutar Seno dan Maco sudah menyadari tatapan tak suka padanya, tapi mereka tak peduli dengan semua itu malah membalas tatapan itu dengan acuh tak acuh seperti angin lalu. Kalaupun mereka membuat masalah nantinya, tentu saja kami akan melawannya. Pasti mereka tidak tau kalau kami ini jago beladiri, kalau pun kami kalah di sini. Kami bisa membalasnya nanti, orang-orang desa ini mesti melewati desa kami jikalau hendak pergi ke kota. Pikir hati Rian Seno Maco dan Dutar, sedikit menyombong diri. Empat pemuda ini tidak tau bahaya yang sedang menunggunya. Mereka pikir kemampuannya bisa menghadapi hampir ratusan orang yang sedang menanti mereka di kegelapan.

Untuk saat ini mereka masih aman karena bertamu di rumah Nania yang ayahnya merupakan orang terpandang dan cukup di segani karena harta dan kekayaannya. Selain itu juga, ayah Nania seorang Kepala Desa dan pemuka Agama. Jadi para reader paham kan? kenapa ayah Nania cukup di segani di desa itu?

Saat ini waktu mungkin sudah mendekati pukul 9 malam, ketika empat anak muda itu tiba di depan rumah Nania. Nania sendiri yang sudah terbiasa dengan suara motor yang sekarang berhenti di depan rumahnya, cepat-cepat melangkah membuka pintu lalu mendongak keluar dengan senyuman yang menawan. Menampakkan baris gigi yang putih di sertai lesung pipi membuat wajahnya terlihat sangat manis, menarik hati siapa saja yang melihatnya. Di saat yang sama dua orang lagi gadis cantik keluar dari rumahnya berjalan menuju rumahnya Nania. Mereka adalah Arika dan Najwa yang rumah orang tuanya bertetanggaan dengan rumah orang tua Nania.

"Hei, jam segini kalian baru datang?" ucap Arika sembari terus jalan berlenggak-lenggok kearah Nania dan Najwa yang sudah duduk manis di atas kursi di teras rumah.

"Hei kalian! kemari. Duduk di sini, kenapa masih di situ?" Suara panggilan Nania membuat buyar, ilusi Rian Maco Seno dan Dutar yang sedang berselancar di alam bawah sadar. Ketika melihat pemandangan bentuk tubuh Arika dari belakang saat terkena pancaran lampu yang menembus rok putih panjang selutut yang di kenakan nya. Hingga memperlihatkan bentuk tubuh bawah yang, ah. Sulit untuk di ceritakan.

"Woi, di otak kalian pasti ada pikiran jorok kan?" bisik Rian.

"Eleh kau pun sama, gak usah sok suci matamu" balas Dutar berbisik sehingga mereka berempat terkekeh.

'Oh Tuhan, ampunilah dosa hambamu ini yang selalu hina' batin Rian.

"Sudah lama kalian gak datang ke sini"

"Biasalah Nan. Desa kalian ini selain jauh, pemudanya juga masih ortodoks. Bahaya untuk di datangi. Coba ingat terakhir kali kami datang kesini, untung orang tuamu jadi penengah bisa mengamankan"

Dutar Seno Maco dan Rian satu sekolah saat SMA dengan Nania. Jadi mereka masih berteman baik sampai sekarang. Sedangkan Arika dan Najwa, bisa kenal dengan mereka melalui Nania.

bersambung

Terpopuler

Comments

Senajudifa

Senajudifa

tp bkn desa tertinggalkn

2023-01-17

0

Samosier Toba

Samosier Toba

teruskan, semangat thor?!

2022-12-13

0

༄ᴳᵃცʳ𝔦εᒪ࿐

༄ᴳᵃცʳ𝔦εᒪ࿐

Oh, ceritanya ngapel lah ya 😁

2022-12-01

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!