Ruang makan terlihat sudah diisi oleh dua anggota keluarga baru yang duduk memenuhi kursi menikmati roti lapis dan harum spageti tercium oleh salah satu indera Mike yang baru keluar dari kamar. Pandangannya menatap memperhatikan kursi yang biasa digunakan oleh ibunya. Kosong. Raina tak ada di sana, sementara Haris tampak menikmati sarapannya di depan seorang wanita yang sangat Mike benci. Di samping wanita itu Alice duduk di sana dengan kepala yang tertunduk, seakan sedang mencari emas di tumpukan jerami.
“Sebelum ke kantor, sebaiknya sarapan terlebih dahulu, Mike,” pinta Haris melihat anaknya yang begitu saja melangkah melewati mereka.
“Sarapan dengan kalian? Yang benar saja. Makanan yang semula seharusnya lezat berubah rasa di hadapan penjahat,” jawabnya seraya berlalu pergi menuju kamar sang ibu.
Ia melihat pintu kamar ibunya yang tertutup rapat, Mike meraih gagang pintu lalu mendorongnya. Ia mengembuskan napas lega mengetahui bahwa Raina tidak menguncinya dari dalam. Namun, kelegaan yang Mike rasakan luntur begitu saja saat melihat Raina tengah menangis di depan jendela. Isakannya terdengar cukup kencang, sementara kedua tangannya *******-***** gorden kamar hingga lusuh.
“Ma,” panggil Mike dengan suara gemetar. Hatinya terasa mencelus melihat keadaan wanita Raina yang berantakan. Langkah Mike langsung mendekat dan mendekati Raina yang tidak menolehkan kepala ke arahnya sebentar pun.
Mike memegang pundak Raina dari belakang, “Ma, berbaliklah. Mama tak boleh seperti ini terus, Mama harus makan,” ujar Mike. Ia membalikkan tubuh Raina, menatap wajah ibunya yang makin hari kian memperihatinkan. “Mama, jangan menangis lagi. Mama harus kuat, Mama tak boleh kalah, okay?” Mike menghapus air mata Raina.
Ia menuntun ibunya duduk di sofa, sementara air mata Raina belum juga reda. Hati Mike benar-benar terasa sakit, rasa benci terhadap Esme makin bertambah. Dada Mike terasa sangat sesak menyaksikan keadaan ibunya. “Aku tahu Mama kecewa, tapi Mama tak boleh melukai diri Mama sendiri. Mama harus lebih kuat dari sebelumnya.” Mike masih berusaha menyalurkan kekuatan yang dimilikinya pada Raina, berharap Reina mendengar ucapan Mike.
“Sakit, Nak. Rasanya sangat sakit,” lirih Raina.
“Mike tahu, Ma. Mike paham,” jawab Mike.
“Mama kecewa, Mike. Mama merasa dikhianati oleh ayahmu,” lanjut Reina seraya menghapus air matanya, tetapi kristal bening itu lagi-lagi meluncur dengan deras membasahi pipinya yang putih.
Bajingan! Rasanya Mike ingin memukul ayahnya sekali lagi, tetapi ia tak bisa melakukannya saat ini juga. Mental ibunya benar-benar harus ia jaga, Mike takut akan terjadi hal-hal yang tak diinginkan pada Raina entah cepat atau lambat.
“Bi, Bibi... tolong antarkan sarapan kami ke dalam kamar Mama!” teriak Mike dari dalam kamar.
“Baik Tuan.” Suara seorang wanita dari luar menyahut.
Mike mengusap-usap pundak Raina. Sesekali ia juga menghapus air mata Raina. Ia tak tahu bagaimana menghentikan tangisnya untuk saat ini, tetapi Mike harus merencanakan sesuatu yang besar.
Sekitar lima menit kemudian, seorang pelayan tiba membawa baki berisi dua piring roti lapis dan dua gelas susu putih, lalu ditaruhnya di atas meja. Setelah pelayan itu kembali pergi meninggalkan kamar, Mike langsung menyuapkan roti lapis tersebut pada ibunya, sedikit demi sedikit. “Mama harus makan yang banyak. Ini adalah rumah Mama juga, Mama-lah yang memperjuangkan ini, jadi Mama tak boleh kalah dari siapapun,” ungkap Mike.
Sesekali Mike membersihkan mulut Raina dengan kain kecil. Ibunya tampak sangat depresi tetapi Mike tak menyerah untuk memberikan kekuatannya pada Raina. Bahkan saat mengunyah pun Raina terlihat tidak bersemangat dan tatapannya kosong, seakan ia kehilangan setengah dari jiwanya. Mike menyuapkan kembali roti ke mulut ibunya, kemudian Raina mengunyahnya lagi dengan lemah hingga membuat Mike makin perih melihat pemandangan seperti ini. Anak mana yang menerima keadaan ibunya yang seperti ini. Mereka benar-benar gila.
“Mike, Mama ingin minum,” ujar Raina.
Mike langsung meraih gelas susu, lalu diambilnya gelas oleh tangan Reina dan ia mulai meminumnya hingga setengah dan mengembalikannya kembali di atas meja. Mike bernapas lega, paling tidak ia tahu bahwa ibunya sudah sarapan dengan baik. Mike mendekatkan duduknya, merekatkan dirinya ke tubuh ibunya, menatap kedua mata Reina. “Mama lihat aku,” kata Mike, pelan.
Reina menoleh, kedua matanya yang sayu melihat ke arah mata Mike yang tajam seperti bilah pisau. “Mama punya aku sebagai senjata. Aku tidak akan diam saja melihat Mama seperti ini. Mama, dengarkan aku, aku akan mengatakannya sekali lagi bahwa yang dimiliki Mama sekarang adalah milik Mama. Semuanya milik Mama dan Papa, karena kalianlah yang telah mengusahakan semuanya dari nol. Kalian telah berjuang bersama sejak masih di bawah, lalu apakah Mama akan menyerah dan membiarkan orang asing itu merebut hak Mama?” tanya Mike dengan raut wajah yang tak sabar. Kesal dengan keadaan yang menimpanya.
Sang ibu tak menjawab, melainkan ia hanya memberikan gelengan samar.
Mike mengangguk, seakan paham jawaban sang ibu yang tersirat, “Benar, Mama tak boleh melakukan itu.”
“Apa yang harus Mama lakukan, Mike?” tanya Raina lemah.
“Mama harus lebih kuat dari mereka yang ingin menghancurkan Mama. Jika Mama lemah, jika Mama menyerah, Mama akan disingkarkan oleh mereka yang jahat, Ma. Maka dari itu Mama tak boleh membiarkan Esme menghancurka lebih dalam kehidupan Mama. Bagaimanapun dia adalah orang baru, dan Mama-lah yang sudah lama berada di sini, jadi jangan pernah membiarkan dia bertindak lebih jauh. Ma, aku rasa hanya Mama yang bisa menghentikan Esme bersikap seenaknya di rumah ini. Hanya Mama yang memiliki kekuatan untuk itu.” Mike meyakinkan. Sesekali ia menekan bahu Raina dengan pelan.
Raina mengusap air matanya. Mike melihat ada perubahan yang terpancar dari kedua mata ibunya. Seperti sebuah cahaya yang baru saja muncul menyibak mendung yang sebelumnya berada di sana. “Apakah Mama bisa melakukannya, Mike?” tanyanya. Kali ini nada suara Raina terdengar memiliki nyawa daripada saat sebelumnya.
Mike mengangguk cepat. “Aku yakin Mama pasti bisa karena Mama memang kuat. Aku tidak menemukan seseorang yang lebih hebat daripada Mama. Aku yakin kita bisa melewati masa ini. Mama tak perlu takut dan jangan pernah mau ditindas oleh mereka. Ada aku di belakang Mama, aku akan mendukung Mama apapun yang Mama lakukan. Ini rumah Mama. Tanamkan dalam diri Mama bahwa Mama adalah pemiliknya, sementara dia hanya tamu. Seorang tamu tidak boleh memecahkan teko di rumah, apalagi memecah kebahagiaan,” pungkas Mike dengan sungguh-sungguh.
Perlahan senyum Raina terbit. “Iya, Mike. Mama akan melakukannya. Mulai sekarang Mama bertekad untuk tidak lemah lagi di hadapan mereka. Mama akan mengambil kembali hak Mama,” tegas Reina dengan penuh keyakinan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Bunda Hani
si mama bisa perlahan bangkit karna Mike...
2022-12-04
0
Bunda dinna
Mike mau balas dendam tapi salah langkah
2022-11-25
0
arvi azka
masih ngikutin alurnya
2022-11-20
0