TCS 4

Entahlah, rasanya Alice ingin  menghilang saja dari dunia ini. Kenapa ujian demi ujian terus berdatangan? Alice merasa tak akan ada kebahagiaan setelah ini, terlebih sikap Mike yang tampak dengan jelas tidak menerimanya.

Siapa yang akan menerima  seorang pelakor beserta anaknya yang sudah menghancurkan keharmonisan keluarga? Tidak akan ada yang mau menerimanya! Ralat, mungkin hanya orang tertentu yang bisa menerima itu, tapi tidak dengan Mike dan Raina. Mereka tak akan pernah menerima selingkuhan dan anak hasil cinta terlarang itu di rumah ini.

Alice berpikir kuat, mungkin dengan pergi dari rumah mewah yang baru saja dia pijaki akan menjadi pilihan yang sangat terbaik untuk semuanya. Meski dia tahu, semua ini tak akan selesai begitu saja jika pun dia pergi sekarang.

"Ibu, lebih baik kita pulang saja!" pinta Alice yang langsung diserobot oleh Esme dengan tatapan mata yang tajam.

"Sudahlah, Alice! Kita juga berhak tinggal di sini, apakah kamu tidak menyayangi ayahmu sehingga ingin tinggal di sana lagi?" tanya Esme ketus. Dia tak suka dengan sikap Alice yang sangat berbeda dengannya. Alice begitu polos dan baik, sementara dirinya sebaliknya.

"Alice, kamu tidak usah merasa takut atau tidak enak hati. Abaikan saja semuanya, nanti juga mereka akan menerima semua ini. Sekarang lebih baik kamu istirahat di kamarmu,  pasti kamu kelelahan, bukan?" imbuh sang Ayah tanpa merasa berdosa sama sekali. Setelahnya dia meminta pelayan untuk mengantarkan Alice ke kamarnya.

Esme tersenyum puas karena suaminya berada di pihaknya. Dia bemanja-manja di lengan suami, kemudian merengek untuk pergi ke kamarnya yang sudah disiapkan sesempurna mungkin oleh Haris. Dia tak sabar ingin melihat kamarnya. Haris bilang, dia sudah mendekor kamar itu beberapa hari sebelum dirinya mengajak Esme ke rumah ini.

Melihat kamarnya yang super mewah dan sangat besar membuat Esme tersenyum puas. Akhirnya setelah belasan tahun tinggal di rumah lama, dia bisa merasakan kemewahan yang menguar di rumah ini.

Haris merangkul Esme dari belakang kemudian berbisik, "Bagaimana? kamu suka?"

Esme  langsung berbalik, dan menatap  lekat-lekat sang suami, "Tentu!" jawabnya. "Tapi—" Esme menggantungkan kalimatnya kemudian semakin mepet ke tubuh sang suami. "Aku lebih menyukaimu!"

Haris bejalan mundur, mengunci pintu kamar, kemudian tersenyum nakal pada sang istri. Esme membalasnya dengan kerlingan mata, kemudian dia menjatuhkan diri di ranjang besar yang ada di kamar itu.

Benar-benar biadab! Di sela-sela perseteruan yang terjadi barusan, sepasang suami istri ini justru seolah tidak peduli dengan yang terjadi. Saking dibutakannya oleh nafsu yang memuncak di dalam syahwat membuat mereka melupakan sisi kemanusiaan yang seharusnya menjadi poin utama.

Ah, biarlah! Biar Tuhan yang membalas kekejian mereka berdua. Tuhan maha adil, bukan?

Di sisi lain, Alice masih merenungi kejadian yang baru saja terjadi. Terlalu cepat dan di luar ekspektasi. Lagi-lagi pertanyaan demi pertanyaan memenuhi rongga pikiran, "Kenapa ini terjadi padaku?" jeritnya dalam hati, air mata mulai menetes membasahi pipi.

Alice menutup pintu kamar setelah pelayan mengantarnya hingga ambang pintu. Di balik pintu kamar, Alice menangis tapi tak bersuara. Rasanya perih sekali, rupanya rumor jika sang ibu merupakan wanita tidak baik adalah benar adanya.

Selama ini Alice selalu menampik semua berita tak menyenangkan itu. Namun, sekarang semuanya seolah menjadi kenyataan yang bagai sembilu hingga celah kebahagiaannya sirna sudah.

Alice tak mau tinggal di sini, dia yakin pasti saudara laki-laki—yang tak lain adalah pria yang dia sukai—itu tak akan menerimanya menjadi saudari. Terlebih sikapnya tadi yang jelas menentang Alice dan sang Ibu membuat gadis 18 tahun ini benar-benar yakin, bahwasanya akan terjadi hal tak diinginkan jika dirinya dan Ibu tetap nekat untuk tinggal di sini.

"Oh, Tuhan! Ampuni aku, aku benar-benar tak tahu harus bagaimana?" Lagi-lagi cairan bening yang dinamakan air mata terus merembes hingga kedua pipinya basah kuyup.

Alice menekuk kedua lututnya, dia berusaha kuat menerima semua kenyataan yang pahit ini. Tuhan tak akan memberikan ujian di luar batas kemampuan. Alice menarik napasnya dan perlahan menguatkan diri, dia bertekad pasti bisa menjalani semua rangkaian skenario yang tak sesuai ekspektasi. Meski nyatanya, memang sulit sekali menerima semua ini. Ketakutan dan kecemasan serta rasa bersalah terus menaungi.

Di kamar lainnya, Mike menatap nanar Raina yang belum kunjung sadar. Wajah wanita yang telah melahirkannya itu begitu pucat dan terlihat tak ada energi di dalamnya. Sudah lama Raina sakit, dia benar-benar stres karena terdengar rumor sang suami berselingkuh. Semuanya semakin membuat dia sesak karena rumor itu bukanlah fiksi, melainkan realita dan sedang terjadi saat ini.

Mike mengepalkan kedua tangannya, urat-urat itu menyembul menandakan dia sedang berusaha menahan emosi. Darah yang dipenuhi dendam dan kebencian mengalir ke seluruh organ.

"Aku tidak akan membiarkan para ****** itu berbahagia di sini! Lihat saja!" tukasnya dengan suara mendesis seperti ular, giginya berbunyi saking gemetarnya menahan emosi.

Terpopuler

Comments

Bunda Hani

Bunda Hani

bener bener ya ibu nya si Alice. lebih suka nyiksa orang di banding kebahagiaan anaknya

2022-12-04

0

Bunda dinna

Bunda dinna

Entah harus komen apa..Alice yg baik sedangkan kedua orang tuanya tak berperasaan

2022-11-25

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!