"Aku benar-benar menyesal telah menjadi putranya, Ma. Apa gunanya menjadi anak dari seorang pria yang lebih mementingkan wanita benalu dibanding istrinya sendiri? Aku heran melihat papa yang memandang tinggi ****** tua itu, ketika memiliki mama yang jauh lebih baik dibandingkan dengannya."
Mike tidak henti memaki Haris serta Esme begitu berada di dalam kamar. Raina hanya diam saja sejak tadi, duduk di atas kasur sambil menjalin kedua tangannya erat. Wanita itu tidak melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan putranya, tapi sedari awal Mike tahu kalau Ibunya masih saja bersikap terlalu lembut pada Ayah maupun kedua sampah yang tidak tahu malu itu.
Jika saja Raina lebih tegas, maka seharusnya tidak akan sulit mengenyahkan Esme dan Alice sekaligus dari rumah mereka. Seperti yang diketahui anggota keluarga mereka, kedua wanita benalu itu bahkan tidak punya apa-apa selain tubuh dan pakaian yang dibawa dari asal tempat tinggal mereka yang entah di mana, tapi ... Mike sadar kalau cara ini tidak akan berhasil karena Haris.
Mike melangkah mendekati Raina, duduk di sebelahnya sambil meraih tangan Ibunya lembut. "Ma, mama harus bisa membela diri ketika papa bersikap seperti itu dan ketika aku tidak sedang di rumah. Mama kan tidak salah, seharusnya mereka yang disalahkan selama ini karena pindah ke rumah ini tanpa persetujuan mama."
"Kamu pikir mama belum mencobanya?"
Mike membeku ketika nada suara Ibunya terdengar dingin. Dia kemudian menggenggam tangan Raina lebih erat, seakan menguatkan sosok wanita yang paling disayanginya itu. "Aku tahu perjuangan Mama, tapi kalau seperti ini terus maka wanita itu akan semakin menjadi-jadi, Ma. Aku tidak suka jika Mama kalah dengan sampah bernama Esme itu."
Mike berusaha membujuk Raina sekali lagi, sekaligus berusaha membayangkan apa yang sedang dirasakan ibunya. Mike saja merasa tidak tahan ketika mengetahui ayahnya memiliki wanita lain, bahkan memiliki anak diluar nikah dan tanpa permisi tinggal di rumah yang dibangun dari keringat Haris dan Raina.
Raina sudah tinggal dan bersama Haris lebih lama dari Mike karena sudah menjadi pasangan suami istri yang sah. Jika perasaan Mike saja terasa kacau seperti ini, kemungkinan besar Raina merasakan hal yang jauh lebih parah.
"Mama ...."
Raina masih membisu. Tanpa Mike sadari, hati wanita itu selalu sakit setiap pertengkaran antara suami dan anak semata wayangnya itu terjadi, begitu juga dengan sikap Haris yang selalu membela Esme apapun yang terjadi. Dia merasa tertekan karena pendamping hidupnya sendiri sudah membagi hatinya dengan wanita lain.
Harga diri Raina terluka karena terinjak-injak oleh senyum puas yang dilihatnya dari Esme tanpa sengaja.
Raina yang awalnya percaya diri dengan statusnya sebagai istri sah Haris, sekarang mulai memikirkan nasib dirinya dan Mike. Apa jadinya jika Esme berhasil menaklukan Haris sepenuhnya? Dia mungkin tidak akan bisa berbuat apa-apa.
"Untuk sekarang, mama tidak tahu bagaimana cara mengatasi mereka, Mike. Tapi ... ayo, kita cari cara bersama nanti. Mama sudah lelah hari ini."
Mike terlihat lebih baik begitu mendengar perkataan Raina. Dia merasa senang karena ibunya belum sepenuhnya menyerah dalam mengambil keseluruhan hak mereka kembali sebagai satu-satunya istri dan anak sah dari Haris.
"Baiklah, Ma. Aku akan meninggalkanmu untuk istirahat."
Raina tersenyum, menutupi perasaan yang sesungguhnya masih tercabik-cabik. "Terima kasih sudah membela mama tadi, Nak."
"Jangan berterima kasih, Ma. Aku putra Mama dan akan selalu ada untuk Mama. Selamat beristirahat, Ma."
Setelah kepergian Mike, Raina membaringkan diri di tempat tidurnya dan terlelap untuk menghapus kesedihannya sebagai seorang istri.
***
Kebencian Mike pada Esme dan Alice semakin bertambah. Pria itu tidak bisa memaafkan keduanya yang sudah memojokkan ibunya yang dalam kondisi lemah dan sendirian ketika dia belum pulang kemarin, serta mengajak serta Haris ke pihak mereka.
Mike menatap pantulannya di cermin sekilas sebelum berjalan keluar dari kamarnya, tidak mempedulikan Alice yang juga baru saja keluar dari kamarnya untuk berangkat kerja. Pria itu hendak berjalan menuju mobilnya, tapi segera dihentikan oleh perkataan Haris yang tiba-tiba.
"Alice, berangkatlah bersama Mike. Kamu pasti lelah kalau menggunakan transportasi umum," ujarnya dengan tenang.
Berkebalikan dengan Haris, Mike langsung menentang ucapan ayahnya dengan keras. "Sampah tidak boleh naik ke dalam mobilku. Mobilku akan kotor."
"Apa kamu bilang?" Esme membanting sendok yang digunakannya ke meja. "Siapa yang kamu bilang sampah?"
Mike tersenyum meremehkan, menunjuk ke arah Alice yang hanya bisa terpaku di tempat. "Dia. Memang siapa lagi? Hanya ada dua sampah di rumah ini, dan satunya lagi adalah kamu."
Esme terlihat akan menghardik Mike, tapi kemudian sadar jika Haris sedang berada di meja makan bersamanya, begitu juga dengan Raina yang tampak mengabaikan situasi yang sedang terjadi di sekitarnya.
"Lihat anakmu, dia mengatai adiknya sendiri sampah! Apa kamu tidak pernah mengajarkan sopan santun?" seru Esme pada Raina, menggantikan targetnya.
Haris segera memotong alur pembicaraan di antara kedua istrinya sebelum benar-benar terjadi. "Cukup."
Mereka semua terdiam.
Haris kembali berbicara dengan tatapan menusuk yang diberikan pada putranya. "Bersikaplah yang baik dan antar adikmu ke kantor, Mike."
Mike menggertakkan giginya dan segera melangkah pergi tanpa menjawab. Haris memberi kode pada Alice agar segera mengikuti pria itu. Di garasi, Mike sudah menyalakan mobilnya dan menatap ke depan dengan pandangan yang tajam.
"Cepat naik!" hardik Mike pada Alice yang diam saja.
Alice buru-buru masuk ke mobil sehingga Mike bisa menjalankan mobilnya.
"Diamlah seperti layaknya benda mati."
Alice kembali menuruti Mike dan tidak mengatakan apapun. Perjalanan mereka menuju kantor benar-benar seperti penyiksaan untuk wanita itu, karena dia tahu jika pria itu sangat membencinya sekarang, tapi tidak bisa mengatakan apa-apa.
Mike tiba-tiba menghentikan mobilnya ketika mereka sampai di dekat kantor.
"Turun."
Alice tidak bertanya-tanya dan langsung turun. Mobil Mike kembali melaju, meninggalkannya yang harus berlari ke kantor karena jam masuk yang sudah sangat mepet.
Nafasnya terasa hampir habis begitu tiba di ruangan loker untuk menaruh tasnya, lalu kembali melangkah untuk absen. Alice merasa lega karena usahanya untuk berlari sampai kepayahan bisa membuatnya tidak terlambat.
"Alice?"
Wanita itu mengenali suara asisten yang biasanya selalu bersama Mike. "Iya, Pak? Mohon maaf sebelumnya karena saya kelihatan berantakan."
Asisten tersebut menggeleng, walau merasa agak takjub tentang Alice yang masih bisa berbicara setelah sprint dari jarak hampir satu kilometer ke kantor. Mike memberitahunya karena asisten itu bertanya, heran melihat bosnya tertawa.
"Ada yang bisa aku bantu, Pak?" tanya Alice sopan ketika asisten itu hanya diam memandang buku catatannya.
Asisten itu mengangkat pandangan dan menyerahkan lembaran keras berisikan list. Alice merasa tidak asing dengan tulisannya dan tugas-tugas yang tertera yang sepertinya harus dikerjakan. Padahal tugas sebelumnya belum sepenuhnya selesai.
"Hari ini kamu harus menyelesaikan tugas terakhir kali, begitu juga sebagian dari list ini. Selamat bekerja ya. Semangat."
Alice tersenyum ketika melihat tampang prihatin pria di depannya. Lagi-lagi, wanita itu harus menerima penyiksaan dari Mike dengan pekerjaan yang seperti tidak ada habisnya.
Kamu bisa, Alice. Kamu harus kuat. Ini harga yang harus kalian bayar. Batinnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Bunda Hani
aduh esme kamu bener bener bikin anak sendiri menderita karena ulah kmau
2022-12-04
0
Bunda dinna
Esme dan Haris yg berbuat salah tapi Alice ikut menanggung deritanya..
Mike juga tak sepenuhnya salah jika membenci Esme dan Alice..
2022-11-26
0