TCS 19

“Kak, tolong jangan begini. Ini tidak benar, Kak.”

"Berhenti memanggilku, 'Kak' aku bukan kakakmu!" bentak Mike.

"Tolong berhenti," lirih Alice.

Alice memohon. Air matanya mengalir deras hingga membasahi bantal. Sungguh, demi apa pun Alice tidak ingin berhubungan dengan seseorang yang notabene adalah kakaknya sendiri.

Walaupun Alice memang mencintai Mike, gadis itu berusaha mengubur dalam-dalam perasaan tersebut setelah mengetahui status di antara mereka. Terlebih, kebencian Mike kepadanya dan Esme membuat segalanya semakin rumit. Alice tidak ingin semuanya bertambah kacau.

“Kenapa? Bukankah selama ini kau menyukai sentuhan dari seorang pria?” Wajah Mike tidak kalah kacau. Tanpa sadar setetes cairan bening juga jatuh dari mata lelaki, tepat mengenai pipi Alice.

Mike mendekatkan wajah. Bibirnya separuh terbuka menuju bibir Alice. Kurang dari dua senti lagi, keduanya akan bertemu.

“Argh! Brengsek!”

Mike bangkit dengan kasar dan turun dari ranjang. Kedua tangan menutup wajah sebelum tubuhnya luruh ke lantai. Pertahanannya runtuh sudah. Seumur hidup, Mike tidak pernah merasa sesedih ini.

“Semua ini kau dan Esme penyebabnya! Kenapa kalian harus hadir di kehidupan keluargaku? Gara-gara kalian, Ibuku depresi hingga bunuh diri.” Mike mulai meracau. Suaranya lirih, tetapi amat menyayat hati. Laki-laki itu tidak berteriak maupun memaki, tetapi entah mengapa efeknya menimbulkan perasaan sakit yang sulit dijelaskan dengan kata-kata.

“Seandainya …, seandainya kalian tidak datang, ibuku pasti masih hidup. Aku tidak perlu merasa sendirian di dunia ini. Kalau kalian memang ingin hidup bersama ayahku, datangi saja dia. Tetapi seharusnya kalian tidak perlu ikut muncul di hidup ibuku.” Mike berbicara dengan terbata-bata. “Puas kalian sudah membuat ibuku tidak ada lagi di dunia ini? Pasti kalian merasa menang kan sekarang? Andai kau tahu betapa aku sangat membenci kalian. Dua manusia tidak tahu diri yang kehadirannya tidak lebih dari sekadar parasit.”

Sama dengan Mike, Alice pun merasakan sakit yang sama. Jika tahu akhirnya akan seperti ini, Alice tentu memilih untuk tidak pernah bertemu dan tahu seperti apa ayahnya. Biarlah dia hanya hidup bersama Esme. Toh, selama ini kehidupan mereka juga tidak terlalu buruk.

Alice menggenggam erat tangannya yang gemetar. Memberanikan diri untuk beringsut turun dari ranjang.

“Mike.”

“Jangan mendekat! Kau dan ibumu sama saja. ******!”

Mike membentak keras hingga membuat Alice terperanjat. Satu tangannya yang nyaris memegang bahu Mike segera ditarik lagi.

Tanpa sepatah kata pun, Mike berjalan sempoyongan keluar dari kamar. Efek dari alkohol yang diminum masih sangat terasa hingga membuat kepalanya pening bukan main.

Setelah menjauh beberapa langkah, Mike dapat mendengar pintu di belakangnya tertutup. Namun, Mike enggan memikirkan bagaimana kondisi Alice setelah apa yang dilakukannya.

Mike tidak tahu jika sepanjang malam itu dihabiskan Alice dengan menangis hingga  lelah dan akhirnya tertidur lelap.

** *

Keesokan harinya, Mike bangun dengan kepala yang masih berat. Namun, hal itu tidak membuat Mike lantas lupa dengan tanggung jawabnya di hotel. Dia pun segera mandi dan bersiap mengenakan setelan kerjanya.

Mike belum bertemu dengan Alice sedari bangun tidur. Juga sengaja berangkat pagi dan melewatkan sarapan bersama demi menghindari sepasang ibu dan anak yang sudah menghancurkan keluarganya.

Selama di dalam mobil, Mike memikirkan cara bagaimana untuk membuat hidup Alice semakin menderita. Dia mempertimbangkan untuk mengangkat Alice menjadi asisten pribadi. Dengan begitu, mereka pasti akan lebih sering bertemu dan Mike bisa leluasa melampiaskan kebenciannya.

Sesampainya di hotel, Mike segera masuk ke dalam ruangan pribadinya. Menyimpan tas di atas meja kemudian duduk di kursi kebesaran.

Mike memanggil salah satu staffnya, meminta pegawai yang sedang longgar untuk datang ke ruangan termasuk Alice. Dia ingin membuat pengumuman penting. Ya, apalagi kalau bukan kenaikan jabatan bagi anak ****** itu.

Menunggu selama beberapa menit, semua staff yang sedang tidak bertugas sudah berkumpul di dalam ruangan. Tidak banyak memang, tetapi bagi Mike sudah cukup. Toh di manapun yang namanya gosip akan selalu menyebar cepat.

Mike melirik ke arah Alice yang terus menunduk. Wajahnya sedikit pucat meskipun Mike yakin gadis itu memakai riasan lebih tebal dari biasa.

“Aku ingin membuat pengumuman penting. Mulai hari ini, Alice resmi menjadi asisten pribadiku,” ucap Mike. Nada bicaranya biasa saja seolah pemberitahuan barusan tidak sepenting yang dibicarakan.

Tidak ada yang berani memprotes meskipun ada beberapa dari mereka sudah bekerja lebih lama. Para staff yang datang hanya mengangguk serta tidak lupa memberi selamat.

Alice sendiri merasa terkejut dengan keputusan Mike, tetapi juga senang. Gadis itu terlalu naif hingga tidak memiliki pemikiran buruk apa-apa. Dia kira, keputusan tersebut memang murni karena Mike membutuhkan asisten pribadi. Sama sekali tidak tahu jika hari-harinya ke depan mungkin akan semakin buruk. Lagipula, menurut Alice tidak sepatutnya urusan keluarga disangkut pautkan dengan  pekerjaan.

“Hanya itu saja yang ingin aku sampaikan. Kalian sudah diperbolehkan kembali bekerja,” ucap Mike mengakhiri pertemuan mereka pagi itu.

Satu per satu staff yang hadir pun keluar dari ruangan hingga kini hanya menyisakan Alice dan Mike saja. Tadinya Alice juga ingin keluar, tetapi ditahan oleh Mike. Lelaki itu berdalih jika mulai hari ini Alice harus selalu ada dalam radius yang dekat dengannya.

Saat menatap wajah gadis di depannya, mau tidak mau Mike kembali membayangkan kejadian semalam. Bagaimana raut ketakutan Alice membuatnya merasa senang sekaligus sakit dalam waktu bersamaan. Senang karena bisa membuat Alice menderita, tetapi sakit jika mengingat apa yang sudah terjadi pada ibunya.

Tanpa Mike sadari, wajah pucat Alice juga menjadi candu baginya. Terbukti sekarang Mike begitu ingin melihat raut itu lagi.

Mike berjalan ke arah pintu kemudian menutupnya rapat. Memastikan tidak ada orang tahu apa yang akan dia lakukan.

Alice berjalan mundur saat Mike berbalik dan menunjukkan seringai di wajahnya.

“Kau mau apa?”

Mengetahui raut Mike yang semakin gelap, Alice merasa takut juga. Benaknya mulai membayangkan kejadian semalam dan baru menyadari mengapa Mike tiba-tiba menaikkan jabatannya.

Mike mulai mengelus anak rambut Alice yang keluar dari kunciran. Sedangkan sebelah tangannya tertuju pada bokong Alice dan meremasnya kencang.

“Jangan, Mike.” Alice berusaha mendorong bahu Mike dengan segenap tenaga yang dipunya. Namun, jangankan terdorong bergerak seinci pun tidak.

“Jangan berlaku munafik di depanku. Bukankan kau sama jalangnya dengan Ibumu?”

Alice semakin takut di bawah tatapan tajam Mike. Lelaki itu seakan tidak mengenal balas kasihan dan menjadikan ketakutan Alice sebagai hiburan.

Tangan Mike yang tadinya mengelus anak rambut Alice semakin turun ke bawah. Namun, sebelum sempat menyentuh gundukan di dada gadis itu Mike memalingkan wajah dan berjalan mundur.

“Keluarlah.”

Tanpa disuruh dua kali, Alice segera keluar dari ruangan Mike dan setengah berlari menuju toilet. Meluapkan tangis yang sedari tadi tertahan di sana.

Terpopuler

Comments

Bunda Hani

Bunda Hani

Alice yg di gituin aku yg deh degan...
Mike jangan gitu kasian mama mu disana pasti dia sedih

2022-12-04

0

Echa Fairlysyarma

Echa Fairlysyarma

kpn episode selanjutnya Thor...

2022-12-01

0

Dhiny Nee

Dhiny Nee

mike..ibumu pasti gk akan suka klw kamu berbuat seperti itu sama alice,, klw mau benci sama esme aja lampiaskannya..

2022-12-01

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!