Eyes Laura

Satya dan Rin, menuju tempat Bara berada. Rin melihat Bara yang terduduk didepan bangku ICU. Cemas, itu lah yang dirasakan Bara. Rin menghampirinya lalu bertanya beberapa hal kepada bara seusai menyapa orang tua Aliana.

"Bar, gimana kondisi Lia?"

"Dokter belum keluar kak. Dari ruangan itu." Tunjuk bara pada ruang ICU.

"Lu makan belum? Gua pesenin makan mau?" Tanya Rin

"Gak, gua gak nafsu kak." Kata Bara kembali lesu.

"Ya udah. Lu tadi udah ketemu sama yang buat celaka Aliana?"

"Dah, dia baik."

"Dia temen gua tau, sahabat dari kecil. "

"Hmm..."

Rin memalingkan wajahnya setelah mendengar jawaban bara. Ia mengajak Satya mengobrol, sifat konyol Rin mulai kembali.

"Satya, lu tau gak? Kalo sebenernya gua itu manusia setengah? Setengah apa Satya?"

"Setengah nasi?" Jawab Satya dengan datar.

"Elah mana ada, gua tengah orang lah. Kalo setengah nasi kan sushi." Jawab rin dengan tawa kecil.

"Lha, kok. Wah parah lu ngerjain gua. Tebak tebakan lu dari tadi gak masuk akal." Jawab Satya sewot.

"Welk." Rin menjulurkan lidahnya mengejek Satya.

"Mulai ya... Mulai jahilnya. Pingin gua bungkus bawa ke bunda."

"Gak boleh marah, kalo marah nanti lu kek singa versi kucing." Ejek Rin.

"Nanti pulang, gua bawa lu kerumah buat ketemu bunda." Jawab Satya.

"Kalian berdua, kalo mau pacaran di tempat lain kek." Sahut bara yang kini mendengus kesal.

Rin dan Satya tertawa mendengar kata kata bara yang telah lama tidak keluar.

"Pacar? Heh! Bar! nih cewe tuh sahabat gua. Apa lu lupa?" Kata Satya Dengan penekanan pada kata sahabat.

Rin hanya tertawa melihat mereka ribut, Rin menghela nafasnya. Sudah lama sejak saat itu, ia tidak pernah menjadi bersemangat saat ini.

...

Aksa sekarang sedang menemani Laura dirumah sakit, hari ini pembukaan perban pada mata Laura.

"Pelan pelan Aksa!"

"Hmm, gimana kabar Rin?" Gumam Aksa pelan namun terdengar jelas ditelinga Laura.

Hati Laura terasa sakit, seolah tersayat mendengar kekhawatiran Aksa pada Rin. Ia sangat iri, kenapa harus Rin wanita yang dicintai Aksa? Jauh didalam hati Laura sangat terluka akan kenyataan yang ada. Laura hanya menghela nafas untuk menenangkan hatinya. Ketenangan hatinya hanya beberapa menit, dikejutkan suara perempuan yang tidak asing baginya. Ya, itu adalah suara dari Rin gadis yang dicintai Aksa dan kakaknya.

"Wah, kalian disini juga? Perban Laura dibuka hari ini?" Tanya Rin dengan senyuman.

"Iya perbannya dibuka hari ini. Kalian ngapain di depan ruangan ICU? Ada yang sakit?" Tanya Aksa sedikit heran.

"Ada, temen gua, abis kecelakaan parah."

"Aksa ayok cepet, gak sabar aku pingin bisa liat." Bujuk Laura.

"Udah dulu ya Rin, gua anter Laura dulu." Kata aksa dengan lembut.

Rin menatap punggung Aksa dan Laura yang perlahan menghilang memasuki sebuah ruangan.  Dalam hatinya ia berkata "Gua tau Lau, lu suka sama Aksa. Tapi lu sembunyi in rasa suka lu dalam hati terdalam." Rin kembali ketempat duduk sebelah Satya.

"Wajah lu pucet lagi, pulang ya, gua antar." Bisik Satya lembut.

"Huum." Jawab Rin yang kini merasa semakin terasa sakit di kepalanya.

Rin dan Satya bangkit dari tempat duduknya. Mereka bersalaman pada kedua orang tua Lia dan juga Bara. Setelah keluar dari rumah sakit, kepalanya terasa tertusuk ribuan tombak. Sangat sakit. Satya yang melihat raut wajah Rin menahan rasa sakit, ia menggendong Rin layaknya Bridal Style.

Sesampainya di dalam mobil ia mencari obat Rin didalam tas Rin. Ia mengacak-acak tas itu namun nihil ia tidak menemukan obat untuk Rin.

"Rin tahan ya, kita ke bunda sekarang. Obat mu kenapa bisa gak kamu bawa sih." Kata Satya mengelus puncak kepala Rin dengan lembut.

"Maa-af, aa-ku lu-ppa." Kata Rin yang susah payah mengatakan dengan bibir yang bergetar.

"Kamu tahan ya, kita temuin bunda. Biar kamu di periksa." Kata Satya lalu melajukan mobilnya dengan kecepatan lumayan tinggi. Ia membelah jalanan kota untuk menemui ibunya.

****

"Yo, dada gua sakit amat. Berasa ke tusuk tombak." Kata Gibran yang sedang makan di sebuah kedai bernuansa barat.

"Bos lu gak kenapa napa kan?"

"Yo, sakit banget anjing. " Lalu Gibran menghela nafasnya dalam dalam.

"Gak usah akting bos, lu gak cocok." Ejek Ryo pada Gibran yang Sedari tadi memegang dada kirinya.

"Gua serius." Tatapan Gibran tajam pada Ryo.

***

Perban mata Laura akan dibuka. Dalam ruangan itu Aksa berada di samping Laura.

"Nona, saya buka perbannya ya, nanti perlahan saja buka matanya biar mata nona bisa menyesuaikan dengan cahaya sekitar." Kata dokter dengan ramah

"Baik dok." Angguk Laura.

Dengan perlahan dokter membuka perban di mata Laura. Setelah selesai membuka perban. Ia tersenyum.

"Nona anda bisa buka mata anda perlahan."

Laura menuruti kata dokter itu. Perlahan ia membuka matanya, matanya masih menyesuaikan cahaya, ia menatap kearah samping mencoba melihat Aksa. Yang ia lihat tadinya blur kini terlihat jelas. Betapa ia bahagia melihat wajah lelaki disampingnya tersenyum. Seakan sudah sangat lama tidak pernah melihat senyum Aksa.

"Aksa, aku bisa melihat. Sa ini beneran kan bukan mimpi." Laura menatap kedua manik Aksa.

"Bukan lah." Kata Aksa

"Terima kasih dok, saya pamit." Kata Laura menatap lekat pada dokter disampingnya.

Sesudah keluar dari ruang pemeriksaan, Laura terus berbicara.

"Aku gak takut gelap. Tapi aku takut sama nenek." Kata yang terus ia ulang sampai didalam mobil.

"Lu kenapa lau? Ini langsung pulang atau mampir dulu?" Tanya Aksa setelah keluar parkiran.

"Basecamp abang lu, gua mau kesana." Kata Laura dengan semangat.

"Lu baru aja sembuh, lu mau kesana?"

"Yap, gua mau kesana. siapa tau Abang lu dah nemuin pelakunya."  Kata Laura menatap lurus jalanan didepannya.

"Tapi, Lau-"

"Gak ada tapi tapian, anter gua kesana  gua mau tidur di masion basecamp milik abang lu." Kata Laura tak sabar ingin segera mencari pelaku.

"Okey, gua anter. Tapi gua kan dilarang masuk."

"Kan cuma nganterin gua, nanti lu pulang aja sendiri." Tawa renyah Laura memecah keheningan.

"Ya..ya..ya.. tuan putri benar."  Jawab Aksa  yang kini wajahnya lesu.

Aksa melajukan mobilnya, tak lama ia sampai didepan sebuah masion mewah dihuni oleh banyak orang. Dan pemilik dari masion itu adalah Gibran.

Saat kaki jenjang laura keluar, orang yang sedang berlatih bela diri, terdiam sejenak. Lalu mereka berlari ke arah mobil yang ditumpangi Laura.

Mereka membungkuk untuk memberi hormat pada Laura. Bagi mereka semua menjaga Laura adalah kewajiban.

"Pagi nona Lau." kata mereka serentak.

"Kalian, udah berapa kali aku bilang, jangan beri aku hormat seperti itu!" Kata Laura dengan amarah, lalu berjalan masuk dengan hati yang kesal.

***

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!