Bagaimana Zayd tidak salah tingkah ketika Aletta terus memperhatikannya dari kejauhan. Meskipun tidak kentara, tetapi Zayd mengetahui jika sedari tadi Aletta terus memperhatikan ekspresi yang ditujukan oleh Zayd ketika memakan hasil masakan yang dibuat olehnya.
Mulut Aletta yang gatal segera menanyakan bagaimana rasa dari masakan yang ia buat barusan.
"Maaf Tuan, apakah rasanya sudah pas? Maaf jika masakan yang aku buat terlalu sederhana untukmu."
"Hm, tidak juga, lagipula rasanya cukup lumayan."
"Lumayan, itu adalah resep masakan yang dibuat oleh ibu dengan susah payah tapi cuma dibilang lumayan? Dikira aku nggak punya indera perasa kali!" rutuk Aletta di dalam hati.
Jika mungkin itu bukan resep ibunya, sudah pasti Aletta tidak akan marah. Akan tetapi ini sudah menyinggung mendiang Ibu Aletta, tentu saja ia tersinggung.
Padahal sejujurnya di dalam hati Zayd, ia sangat memuji masakan yang dibuat oleh Aletta. Hanya saja ia terlalu malu untuk mengatakan secara langsung.
Terlebih lagi rasa yang dihasilkan dari menu makanan yang dibuat oleh Aletta sama persis dengan masakan yang dibuat oleh Umi Zayd. Meskipun sederhana tetapi mampu mengobati kerinduan di dalam hati Zayd untuk Umi.
"Kenapa rasanya sangat sama seperti masakan Umi. Jika seperti ini terus maka aku akan merindukan kehadiran Umi."
Tanpa Zayd sadari, kelopak matanya berair. Sebuah rasa kekaguman ditunjukkan dengan sorot mata Zayd, akan tetapi ia menutupinya dengan memandang ke arah lain.
Merasa tidak dihargai, Aletta lebih memilih kembali ke dalam kamar. Ia tidak mau berlama-lama di ruangan itu. Ada banyak hal yang bisa membuat mood Aletta berubah, meskipun itu berasal dari sebuah ucapan.
"Syukurlah. Kalau begitu saya kembali ke kamar," ucap Aletta mencoba berbohong.
Tanpa menunggu jawaban dari Zayd, Aletta sudah lebih dulu pergi. Namun, baru beberapa langkah rupanya Zayd memanggilnya kembali.
"Tunggu!" teriak Zayd dari tempat duduknya.
Aletta yang sudah memilih untuk menuju ke kamarnya daripada terus merasa canggung berduaan dengan Zayd, seketika berhenti. Tentu saja panggilan dari Zayd membuat Aletta menghentikan langkah dan menoleh ke arahnya.
"Ada apa, Tuan?" tanya Aletta dengan wajah tetap menunduk.
"Kamu belum meminum susu ibu hamil, tunggulah di sini aku akan membuatkannya untukmu!"
Tanpa menjawab Aletta memilih berbalik dan mengikuti permintaan dari Zayd. Dia mendudukkan dirinya di meja pantry. Mengamati setiap gerakan sigap dari Zayd.
"Jika Anda benar-benar suami saya, sudah pasti aku merasa sangat bahagia mendapatkan suami seperti Tuan, Zayd. Sayang semuanya hanya mimpi."
Dengan cekatan Zayd membuatkan susu ibu hamil untuk Aletta. Semua ia lakukan sesuai petunjuk kemasan penyajian.
Entah kenapa ada rasa antusias tersendiri ketika menyiapkan hal sepele seperti itu. Meskipun sebenarnya Aleta hanyalah istri siri untuk Zayd, tapi tidak mengurangi euforia perasaan seorang calon ayah yang sedang menunggu perkembangan buah hati.
"Nah, sudah jadi, jangan kamu minum dulu karena mas--"
Setelah siap, tanpa menunggu dingin Aletta langsung menenggaknya. Tentu saja hal itu membuat tenggorokan Aleta kepanasan dan lidah Aletta hampir mati rasa karena buru-buru.
Tangan Zayd segera merebut gelas itu dari tangan Aletta.
"Sudah kubilang, kamu tidak perlu buru-buru. Lagi pula tidak akan ada yang meminta minuman itu! Satu hal lagi itu masih panas!"
Aletta yang ketakutan hanya bisa meminta maaf.
"Maaf, maaf, Tuan."
Aletta benar-benar ketakutan, ketika mendengar nada bicara Zayd yang sudah naik satu oktaf tersebut. Suara Zayd yang lembut tadi seketika sudah berubah dipenuhi kemarahan akibat ulah Aleta yang terburu-buru dan terkesan tidak mau berduaan dengannya.
Zayd memijit keningnya yang berdenyut kencang. "Gadis ini benar-benar!"
Menyadari ulah yang ceroboh membuat Aletta bertambah takut. Akan tetapi ia lebih takut lagi ketika berduaan dalam waktu yang lama bersama Zayd.
Setelah kejadian malam itu, Aleta memang mengurangi intensitas pertemuannya dengan Zayd. Ia takut jantungnya menjadi tidak sehat ketika berduaan dengan lelaki itu. Apalagi posisinya hanya sebagai istri siri dan rahim pengganti. Sudah pasti jika anak mereka lahir mereka akan membuangnya.
"Sudahlah, sepertinya kamu benar-benar tidak ingin bersama denganku. Kembalilah ke kamarmu, sekarang!"
"Terima kasih, Tuan."
Dalam setiap langkahnya Aletta selalu merutuki sikapnya. Meskipun genius tetapi ia juga manusia biasa yang memang mempunyai kekurangan.
Melihat sikap Aletta yang ceroboh mengingatkannya kepada kondisi Aletta yang masih berusia labil dan remaja. Mungkin ia terlalu kasar jika membandingkan kepada istrinya, Syafea yang sudah dewasa.
"Maafkan aku Aletta, aku tidak bermaksud untuk membentak! Itu hanya respon ketika aku panik!" ucap Zayd sambil melihat ke arah punggung Aletta.
Ketika berduaan terlalu lama dengan Aletta terkadang membuatnya merasa terlalu tua untuk menjadi suami Aleta. Namun, takdir membawanya pada situasi yang sulit.
"Untung saja aku hanya meminjam rahimnya, kalau aku sampai mencintainya pasti sudah akan menjadi hal yang lebih merepotkan."
Sementara itu Aletta masih berdiam diri di balik pintu kamarnya. Ia merututi kebodohannya karena bersikap ceroboh di depan Zayd.
"Harusnya aku meniupnya terlebih dahulu. Sekarang lidahku terasa sakit karena hal itu."
Aletta kembali mengusap perutnya yang masih datar dan meminta maaf kepada bayi yang dikandungnya saat ini. "Maaf jika aku menyakitimu aku tidak bermaksud melakukan hal tersebut hanya saja aku tidak bisa berlama-lama terhadap ayahmu."
Setelah berdialog kepada dirinya sendiri Aletta lebih memilih kembali duduk di ranjangnya. Ia mengambil salah satu buku yang berada di atas nakas dan membacanya. Sambil mendengarkan lantunan musik klasik di kedua telinganya, Aletta juga membaca buku.
Di sisi lain Zayd mengambil laptop miliknya dan mencoba melihat pekerjaan yang berada di Ibu Kota. Daripada memikirkan Aleta yang ceroboh ia lebih mementingkan perkembangan bisnis yang sedang ia tinggalkan saat ini.
Meskipun ditinggal ke luar negeri ia masih memantau perusahaannya tersebut. Beruntung Zayd memiliki sahabat yang siap sedia membantu mengawasi perusahaan milik Zayd. Tidak lama lagi adik Zayd juga akan datang untuk membantu kakaknya dalam mengelola perusahaan.
"Kenapa aku tiba-tiba merindukan suasana perusahaan?"
"Ah, tidak boleh. Aku melakukan hal ini demi calon anakku dan juga Syafea. Aku harus tetap bertahan!" doanya di dalam hati.
Sebuah mini bar di sudut kota, Syafea bersama teman-temanya sedang melakukan perbincangan yang lumayan fulgar. Ternyata ia sedang melakukan kerja sama bisnis dengan seorang Bos Muda.
Pakaian Syafea yang minim tentu saja membuat Bos Muda tersebut beberapa kali menelan salivanya. Syafea yang mengetahui hal itu semakin antusias untuk melakukan aksinya.
"Bos kecil, kamu adalah target selanjutnya. Jika aku bisa menaklukkan dirimu sudah pasti karirku akan semakin cemerlang. Tunggu saja aku pasti akan membuatmu bertekuk lutut sama seperti suamiku, Zayd."
Setiap obrolan yang terlontar dari bibir Syafea berhasil menghipnotis Bos Muda itu. Salah satu tangannya sudah menjalajah bagian tubuh Syafea yang lain. Hingga tanpa diminta Syafea menggelinjang karena kegelian.
"Bos, jangan nakal ...."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
al-del
karena cinta zayd tidak bisa melihat keburukan sang istri...
2022-12-27
2
🥑⃟𝚜𝚌𝚑𝚊𝚝𝚣𝚒🦊⃫⃟⃤ₕᵢₐₜ𝚞𝚜
kenapa harus malu zayd kalau masakan nya enak bilang aja jngn d pendem
2022-11-26
1
@⍣⃝𝑴𝒊𝒔𝒔Tika✰͜͡w⃠🦊⃫🥀⃞🦈
waduh Syafea wanita seperti itu ya...betapa bodohnya Zayd dibodohi istrinya sendiri
2022-11-26
2