Mike sudah memakai setelan jas berwarna hitam dengan dilengkapi dasi kuning tua. Ia mencangklong tasnya, lalu keluar kamar setelah siap. Namun sebelum berangkat, ia teringat bahwa ada satu hal yang harus ia lakukan.
Lelaki itu mengedarkan pandangannya di ruang tengah, mencari salah satu pelayan yang harus ia panggil untuk melakukan tugas khusus.
“Bi,” panggil Mike pada wanita paruh baya yang terlihat baru saja akan mengambil piring-piring kotor dari atas meja makan. Sengaja Mike memilih wanita itu karena dialah yang paling lama bekerja di sini, jadi Mike sangat percaya padanya.
“Iya Tuan, bagaimana?” tanyanya seraya berjalan ke arah Mike.
“Bi, aku minta tolong jaga Mama. Pastikan bahwa dia aman selama aku di kantor. Aku tidak tahu akan pulang jam berapa karena sepertinya hari ini jadwal cukup padat, tapi di sisi lain aku juga takut sebenarnya meninggalkan Mama, jadi tolong perhatikan dia. Jika bisa perhatikan terus di mana pun dia berada, jangan sampai ada yang melukainya,” pesan Mike. Nada suaranya terdengar sangat pelan nyaris berbisik.
Pelayan itu mengangguk dengan cepat, “Baik Tuan, saya akan mengawasi Nyonya.”
“Jika ada apa-apa tolong hubungi saya,” kata Mike lagi.
“Baik, Tuan Muda.”
Mike menoleh ke arah kamar Raina sekali lagi, lalu ia mulai melangkah meninggalkan rumah dengan harap-harap cemas. Sebenarnya ia tidak berani meninggalkan Raina, jika bisa ia ambil cuti terlebih dahulu tetapi urusan kantor bukan urusan sekolah yang mudah untuk melakukan izin, terlebih hari ini ia harus mengikuti beberapa kegiatan penting seperti pertemuan atau menyusun kembali beberapa rencana untuk pemasaran yang akan dilakukannya nanti.
Setelah Mike benar-benar telah pergi, Reina yang masih berada di dalam kamar langsung membersihkan tubuhnya, kemudian berapakaian rapi dan berdandan seperti sebelumnya. Ia menghilangkan kantung mata dengan make-up dan oleh karena keterampilannya dalam berdandan, sekarang Reina terlihat kembali cantik seperti semula. Reina tersenyum di depan kaca meja rias, lalu setelah memastikan bahwa semuanya sudah rapi, ia memutuskan untuk keluar.
Saat hendak membeli bunga, Reina melihat Esme yang sedang duduk di ruang tengah dengan kaki yang diangkat di atas meja dan kepala yang disenderkan di kursi. Tangannya memainkan gawai dengan asyik seperti seorang ‘Nyonya Besar’ yang telah memiliki segalanya. Esme tampak sangat menikmati eksistensinya di sini, bersantai seakan seperti seseorang yang tak memiliki masalah dalam hidupnya. Reina mengangkat bibir atasnya melihat tingkah tengil Esme yang datang untuk menjajah kehidupannya.
“Asyik sekali kamu di sini? apakah kamu tidak memiliki kegiatan lain selain duduk di sini bersantai seakan pemilik rumah ini,” sindir Raina.
Esme menoleh. Bukannya menurunkan kakinya, ia malah menatap Reina lalu tertawa dengan nada merendahkan. “Bukannya yang kamu katakan memang benar bahwa aku adalah seorang Nyonya di sini. Aku telah resmi menjadi bagian dari rumah ini dan tidak salah juga jika aku duduk dan bersantai di manapun, bahkan jika harus bersantai di kamarmu,” cetusnya dengan angkuh.
“Siapa yang mengakui kamu sebagai Nyonya? Kamu hanya seorang penjajah di rumah ini, tidak lebih. Kamu tamu yang bukan hanya menghancurkan gelas di rumah saya, tetapi juga menghancurkan keluarga yang saya miliki. Saya baru tahu bahwa ternyata di dunia ini masih ada wanita yang tidak tahu malu seperti kamu.” Raina menggeleng-gelengkan kepalanya seraya menatap Esme dengan prihatin.
“Tidak tahu malu? Aku tidak akan kemari jika suamimu itu setia. Jadi sebaiknya kamu diam, karena sekarang aku dan kamu sama saja,” cetusnya.
Raina lalu memanggil semua pelayan yang berada di rumahnya dengan teriakan yang sangat keras. Tak lama dari itu sekitar enam pelayan dan dua pekebun tiba di sana dengan cepat. Mereka semua berdiri dengan sikap sopan. Beberapa dari mereka tampak terkejut melihat bagaimana tingkah Esme di depan Reina.
“Kalian semua, apakah kalian semua tahu siapakah Nyonya di rumah ini? Siapakah yang telah menerima kalian bekerja di sini, siapakah seseorang yang kalian layani?" tanya Raina pada para pelayannya. Matanya melirik ke arah Esme yang terlihat tak peduli dengan kehadiran pelayan di sana yang mengitarinya.
“Tentu saja Nyonya Raina adalah Nyonya rumah ini,” jawab mereka saling bersahutan.
Raina kini menatap Esme dengan tatapan puas. Namun Esme terlihat makin tak peduli. Ia menurunkan kakinya, lalu bangkit dari duduknya menatap para pelayan yang berada di depannya dengan pandangan sinis. Esme menatap mereka satu per satu dari atas hingga bawah, kemudian mengibas-ngibaskan tangannya di depan wajah. “Aku sangat terkejut mendengar ucapan itu terdengar dari orang-orang rendah seperti kalian. Terserah kalian menganggap siapa nyonya di rumah ini karena itu tidak menggugurkan kedudukanku sebagai Nyonya yang setara dengan Nyonya yang kalian banggakan itu. Dengar, bahwa saya juga merupakan istri dari Haris, jadi jangan berani-beraninya kalian pilih kasih karena kedudukan aku dan Raina adalah setara,” cetus Esme, telunjuknya teracung di depan para pelayannya.
Raina berdecak-decak lirih. “Kamu memang tidak mengerti keadaan kamu di sini. Kamu tidak memahami posisi kamu siapa sebenarnya. Apakah kamu tuli?”
“Aku tidak tuli, aku tahu bahwa para pelayan itu lebih memilihmu menjadi Nyonya, dan itu tak masalah. Aku hanya mengatakan bahwa aku tidak terganggu dengan hal itu. Mudah saja, Raina, jika mereka tak mau melayaniku, aku hanya tinggal meminta Haris untuk mencarikan pelayan baru yang mau melayaniku agar beberapa dari pelayan yang berdiri di sini dipecat sebagai gantinya.” Esme tertawa puas setelah melihat wajah-wajah pelayan ketakutan oleh perkataan Esme yang terdengar serius.
Tangan Raina terkepal mengetahui betapa licik Esme. Wanita itu menindas banyak orang dan mempermainkan banyak pikiran seseorang. “Kamu benar-benar licik, Esme!” sentak Raina.
“Licik? Kamu mengatakan bahwa aku licik? Hei dengarkan Raina, bahwa aku hanya sedang melakukan pembelaan. Kamu tak berhak mengatakan hal buruk itu padaku. Kamu yang memulainya memanggil para pelayan itu,” balas Esme. “Daripada berada di sini menatap kalian yang membuat hariku sangat buruk dan penuh dengan omong kosong, lebih baik aku pergi shopping saja. Rumah ini terasa berubah menjadi sangat panas karena banyak hawa negatif yang memenuhi ruangan ini.” Esme langsung pergi meninggalkan mereka dengan langkah angkuhnya.
Melihat langkah Esme yang pergi menyisakan luka di dada Reina yang terasa sangat dalam. Namun Reina berusaha untuk bersikap baik-baik saja karena ia sudah berjanji pada Mike bahwa ia akan berusaha untuk kuat di depan Esme, bagaimanapun juga ia tak boleh terlihat lemah meski hanya sedetik.
“Esme, semuanya belum berakhir. Tamu tetaplah tamu di manapun kamu berada, dan tuan rumah tetaplah tuan rumah bagaimanapun keadaannya,” lirih Raina.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Bunda Hani
belagu dan sombong banget ya dia baru masuk udah begitu...
2022-12-04
0
Bunda dinna
Masih penasaran awal kejadian di masa lalu Haris dan istri2nya
2022-11-25
0