Ternyata apa yang ditakutkan Umi benar-benar terjadi. Syafea meminjam rahim orang lain demi mengandung anak dari suaminya dan juga sel telur darinya.
"Aku tidak menyangka jika Syafea bisa melakukan hal yang kotor seperti ini. Apakah dia sudah tidak mempunyai hati? Hingga berani melakukan hal seperti ini?"
Umi terlihat mondar mandir mengelilingi kamarnya, terlalu banyak yang harus ia pikirkan sehingga untuk bernafas saja rasanya amat susah. Mungkin karena itu pula Umi terlihat sering uring-uringan.
"Umi, duduklah dahulu. Ingat semua keputusan harus diambil ketika kepala dan hati kita dingin, jangan sampai membuat kesalahan yang diperbuat anak kita semakin runyam."
"Iya, Abah. Umi paham, tetapi umi tidak habis pikir dengan jalan pemikiran Syafea yang tega melakukan hal tersebut hanya demi memuaskan keinginannya saja."
"Mungkin saja ia terdesak hingga memilih hal seperti ini secara singkat."
"Ya sudah, Umi mau mengambil air wudhu dulu, baru setelahnya menemui mereka berdua."
Abah terkekeh dengan sikap istrinya itu. Ia begitu menyukai sikap lembut dan penuh kasih sayang yang dimiliki olehnya. Bagaimana pun sosok Umi di mata Abah adalah sosok istri yang sempurna.
Selepas mengambil air wudhu rasanya emosi Umi mulai mereda. Hatinya sedikit merasa tentram. Beliau pun akhirnya meneruskan niatnya untuk menemui Zayd dan Syafea.
Namun, ketika melihat sikap Syafea yang tidak berubah membuatnya kembali menjadi emosi. Ia pun mendekati putra putrinya itu untuk mengajaknya kembali berbicara.
"Zayd, Syafea, Aletta ... bisakah kita bicara kembali?"
Aletta yang sedang mengupas buah segera meletakkan pisau dan mengikuti langkah Umi yang berjalan ke ruang tengah. Syafea merapikan penampilannya dan menyusul di belakang bersama Zayd.
Ditatapnya dalam-dalam mereka secara bergantian. Lalu Umi mulai menegur sikap Syafea.
"Kenapa kamu sangat keterlaluan Syafea!" ucap Umi dengan geram.
"Apakah kamu sudah memikirkannya dengan baik-baik sebelum kamu mengambil keputusan meminjam rahim Aletta?"
"Sudah Umi, bahkan saya juga sudah mendiskusikan hal ini pada Mas Zayd."
"Bukan begitu, Mas?"
Zayd mengangguk, "Iya, Umi kami sudah berdiskusi sebelum melakukan hal itu."
"Lalu apakah kamu bisa mengetahui bagaimana perasaan Aletta jika nanti anak kalian sudah lahir, apakah ia bisa kembali ke lingkungannya dengan status barunya?"
Kemarahan yang diberikan Umi adalah hal yang wajar bagi Syafea dan Zayd. Apalagi mereka memutuskan hal ini tanpa melakukan musyawarah dengan keluarga besarnya.
"Kalau Umi sampai menyimpulkan kamu sebagai wanita egois itu adalah hal yang sangat wajar. Sudah untung Umi tidak meminta Zayd untuk menceraikan kamu!"
"Sabar, Umi, sabar ...." seru Abah dengan memegangi tangan istrinya itu.
"Kalian ini benar-benar!"
Hampir saja Umi kehilangan kesabaran karena menghadapi semua itu. Hingga tidak berapa lama setelah semuanya agak membaik. Kelima orang itu segera melanjutkan percakapan di antara mereka.
Salah satu alasan kenapa Umi bisa semarah itu adalah usia Aletta yang masih muda. Lebih mengenaskan lagi karena korban yang digunakan untuk melakukan hal tersebut adalah Aletta yang masih berstatus pelajar. Hanya karena terdesak kebutuhan uang, Syafea dan Zayd memperalatnya.
Seorang gadis yang dianggap sebagai asisten rumah tangga ternyata adalah istri kedua dari putranya sendiri. Merasa dibohongi, Umi segera menanyai bagaimana perasaan Aletta saat ini.
"Berapa usiamu, Aletta?"
"Delapan belas tahun, Umi."
Seketika Umi memijit pelipisnya. Lalu menatap penuh kekecewaan ke arah Syafea.
"Wanita ini benar-benar tidak punya hati!" gumam Umi kecewa.
"Seharusnya dulu aku tidak memberikan kalian restu!"
Abah menggenggam tangan Umi, hingga beliau menolehnya.
"Sabar, Umi. Dengarkan alasan yang diberikan oleh mereka sebelum kita marah!"
Umi mencoba mengambil nafas dalam-dalam lalu setelahnya mulai menatap ke arah kedua anaknya secara bergantian. Ada gurat kekecewaan hingga rasa yang tidak bisa dilukiskan oleh kata-kata.
"Jadi jika Syafea tadi tidak salah mengucapkan sesuatu, Umi yakin kalian akan menyembunyikan hal ini lebih lama lagi dari Umi."
Secara tidak sengaja ucapan dari Syafea membuka kedok yang telah mereka simpan secara rapat-rapat. Meskipun begitu ternyata Umi tidak marah.
"Syukurlah kalau kalian mengatakan hal ini dari awal, kalau begitu aku bisa membawa Aletta kembali ke Indonesia dan kalian bisa meneruskan pengobatan kalian."
Ucapan dari Umi membuat Syafea dan Zayd saling berpandangan satu sama lain. Mereka tidak menyangka jika Umi akan menyetujui pernikahan tersebut.
Namun, sepertinya kedudukan Syafea di dalam hati Umi akan tergantikan oleh kehadiran Aletta yang sedang mengandung.
"Tetapi Umi, kenapa Aletta harus dibawa kembali ke Indonesia? Nanti apa kata keluarga besar kita?" tanya Syafea.
"Akan lebih baik jika Aletta kami yang merawat. Jika kalian kangen dengan anak kalian, silakan langsung datang ke rumah Umi."
"Oh, ya biarkan saja kalian berhubungan di sini!"
"Umi, jika Umi mengatakan hal ini itu sama saja dengan memisahkan secara paksa dan jatuhnya pasti akan membuat dosa kalian berambah
"Kini yang Abah tanyakan kepadamu adalah apakah pernikahan kalian sah di depan agama?"
Zayd mengangguk.
"Apakah Aletta membawa wali nikahnya ketika ijab qobul kalian sedang berlangsung?"
Zayd menggeleng.
"Lalu bagaimana caranya kamu bisa mengatakan jika pernikahan kalian sah di depan agama?"
"Karena Aletta sudah mewalikan wali nikahnya kepada penghulu."
"Kenapa bisa begitu?"
"Karena pada saat ijab qobul berlangsung, Ayah Aleta berada dalam keadaan krisis di Rumah Sakit. Sehingga ia tidak bisa menghadiri acara ijab qobul yang telah aku lakukan bersamanya."
Abah tampak menoleh ke arah Aletta, "Apakah yang diucapkan oleh putraku itu benar adanya, dan kau merasa tidak terpaksa ketika menjadi istrinya hanya untuk menjadi rahim pengganti untuk calon keturunan mereka?"
"Saya menerima konsekuensi tentang apa yang saya putuskan hari itu. Lagi pula kondisi ayah saya dalam keadaan kritis. Waktu itu hanya Tuan Zayd dan Nyonya Syafea yang memberikan bantuan itu kepadaku."
Tampak sekali kedua mata Umi berkaca-kaca ketika mendengar apa yang menjadi latar belakang Aletta sampai berani melakukan hal tersebut. Terlihat sekali Umi sangat menyayangi Aletta. Beliau tidak sadar telah memeluknya dengan erat.
"Maafkan untuk sikap putraku ya, Nak. Umi ridho jika kamu menjadi istri dari Zayd."
"Sungguh sikapmu yang mulia ini akan membuatmu lebih berharga di kemudian hari. Kamu telah menyelamatkan nama baik putra Ibu, Nak."
Melihat bagaimana Umi menyayangi Aletta ada sebuah kecemburuan yang terlihat di wajah Syafea. Akan tetapi semua rencana yang telah disusun oleh Syafea terlihat gagal total.
"Semua ini karena sikap kamu yang tidak bisa tegas terhadap istrimu, sehingga kamu dengan mudah mengambil jalan ini untuk mendapatkan sebuah keturunan."
"Apa kamu tahu jika dengan hal ini kamu telah membuat wanita lain menanggung beban yang seharusnya tidak ia jalani hanya demi memuaskan keinginan istri pertamamu semata?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
ℑ𝔟𝔲𝔫𝔶𝔞 𝔞𝔫𝔞𝔨-𝔞𝔫𝔞💞
Nah bener tuh umi , zayd kurang tegas sama syafea ..
😡😡😡😡
2022-12-04
2
🥑⃟𝚜𝚌𝚑𝚊𝚝𝚣𝚒🦊⃫⃟⃤ₕᵢₐₜ𝚞𝚜
kalau udh d bawa ke indo apakah umi bakalan merawat Aletta atau cuman pura" saja
2022-12-04
1
🥑⃟𝚜𝚌𝚑𝚊𝚝𝚣𝚒🦊⃫⃟⃤ₕᵢₐₜ𝚞𝚜
maklum umi zayd mungkin masih labil. hehe
2022-12-04
1