Bagaimanapun Syafea menolak, kini Aletta akan resmi menjadi istri Zayd. Sementara itu pernikahan resmi secara hukum dan pesta pernikahan mereka akan digelar ketika nanti Aletta sudah melahirkan.
"Apakah kamu masih merasa ada yang tidak adil di sini?" tanya Umi dengan lembut kepada Syafea.
Aletta menggeleng perlahan, bagaimana ia menolak sepertinya dia tidak mempunyai hak di sini. Sehingga akan sia-sia saja jika dia meminta hal lain ataupun berpendapat.
Namun, ketika Aletta melihat ke arah Syafea dan juga Zayd, Aletta terpaksa harus mengatakan sesuatu.
"Tidak, aku sudah merasa itu lebih dari cukup. Apalagi banyak hal yang sudah diberikan oleh Tuan dan Nyonya Syafea kepadaku."
"Cukup, mulai saat ini kamu tidak perlu menyebut Zayd dengan sebutan Tuan. Kalau perlu kamu memanggilnya dengan sebutan Mas, Abi atau Sayang. Terserah pokoknya kamu merasa nyaman."
"Ha-ah?"
Sebuah hal yang wajar diberikan Aletta atas ucapan Umi barusan, karena memang tidak ada rasa cinta di dalam hatinya saat ini. Ia melakukannya dengan ikhlas asalkan kesehatan ayahnya terjamin.
Aletta menatap ke arah Syafea dan juga Zayd. Merasa dia sudah tidak bisa menolaka ia pun berdiam diri.
"Bagaimana Zayd, Syafea apa kalian merasa keberatan?"
"Oh, tidak, Umi. Jika Aletta mau, maka lakukan saja."
"Kamu dengar sendiri Aletta, jika Syafea tidak merasa keberatan akan hal ini."
"Ingat, jika untuk sementara waktu pernikahan secara siri yang telah kalian lakukan sebelumnya hanya untuk melindungi status sang jabang bayi yang sedang dikandung oleh Aletta. Lalu setelah bayi itu lahir maka Aletta akan melakukan pernikahan dengan Zayd secara sah di mata hukum dan agama."
Seberapa besar Aletta dan Syafea menolak keputusan dari Umi dan Abah tidak bisa diganggu gugat. Umi juga membebaskan Syafea untuk terus berkarya dan sangat menjaga kesehatan Aletta.
"Tapi, maaf Umi. Untuk sementara waktu biarkan saya tidur sendiri di kamar saya. Saya belum siap secara lahir dan batin."
"Tentu, hal itu akan lebih baik untukmu, Sayang. Lakukan apa saja yang membuatmu nyaman, ok. Ingat orang hamil tidak boleh merasa tertekan, mengerti?"
"Mengerti Umi."
Karena mereka menikah siri, dan Aletta belum siap untuk bersama dengan Zayd, Umi juga tidak memaksa. Kini Aletta tetap tidur di tempatnya sendiri sementara Zayd tetap dengan Syafea.
Malam harinya di kamar Syafea dan Zayd, kedua pasangan itu sedang memadu kasih di atas tempat tidur.
"Mas, meskipun kamu bersama dengan Aletta aku harap kamu tidak membuat ia merasa di atas angin. Ingat aku hanya mengijinkan kamu menyentuh tangannya dan wajahnya saja. Namun, tidak dengan yang lain!"
"Iya."
Zayd bisa memahami apa yang diinginkan oleh Syafea, karena pada dasarnya mana ada istri yang mau dimadu. Awalnya mereka hanya berniat meminjam rahim, tetapi jika dengan hal itu saja, maka seolah Zayd mendzolimi Aletta. Oleh karena itu, mereka melakukan nikah siri.
Namun, beberapa perkataan dari Umi nyatanya mampu membuat Zayd bisa berpikir lebih baik lagi setelah ini, ditambah lagi setiap hal yang telah ia lakukan untuk Syafea sudah lebih dari cukup.
Selama ini Aletta mungkin tidak pernah menunjukkan rasa protesnya, tetapi setelah semua yang terjadi sepertinya Aletta harus banyak bersabar begitu pula dengan Zayd yang harus siap berbagi hati untuk kedua istrinya.
"Ijinkan aku untuk berbuat adil kepada kedua istriku ya, Allah. Aku cukup tau diri atas semua kesalahan yang selama ini selalu kulakukan. Jika bersama Aletta aku merasa nyaman, maka saat bersama Syafea harusnya aku bisa memintanya untuk kembali mendekat kepada Allah."
Semua memang telah berubah ketika Umi datang dan menyusul mereka. Rumah tangga yang semula baik-baik saja kini harus terbelah sejak kehadiran Aletta.
Meskipun begitu Aletta tahu diri. Ia tidak mau berdekatan dengan Zayd karena menjaga perasaan Syafea.
Sejak Umi tinggal di sana, Aletta lebih banyak mendapatkan perhatian dari Umi. Tentu saja Syafea juga merasa terkekang. Apalagi jika ia keluar rumah harus didampingi oleh Zayd.
"Kami berangkat dulu, Umi," pamit Syafea pada ibu mertuanya.
Saat ini Zayd sudah masuk di dalam mobil, ia tidak ikut berpamitan karena ada Aletta di samping Umi. Demi menjaga perasaan dari Aletta dan Syefa maka ia harus menghindari hak tersebut.
"Setidaknya dengan begini akan lebih baik," gumam Zayd dari dalam mobil."
Meskipun Aletta tidak mencintai Zayd tetapi setidaknya ia juga ingin merasakan bagaimana rasanya ketika suaminya berpamitan ketika mau keluar dari rumah. Saat ini Zayd hanya mencuri pandang dari kaca spion, sama halnya dengan Aletta yang memandang mobil yang dikendarai oleh suaminya.
Umi menepuk bahu Aletta, lalu segera mengajaknya masuk. "Ayo masuk, Umi masih ada banyak hal yang harus dibicarakan denganmu."
Aletta yang tidak terbiasa dengan perhatian dari seorang ibu hanya bisa patuh dan mengikuti Umi masuk. Abah yang merasa diabaikan hanya bisa berdehem agar istrinya ingat akan keberadaan dirinya.
Sementara itu teman kencan Syafea terus memaksanya untuk keluar. Bahkan ia mengancam akan membongkar semuanya jika Syafea tidak datang.
"Bagaimana aku bisa keluar kalau Zayd terus mengikutiku?" ucap Syafea sangat cemas.
Zayd yang melihat istrinya berubah segera mendekatinya. "Ada apa, Sayang?"
"Em, itu ... anu ...."
Di sisi lain, seorang lelaki yang merupakan rival bisnis Zayd sedang tersenyum penuh kemenangan. Lelaki itu bahagia karena sudah memegang kartu As milik Zayd.
Istrinya sendiri sudah menjadi berada di dalam genggamannya. Kini ia bisa melihat kehancuran Zayd dalam hitungan minggu. Tanpa ia sadari Syafea sudah menyerahkan beberapa berkas penting milik perusahaan Zayd kepadanya.
Pikiran Zayd yang belum sehat serta tidak memperhatikan jalan membuat ia mengalami kecelakaan. Entah bagaimana caranya mobil yang dikendarai Zayd mengalami selip hingga pada akhirnya dari arah berlawanan ada sebuah mobil yang menghantam mobil mereka.
Bagian depan mobil ringsek, Zayd dan juga Syafea terantuk dashboard mobil. Terlihat banyak luka di dahi dan wajah mereka.
Aletta yang sedang menyiapkan susu ibu hamil secara tidak sengaja menumpahkan gelas yang ia bawa hingga pecah tepat di bawah foto pernikahan Zayd dan juga Syafea.
Umi yang berada di kamar segera keluar dengan segera untuk melihat situasinya.
"Ada apa?"
Melihat ada pecahan gelas yang hampir mengenai kaki Aletta, Umi buru-buru mendekati alita dan membersihkan pecahan gelas itu dengan sapu.
"Kamu tidak kenapa-napa 'kan Aletta, harusnya kamu berhati-hati."
Detak jantung Aletta berdebar dengan sangat kencang. Seolah mengisyaratkan ada sesuatu hal buruk yang sedang terjadi di depannya. Namun, ia tidak bisa mengatakan dengan pasti apa yang terjadi dengan penglihatannya.
Belum sempat lamunan Aletta terhenti, telepon rumah berbunyi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
@⍣⃝𝑴𝒊𝒔𝒔Tika✰͜͡w⃠🦊⃫🥀⃞🦈
cobaan apalagi ini klu cuma Syafea sih gpp la ini Zayd juga ikut" terluka apalagi istri mu bodoh mau dikibulin ma rivalmu
2022-12-05
3
🥑⃟𝚜𝚌𝚑𝚊𝚝𝚣𝚒🦊⃫⃟⃤ₕᵢₐₜ𝚞𝚜
siapa ya temen kencan syafea ko smpai mau membongkar rahsianya
2022-12-04
2
🥑⃟𝚜𝚌𝚑𝚊𝚝𝚣𝚒🦊⃫⃟⃤ₕᵢₐₜ𝚞𝚜
ikutin aja zayd ke mana dia pergi.
2022-12-04
2