"Bangun kek lu!"
Siang ini, Gibran dan Aksa masih menemani Rin di rumah sakit. Suara langkah kaki di koridor rumah sakit terdengar seperti terburu-buru. Dan langkah kaki itu berhenti didepan ruangan Rin.
Ceklek..
Seorang laki laki bertubuh tinggi tegap menghampiri Rin yang masih koma di ranjangnya. Mata laki laki itu telah dipenuhi rasa cemas dan khawatir.
"Kak Diego " seru Aksa.
"Adik, gua gimana keadaannya? Dokter bilang apa?" Tanya Diego memburu pada kedua orang di depannya.
"Kondisi Rin udah stabil, tadi sempat koma karena persediaan kantung darah yang cocok sama golongan darah Rin enggak ada." Jelas Gibran yang duduk disebelah Rin.
" Lu siapa? " Tanya Diego heran pasalnya seragam yang dikenakan Aksa dan Gibran berbeda.
"Aku Gibran Stevano Aditya kak," jawab Gibran
"Bentar gua gak asing sama nama lu." Kata Diego sambil berfikir.
"......." Gibran dan Aksa saling tatap.
"Lu temen kecilnya Rin? Yang malah pindah ke Korea, padahal adik gua belum bangun dari komanya." Diego menebak dengan yakin.
"Iya kak itu saya." Jawab Gibran.
Mereka saling berbincang diruangan itu. Seakan teman lama mereka mengobrolkan banyak hal dari masa kecil mereka bermain bersama, lalu sekolah dan prestasi mereka.
Dari cerita Gibran, Diego mengetahui bahwa Gibran yang sekarang didepannya adalah anak cerdas dan sudah masuk sarjana sebelum usianya tujuh belas tahun.
Gibran masuk sekolah di umurnya yang masih enam tahun, lalu pindah ke sekolah Korea, ia mengambil SD hanya lima tahun, SMP tiga tahun, SMA dua tahun dan ia kuliah sarjana. Tepat seperti janjinya pada ayah tirinya dahulu.
Diego sempat terkagum mendengar cerita teman kecilnya itu. Walau lama sekali tidak bertemu tapi rasanya tetap sama. Sedangkan Aksa masih fokus pada layar ponselnya. Takut jika wali kelas tiba tiba menelfon ya.
...****************...
Dalam komanya Rin melihat masa lalunya, ia yang ceria menjadi pendiam ketika Gibran pergi. Ia melihat bundanya memakai pakaian putih mengandeng tangannya dan mengajaknya berbincang di kursi. Hanya ada ia dan bundanya.
"Apa kabar sayang?" Suara sendu bundanya.
"Aku baik bunda, tapi ayah dan kakak gak ada yang beneran sayang sama aku bunda." Kata Rin
"Kenapa begitu sayang? Jangan sedih bunda selalu bersama Rin."
"Bunda Gibran balik, dia temuin Rin bunda. Gibran kembali tapi tubuh Rin semakin melemah." Kata Rin ia terisak dipelukan bundanya.
"Bunda yakin Rin kuat, Rin pernah selamat dari maut satu kali, Rin kesayangan bunda pasti sanggup hadapi semuanya"
"Bunda, Rin mau ikut bunda. Rin rindu dengan bunda." Kata Rin menggenggam tangan bundanya dengan erat.
"Engga bunda harus pergi, kamu belum boleh pergi sayang." Kata bundanya mengusap pucuk kepala lalu mencium kening Rin.
" Bunda... Jangan pergi Rin mau ikut." Rengek Rin yang melihat bundanya begitu saja menghilang dari pandangannya.
...****************...
Disisi lain kondisi Rin memburuk, detak jantung Rin mulai melemah dan terjadi kejang pada tubuhnya. Kakaknya, Gibran dan Aksa dikejutkan dengan tubuh rin yang kejang.
Aksa pun berlari keluar memanggil suster dan dokter yang menangani Rin. Aksa mengerjapkan matanya dua kali karena air matanya lolos keluar melihat kondisi Rin tadi.
"Dok, tolong pasien Rin di ruang VVIP 02, dia kejang dok" kata Aksa gemetar.
"Baiklah."
" Terimakasih Dok."
Dokter ahli yang menangani Rin adalah dokter yang mengetahui dengan jelas penyakit Rin. Karena tanpa bantuan dokter tersebut tidak akan tersimpan dengan rapi seluruh penyakitnya.
Dokter di ikuti oleh para suster berlari menuju kamar Rin , dalam hati dokter itu berkata "Rin, maaf kalo kakak gagal menyimpan rahasia ini sendiri." Rin gak boleh pergi. Kamu mirip dengan adiku yang sudah tiada." Sesak dia rasakan melihat wajah pucat Rin.
Tangan yang semula menggengam kepercayaan dapat menolong Rin kini melemas melihat wajah pasiennya. Tak lama kemudian seorang dokter laki laki memasuki kamar Rin.
"Arsela, kalo kamu kayak gini dengan pasien itu biar aku saja yang mengobatinya! Kamu selalu bersedih ketika pasien atas nama Isabella Sabrina di ambang kematian." Kata dokter itu yang kini menangani Rin.
Suster telah menyuruh Gibran, Diego dan Aksa untuk menunggu di luar dari tadi.
Kini dengan kecemasan masing masing, karena kodisi Rin yang tiba tiba memburuk. Sudah pukul tiga sore. Gibran yang sedari tadi cemas tiba tiba mendapat telepon dari wakilnya.
...Ryo Ardana...
Bos, gawat!
^^^Kenapa?"^^^
Lau, kecelakaan.
Kondisinya parah bos.
^^^Laura?^^^
Iya bos, kayaknya
Mobil lau di sabotase
^^^Brengsek, anjing.^^^
^^^Kenapa lu lengah^^^
^^^jagain laura ?^^^
Dia gak mau di temenin
Kita udah maksa, tapi nolak
Maafin kami bos.
Sambungan telepon diputus sepihak oleh Gibran. Dengan wajah yang kian frustasi dia memberi tahu kepada Aksa.
"Sa, sini lu." Panggilnya
"Kenapa kak?" Jawab Aksa menuju arah Gibran yang berdiri .
"Lau, kecelakaan. Mobilnya di sabotase." Katanya lirih didekat telinga Aksa.
"Kak, anjing lu jangan bercanda!" Jawabnya dengan nafas memburu.
"Gua gak bercanda anjing, noh dia di IGD rumah sakit ini! "
Setelah mendengar Laura juga berada di rumah sakit ini, Aksa dengan hati kacau dan pikirannya runyam mencari wajah gadis itu. Gadis yang dari dulu bersamanya. Ia memasuki ruang IGD. Mendapati Laura yang terbaring dengan luka di dahi, infus yang terpasang.
"Dok pasien ini mau anda bawa kemana?" Tanya Aksa.
"Saya harus membawa dia ke ruang operasi, karena ada pecahan kaca yang mengenai kedua matanya."" Jelas dokter itu.
Sekarang Aksa hanya fokus dengan kondisi sahabatnya. Seakan mimpi buruk untuk Aksa.
Kini Aksa menunggu di depan ruang operasi. Sedangkan Gibran dan Diego cemas terhadap keadaan Rin.
Tak lama, dokter keluar dan memberi tahu
"Kami sudah berusaha, kodisinya telah stabil lagi." Kata dokter lalu pergi meninggalkan Gibran dan Diego.
Kini ia dapat bernafas lega mendengar ucapan dokter.
...****************...
Sekitar dua jam lebih, Laura akhirnya keluar dari ruang operasi. Dan dipindahkan ke ruang VVIP 03 sesuai dengan keinginan Gibran.
"Gimana kondisi Laura dok?" Tanya Aksa
"Dia mengalami kebutaan permanen, dengan mendapatkan pendonor mata yang cocok ia dapat melihat lagi." Jelas dokter.
Mata Laura di tutup dengan perban, karena kecelakaan itu, ia mengalami kebutaan permanen. Dialog dalam fikirannya semakin menjadi. Tiba tiba Aksa mengigat kenangan nya bersama Laura.
"Akca, Lau takut gelap angan di atiin ampunya." Teriak laura kecil.
Lamunannya tersadar, lalu batin Aksa berkata "Lau gak boleh buta dia fobia gelap. Dulu dia selalu pingsan ditempat yang gelap."
Tanpa berfikir panjang ia berteriak pada Gibran yang keluar dari kamar Rin.
"Gibran..." Teriak Aksa
"Kenapa?" Tanya Gibran.
"Cariin pendor mata buat Laura, Laura buta."
"Ooo"
[Hening]
Gibran yang mencerna kata kata dari adiknya.
" Satu... dua... tiga..." -Batin Aksa
"HAH APA ? LAURA BUTA?" Teriak Gibran kaget.
"Iya, makannya cariin pendonor mata kak." Kata Aksa.
"Gua cariin, tapi cari pendonor mata yang cocok buat Laura itu susah, Sa." kata Gibran sambil menatap langit-langit koridor.
Mereka berdua hanya berharap ada yang mau mendonorkan mata untuk Laura.
...****************...
Rin tak kunjung bangun dari komanya, ntah itu koma atau hanya memejamkan mata. Dalam komanya ia berada disebuah lapangan bersama anak anak lain. Ia sedang bermain kejar kejaran.
Lalu Rin tertangkap, dan anak anak lain memberikan tantangan untuk Rin kecil, berupa tantangan bernyanyi. Suara Rin mulai terdengar, langit yang semulanya biru kini tertutupi awan hitam.
"Rintik gerimis mengundang"
"kekasih di malam ini"
"Kita menari dalam rindu yang indah"
"Sepi kurasa hatiku saat ini, oh sayangku"
"Jika kau di sini, aku tenang"
Tiba tiba air hujan turun. Membasahi lapangan. Hanya tersisa Rin seorang. Anak anak lain telah di jemput orang tuanya untuk pulang.
Sedangkan gadis kecil itu tak kunjung di jemput, tah oleh Ayah, supir atau ibunya. Wajah dengan senyuman ia menari dibawah air hujan. Hingga tiba tiba suara kakaknya mengema memanggilnya.
"Ibel, ayok pulang. Jangan main hujan dik. Nanti ayah marah sama kamu." Kata Diego.
"Gak mau, aku acih mau ain di cini. Akak pulang aja." Jawab gadis itu yang masih bermain hujan.
Kepalanya terasa sakit seakan ada batu besar telah mengenai kepalanya.
...****************...
Rin terbangun dari komanya, kini ia bersenandung seperti yang ia ingat dalam komanya.
"Rintik gerimis mengundang"
"kekasih di malam ini"
"Kita menari dalam rindu yang indah"
"Sepi kurasa hatiku saat ini, oh sayangku"
"Jika kau di sini, aku tenang"
Senandung Rin, membuat kakaknya terbangun dari tidurnya.
Rumah sakit, seakan tempat kedua bagi Rin, karena banyaknya ia terjtuh selalu dibawa kerumah sakit. Bukan lemah atau berpenyakit. Tapi karena sedari kecil ibunya adalah dokter.
"Ibel , Alhamdulillah kamu udah sadar dek." Diego memeluk adiknya .
"Iya, kak. Maafin Ibel buat kakak khawatir." Kata ibel yang meneteskan air mata. Pasalnya kakaknya sudah lama sekali tidak memeluknya seperti ini.
"Kakak khawatir dek, walau seakan tidak perduli sama kamu. Kamu tetap adik kakak satu satunya. Orang yang sangat mirip dengan bunda. " Jelas Diego membuat hati kecil ibel teriris.
"Ibel juga sayang kakak, kakak jangan tinggalin Ibel. Ibel gak tahan kakak selalu cuekin Ibel." Isak Ibel di pelukan kakaknya.
"Sekali lagi, maafin kakak. Yang kamu nyanyikan bukannya itu lagu yang dulu sering bunda nyanyiin?" Kata Diego
" Gak tau, setiap Ibel nyanyi lagu itu. Bunda seakan disini kak. Setiap Ibel rindu sama bunda." Jelas Diego.
Wajah keduanya dipenuhi air mata, tangis keduanya telah memecah keheningan ruangan Rin.
"Aku kira tadi bunda yang nyanyi, ternyata kamu. Kamu memang mirip sama bunda dek. Jangan tinggalin kakak, dek. Jangan tingalin kakak seperti bunda." Kata Diego dengan isakan yang kini semakin mengeratkan pelukannya.
"Kakak, aku gak akan tinggalin kakak. Bagiku kakak itu segalanya. Kakak jangan bolos nanti ayah marahin kakak. Nanti kakak luka lagi. Jujur kak aku cuma pura pura gak tau apa yang terjadi sama kakak." Jelas Rin membuat Diego semakin terisak air matanya membasahi kedua pipinya.
" Iya, dek. " Hanya suara lirih dari Diego menjawab Rin.
" Akan ku tulis nanti.Tulisan pertamaku, kakak adalah segalanya dan kehidupanku. Maka kebahagiaan dan kehidupannya paling penting. Akan ku jaga kakak hingga hari itu datang." -batin Isabella Sabrina
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 21 Episodes
Comments